BAB 6 | Those favor

28.4K 1.6K 16
                                    

REVISI : 7 OCT 2018


Jangan lupa vote dan komentar ya setiap habis baca! Aku suka baca komentar kalian lho!

Malam ini Jena memasak semur ayam kesukaan Rowan dan ayam kentang balado kesukaan Kinan.

Mereka duduk bersama di meja makan dan menikmati hidangan. Kinan melahap setiap lauk pauk yang tersaji. Rowan sesekali melirik cucunya.
Setelah pembicaraan dengan kinan hari itu, ia tidak pernah lagi mengungkitnya. Tapi tidak kali ini.

Wajahnya seperti gugup akan sesuatu. Setelah selesai makan, Jena mengeluarkan peach pie andalannya yang baru saja ia keluarkan dari oven.

Pie ini adalah ultimate dish Kinan. Ia bisa menghabiskan satu loyang pie ini kalau tidak ada yang mengingatkannya.

Jena senang melihat Kinan melahap setiap masakannya. Gadis itu memang menyukai masakannya dan tidak memilih soal makanan.

Rowan menarik napas dalam, kemudian menatap tajam mata Kinan. "Kita ke Jakarta, gimana menurut kamu?"

Kinan membeku. Lagi! Batinnya.

Ini sudah kesekian kalinya Rowan menyebut nama Jakarta dalam sebulan terakhir. Banyak cara ia menyelipkan kata Jakarta dalam percakapannya dengan Kinan.

Tapi kali ini bukan sekedar menyisipkan kata tapi melainkan sebuah pernyataan dalam sebuah ajakan. Ajakan yang tidak Kinan inginkan. Ajakan yang merupakan kenyataan terburuk. Dan ajakan yang tidak pernah Kinan ingin dengar.

"Owen akan cuti seminggu dan kita ke Jakarta. Nanti setelah seminggu Owen pulang dulu. Kamu dengan nana disana. Gimana?"

Kinan terdiam.

Rowan melirik Jena meminta istrinya agar mau membujuk Kinan. Tapi orang yang dimintai tolong hanya geleng kepala dan menolak untuk membantunya.

Kinan hanya menatap pie di depannya yang tinggal suapan terakhir dengan banyak potongan buah peach diatasnya. Ia sengaja menyisakan bagian itu untuk suapan terakhir agar terasa begitu nikmat. Namun saat ini rasa nikmatnya sudah lenyap.

"Pasti banyak hal yang bisa kamu lakukan disana." Rowan memberi gambaran.

"Memangnya gak ada tempat lain selain kesana. Kenapa kita gak liburan disini atau ke US aja yang dekat." Kinan mencoba santai.

"Kenapa, kamu mau menolak lagi?" Suara Rowan mulai meninggi.

"Bukan, cuma kinan bingung disana mau ngapain." Kinan mencoba menghabiskan pie nya yang sayang kalau dibuang. Nada bicaranya juga ia usahakan tenang.  "Hmm, kenapa kita gak ke New York aja. Kan nana katanya pengen kesana. Lagian disana Kinan bisa..."

"Di Jakarta ada keluarga dan saudara kamu. Disana kamu lebih baik." Rowan memotong percakapan dengan lantang dan penuh ketegasan.

Kinan meletakkan garpunya dengan setengah membanting. Ia meneguk susu coklatnya lalu bangkit dari kursi.

"Sejak kapan kamu kurang ajar? Owen belum selesai bicara. Duduk!" Bentak Rowan.

Kinan menoleh dengan amarah. "Di Jakarta ada keluarga dan saudara kamu. Disana kamu lebih baik." Ia mengulang kalimat Rowan dengan ekspresi datar.  "Terus disini apa? Kinan gak baik?" Matanya mulai berair. "Baik dalam kategori Owen seperti apa?" Matanya semakin berair. "Tinggal dengan mereka terus hidup disana dengan terpaksa. Gak ada yang peduli."

"Siapa yang bicara begitu?" Rowan menahan emosinya.

"Kinan," suaranya mulai parau. "Kalau mereka peduli, setidaknya mereka pernah kesini sekali aja lihat Kinan." Ia berlari meninggalkan meja makan dan menuju lantai dua kemudian masuk ke dalam kamarnya.

Kinan's Life Story (SELESAI)Where stories live. Discover now