53; winwin

2.5K 263 12
                                    

Kemarin kau memiliki tetangga baru yang rumahnya berada tepat disamping rumahmu. Dia lelaki. Hal yang bagus karena kau bisa meminta pertolongan kepadanya untuk hal-hal yang tidak bisa kau kerjakan.

Seperti saat ini, mengatasi keran air yang rusak sehingga airnya terhambar untuk keluar. Tapi, entah kenapa dia bukanlah orang yang asik seperti yang kau pikirkan.

"Wah, terima kasih! Beruntung aku memiliki tetangga sepertimu. Boleh aku meminta bantuan kapan lagi?" tanyamu sambil merekahkan senyuman lebar.

"Maaf. Aku cukup sibuk. Jadi, kalau kau sekiranya bisa melakukan sendiri, lakukanlah."

Namanya Winwin. Kau tidak tahu mengapa dia bersikap begitu dingin. Padahal kepada tetangganya sendiri. Kau pikir, kesalahanmu karena telah memanggilnya dalam keadaan sibuk.

Pada waktu berikutnya, kau harus memperbaiki engsel pintu masuk rumahmu. Kau tidak bisa melakukannya dan malah merusaknya. Pintu utama itu tidak tertutup dan kau harus berjaga di depan rumah sambil minum kopi semalam suntuk sebelum memanggil tukang di esok paginya.

Winwin marah padamu. "Seharusnya kau memanggilku. Mana bisa perempuan duduk di depan pintu sepanjang malam untuk menjaga rumahnya? Bodoh."

Sambil memakimu, dia memperbaiki pintu itu. Masa bodoh dia mengataimu seperti apa. Kau sudah sangat mengantuk dan tidak bisa menahannya. Sehingga membiarkan Winwin menyelesaikannya.

Terbangun dari tidur yang nyenyak di atas sofa, Winwin telah menyiapkan sarapan untukmu. Sarapan yang sangat lezat. Dengan secarik kertas yang ditinggalkan di dekat hidangan itu. Sebuah nomor telepon.

Kau mengirim pesan kepada nomor tersebut -yang kau kira adalah nomor telepon Winwin, sambil menyantap sarapan buatannya.

Kau yang memasak ini?

Sebuah balasan yang agak lama kau dapatkan. Saya tukang reparasi. Ada yang bisa dibantu?

Hampir saja makananmu tersembur keluar dari mulut. Kau pikir itu nomor Winwin yang bisa dihubungi sewaktu-waktu saat kau membutuhkan. Ternyata malah tukang reparasi yang siap membantumu ketika kesusahan.

"Ya, setidaknya ada yang bisa membantuku." Kau tersenyum kecut.

.

Malamnya, kau pergi ke rumah Winwin sambil membawa sepiring kudapan.

"Hai." sapamu terdengar canggung. "Kupikir, aku membuat banyak kudapan. Ini bukan sisa. Ini hanya lebihan kudapan yang kumasak. Jadi, jangan salah paham."

Kau mengaku begitu. Padahal memang membuatkan kudapan untuk Winwin dengan tulus hati.

"Terima kasih." katanya lalu menerima kudapanmu dan menutup pintu.

Kau berdiri di depan pintu dengan tatapan tidak percaya. Winwin membuka pintu lagi. "Maukah kau masuk dan menonton televisi sementara aku akan mengganti piringnya?"

Kau mengangguk dan masuk ke rumah itu. Rumah yang agak berantakan dibanding rumahmu. Sebagai rumah seorang pria remaja tunggal, rasanya ini wajar saja.

"Apa kau sudah bekerja?" tanyamu memecah keheningan.

"Ya. Aku bekerja di sebuah perkantoran. Tapi aku sering lembur di rumah. Aku tidak suka berada di kantor terlalu lama."

Setelah hari itu, kalian menjadi tetangga yang jauh lebih dekat. Menonton film bersama, menikmati kopi dan hujan saat senja bersama dan melakukan beberapa kegiatan bersama. Kalian saling membantu. Sudah seperti sepasang kekasih yang berbagi kehidupan.

"Aku akan pergi ke minimarket sebentar. Kau disini saja sambil menyiapkan beberapa bahan yang ada." katamu sambil bersiap meninggalkan Winwin.

"Boleh aku ikut saja? Ini sudah malam. Tidak baik jika kau pergi sendirian."

nct • imagine✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang