41; jaemin

3.9K 385 2
                                    

Sudah sering kamu mendengar Jaemin bertengkar, Jaemin terluka dan kamu tidak peduli pada banyak orang yang memberi perhatian pada pria tersebut. Selain itu, karena kamu memang tidak tahu siapa Jaemin sebenarnya.

Bel pulang sekolah berbunyi, kau masih membuat sebuah catatan di buku biologimu sedangkan semua siswa perlahan meninggalkan kelas.

"Huh, kenapa banyak sekali yang harus dicatat? Memaksa sekali! Aku kan sudah tahu semua ini. Kenapa orang lain bahkan baru tahu sekarang? Apa yang dipelajarinya selama ini?" Kamu menggerutu sambil menyelesaikan catatanmu dan segera pergi.

Kamu berjalan melewati koridor yang sepi. Tapi kamu mendengar sebuah suara ketika baru saja melewati sebuah kelas. Kamu tersadar dan berjalan mundur untuk melihat apa yang terjadi.

"Oh, ya ampun. Kekerasan apa lagi itu? Siapa lagi korbannya?" kamu tidak mau ikut campur dan melenggang pergi.

Mobil ibumu sudah terparkir di depan gerbang sekolah. Kamu segera masuk ke dalam mobil itu sambil mendengus lelah. "Ibu." Panggilmu.

Ibumu hanya diam sambil menyalakan mesin mobil. "Ibu selalu mengajarkanku untuk tidak ikut campur masalah orang lain kan? Kenapa?" tanyamu ragu.

Ibumu langsung menoleh, mendengus, kemudian kembali memandang lurus ke depan dan melajukan mobilnya. "Ibu takut kau akan jadi seperti ayahmu. Terlibat banyak masalah hanya untuk kebaikan orang lain itu tidak baik, sayang." Jawab ibumu sambil menyinggungkan senyuman.

"Apa ibu pernah menyesal ketika membiarkan sebuah masalah?" tanyamu lagi.

"Pernah, sekali. Ketika tetangga baru bercerita pada ibu bahwa dia dikejar seorang pria gila dan dia cemas saat itu. Ibu tidak peduli, tapi saat malam harinya, dia meninggal dalam keadaan yang mengerikan." Kata ibumu.

"Ah, kalau begitu, apa sebaiknya yang dilakukan?"

"Itu sebabnya ibu tidak banyak bergaul dengan orang-orang dan kamu juga jangan terlibat banyak hal dengan orang lain." Kata ibumu.

. . .

Pagi itu kau baru sampai di sekolah ketika bel telah berdering. Kau harus berdiri di depan kelas sambil mengangkat sebelah kakimu.

"Ehm." Kau mendengar seseorang berdehem. Kau menoleh ke kelas sebelah. Seorang pria berdiri sama denganmu di depan kelas. Kau tidak mempedulikannya dan melihat ke depan kembali.

"Hei, cantik." Pria itu malah menggodamu. Kau hanya melengos dan berdecak.

"Aku baru sekali melihatmu dihukum. Kenapa?" tanya pria itu, tapi kau tidak menjawab. "Kau tidak tuli kan? Padahal baru saja mendengarku berdehem." Kata pria itu lagi.

. . .

Akhirnya bel pulang berbunyi setelah sekian masalah yang terjadi di sekitarmu membuatmu sedikit stres. Kau pulang terlambat, dan melewati koridor yang sepi lagi.

Dan kali ini kau berhenti tepat di depan pintu yang terbuka. Seorang pria yang tidak asing di matamu sedang dipukuli dan banyak luka yang menghiasi wajahnya. Kau terdiam, kakimu terpaku dan matamu tak dapat berpaling.

Pria itu kesakitan ketika dipukuli perutnya. Kau terikut meringis merasakan kesakitan yang dirasakan pria itu. Dan saat pria itu menoleh ke arahmu tanpa sengaja, kau pun berpaling dan berjalan lagi. Tapi kau terhenti dan mencoba berpikir dengan jernih.

"Yak!!" kau berdiri di depan pintu sambil berteriak dengan tubuh gemetar. "Apa kau tidak merasa bersalah melakukan kekerasan seperti itu hah?"

Salah seorang pria berjalan ke arahmu. Kau merasa takut, tapi mencoba melawannya. "Kamu cantik ya, meskipun dadamu kecil."

nct • imagine✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang