BAB 11 | Everything's new for her

26.3K 1.6K 47
                                    

REVISI : 7 OCT 2018


Jangan lupa vote dan komentar ya setiap habis baca! Aku suka baca komentar kalian lho!

Kinan berdiri di depan ruang bea dan cukai di bandara Soekarno-hatta. Ia menunggu nananya menklaim jenazah owennya.

Kinan melihat sekelilingnya. Ia merasa asing ditempat itu. Ia merasa berbeda. Tiba-tiba Kinan merasakan gerah yang luar biasa. Ia mengenakan coat tebal dari Kanada sampai Jakarta, dan terpaksa harus membukanya.

Kinan hanya mengenakan baju lengan panjang bewarna hitam berbahan kaos dengan celana jeans hitam lengkap dengan sepatu boat yang selalu digunakannya di Kanada.

Kinan dan Jena berjalan menuju pintu kedatangan. Kinan merasakan tangannya berkeringat dingin. Jantungnya berdebar tak karuan. Matanya mencari sosok yang mungkin ia kenali.

Kinan salah tingkah. Ia memilih berjalan di belakang Jena. Tubuh nananya yang cukup tinggi bisa menutupi tubuh mungilnya. Kinan butuh waktu untuk menstabilkan rasa gugupnya.

"MAMA......." Suara seseorang berteriak. Kinan merasa asing dengan suara itu. Ia tak melihat jelas wajah orang tersebut. Hanya tangannya saja yang terlihat melingkar di punggung nananya.

Mungkin ini mama, batin Kinan.

"Ma, kenapa dengan papa? Papa sakit apa?" Suara itu disertai tangis.

"Sudahlah, papa kamu memang sudah tahu akan kepergiannya. Tak perlu ditangisi lagi. Dia sudah lebih tenang." Ucap Jena.

"Kinan, sayang?" Suara itu memanggilnya lembut.

Kinan kenal dengan suara itu. Sedikit perasaannya terasa bahagia ada yang memanggilnya. Kinan mengintip perlahan dari balik tubuh nananya.

Kinan melihat seorang lelaki berumur empat puluh lima tahunan dengan tubuh cukup tinggi dan berisi, rambut yang mulai menipis dibagian depan dan juga menggunakan kaca mata. Pria itu tersenyum penuh bahagia padanya dengan gigi yang tersusun rapi.

"Sayang?" Suara itu memanggilnya.

Ardina melepaskan pelukannya dan melihat ke arah mata suaminya.

Gunawan mendekat ke arah Kinan dan semakin dekat. Kinan mundur selangkah karena ia merasa canggung. Selama ini hanya bertelepon dengan papanya dan kali ini mereka bertemu layaknya ayah dan anak. Tapi perasaannya saat ini tak sama ketika saat bertelepon.

Gunawan merasakan matanya berair. Ia menangis bahagia. Tak pernah ia bayangkan hari ini terjadi.
Bagai ditimpa durian runtuh diatas rasa sedihnya. Gunawan senang bukan main.

Gunawan memegang kedua pipi Kinan lembut. Wajah Kinan yang dulu hanya sebesar telapak tangannya kinan sudah melebihi kedua tangannya.

Wajah itu mungil dan lembut. Kulit yang putih bersih, mata yang bulat, hidung yang tidak terlalu mancung dan bibir mungil itu tampak serasi. Sepintas Kinan memang mirip dirinya. Tapi jika diperhatikan semakin lama, anaknya terlihat seperti Ardina.

Gunawan memeluk erat anaknya. Ia merapatkan pelukannya hingga tak berjarak. Rasa rindunya yang teramat dalam selama ini seperti terbayar sudah. Bayi yang mestinya dulu ia rawat kini sudah di depan matanya.

Kinan terdiam sesaat waktu papanya memeluknya. Kepalanya seperti menyuruhnya menolak tapi tidak tubuhnya. Tangannya mulai terangkat dan membalas pelukan papanya. Kinan merasakan sesuatu yang hilang dalam dirinya kini telah kembali. Ia merasakan aliran darah yang hangat melaju menuju jantungnya. Mata Kinan berair. Ia bahagia.

Gunawan melepaskan pelukannya pada Kinan dan berkata, "Dulu sebelum kamu pergi papa pernah bilang, kalau papa akan jemput kamu. Walaupun cuma di bandara, kamu gak marah kan?"

Kinan's Life Story (SELESAI)Where stories live. Discover now