BAB 3 | Her name is Kinan

33.4K 1.7K 34
                                    

Gunawan menggendong Megan dari arah kamar mandi setelah ibunya memandikan bayi kecilnya. Ardina membiarkan ibunya mengurus anak-anaknya untuk urusan yang satu ini. Wanita itu lebih telaten. Gunawan memberikan Megan pada Ardina yang sudah menunggu didalam kamar dengan perlengkapan bayi.

Gunawan menggendong Kigan yang saat itu tidak sedang menangis. Ia bercanda dengan putrinya. Kigan tertawa kecil saat bermain dengan papanya.

"Kok hangat ya?" Komentar wanita paru baya itu ketika meraih Kigan dari tangan putranya.

"Apanya buk?" Tanya Gunawan heran.

"Tubuh Kigan hangat. Gak usah dimandikan saja."
Usulnya. Gunawan meraih putrinya.

"Dibersihkan saja pakai kain basah. Ibu khawatir." Wanita itu bangkit dari kursi plastik kecil yang ia duduki didepan baskom besar tempat cucunya biasa mandi.

Gunawan membawa Kigan menuju istrinya. "Din, Kigan hangat badannya. Mungkin dia deman." Gunawan khawatir. Nadanya gusar.

"Tidak mas, itu bukan demam. Dia cuma hangat biasa aja. Nanti juga hilang." Ardina tampak cuek. Ia bahkan tidak menoleh sama sekali. Ia masih memakaikan baju untuk Megan.

"Dina! Coba kamu perhatian sedikit sama Kigan. Dia mungkin lagi sakit." Jena meninggikan suaranya didepan menantu dan besannya.

Ardina menatap mamanya, "Minggu lalu Dina pergi sama mas Adi. Dokter gak ada bilang kalau Kigan sakit." Adi adalah panggilan untuk suaminya, Gunawan Adi.

"Itu kan minggu lalu, sekarang sudah lewat." Suara Jena semakin melengking.

"Sudah, ma." Gunawan menengahi. Ia melerai emosi kedua manusia keras kepala itu.

Ardina mencoba tenang menghadapi emosi mamanya. Ia menarik napas dalam lalu menggendong Megan dan meletakkan bayinya itu ke dalam ranjang bayi. Ia berdiri dan meraih Kigan dari tangan suaminya.

Baru sesaat ia menggendongnya, Kigan kembali menangis. Ardina menarik napasnya sekali lagi untuk tenang, ia masih mencoba membersihkan tubuh Kigan dengan air hangat yang sudah disiapkan oleh ibu mertuanya didalam baskom kecil.

Namun tangis Kigan terus didengarnya. Bahkan suara bayi mugil itu mulai melengking. Ardina merasa dadanya sesak, napasnya naik turun, emosinya meningkat melihat Kigan yang menangis didepannya. Tangannya mulai gemetar dan matanya berair. Suara tangis Kigan seperti masuk ke dalam ruang kosong diotaknya dan berdegung disana.

Tiba-tiba Megan ikut menangis. Ardina bangkit dan pergi meninggalkan kamar itu. Ia naik ke lantai dua menuju kamarnya.

***

Gunawan terus menggendong Kigan yang menangis sejak tadi. Dua jam ia berdiri dan menggendong bayinya, namun baru lima menit yang lalu Kigan bisa tenang dan mulai tertidur. Jena bahkan sudah menidurkan Megan sejak satu jam yang lalu. Kemal juga sudah tidur dengan neneknya dikamar. "Sudah tidur?" Tanya Jena khawatir.

"Sudah, ma." Gunawan merapatkan sedikit pintu kamar Kigan. "Kamu bicara dengan Dina dulu gih." Dibalik sikap kerasnya, ia merasa kasihan pada putrinya. Ia tahu betapa lelahnya mengurus seorang bayi. Dan putrinya mendapatkan dua, yang artinya berlipat ganda.

Belum lagi Jena juga sering melihat Ardina terbaring kesakitan sambil memegang bekas operasi sesarnya. Putrinya mengabaikan luka itu dan dengan teliti menjaga Kigan. Ia mengorbankan dirinya demi bayinya. Gunawan mengangguk paham dan menuju lantai dua.

Kinan's Life Story (SELESAI)Where stories live. Discover now