Aku Minta Jawaban

30 0 0
                                    

Hari terus berlalu dengan kestatisan hidup yang semakin tak menentu. Setiap hari Rabu, selalu saja datang telat karena malas yang tak karuan untuk berangkat. Mata kuliah manajemen menjadi salah satu ketertarikan dalam memandang infocus. Tidak. Hanya satu bab saja yang menjadi ketertarikan. Leadership. Menjelaskan soal kesejahteraan dan bersangkutpaut pada psikologis seseorang. Dimana ada 2 tipe leader dalam menjalani kepemimpinannya pada suatu perusahaan. Bersama grafik-grafiknya. Bersama teori para ahli juga. Aku tertarik karena pembahasannya menarik. Melihat para pekerja yang never stop to working dengan hasil yang tak sempurna dibanding dengan melihat para pekerja yang getting a reward and punishment . Dimana kesejahteraan pekerja amat sangat penting untuk mengukur grafik kualitas sebuah perusahaan. Dimana kebahagiaan jiwa seseorang amat sangat penting diperhatikan. Bab Leadership membahas soal karakter, cara, dan hal-hal kepemimpinan dengan komplit. Sederhananya, suatu wadah dan isi dari wadah tersebut akan baik jika dipimpin oleh pemimpin yang baik. Begitu juga dengan keluarga. Pemimpin yang baik akan menghasilkan content rumah yang baik pula, pastinya dengan pewarnaan yang pas oleh si content rumah itu sendiri, yah, istri maksudnya. Suami yang bisa memimpin istri dengan baik, akan menjadikan istri mampu mendidik anak-anak yang baik pula. Begitulah kiranya. Haha aku jadi sangat memfavoritkan bab leadership. Walaupun cakupan materinya amat sangat luas.
Takdir-Nya, bab itu menjadi bagian dari presentasi kelompok Arka. Dengan wajahnya yang teduh dan nadanya yang seperti bapak-bapak dosen, menjelaskan apa yang ada di dalam power pointnya. Aku tak memandang Arka dengan penuh, karena setiap Arka maju ke depan untuk presentasi ataupun bicara soal kelas, ia selalu terlihat gugup. Penyelesaian materi diakhiri dengan 4 buah pertanyaan. Aku segera menangkat tangan untuk bertanya. Begitulah, materi yang menurutku menarik, membuatku aktif untuk bertanya. Walaupun kelompok Arka yang akan menjawab. Kelompok tersebut berisikan 3 anggota. Laki-lakinya hanya Arka seorang. Mata kuliah yang hanya 2 sks memiliki waktu sempit sekali untuk presentasi. Paling hanya 1 kelompok 1 pertemuan. Karena bab Leadership ini sangat banyak materinya, waktunya terbuang banyak untuk presentasi. Dan hanya sempat menjawab 2 pertanyaan dari audiens. Dosen tersebut bilang, 2 pertanyaan yang belum terjawab akan dijawab minggu depan sebelum kelompok presentasi yang selanjutnya maju ke depan. Ah, kesalnya, pertanyaan ku termasuk salah satu pertanyaan yang belum sempat terjawab.
Sampai rumah, materi itu kubaca lagi lebih detail. Kemudian termenung memandang langit Senja menuju adzan maghrib berkumandang. Kulihat dari kaca kamar yang memancarkan warna oranye di bagian sudut barat bumi ku berpijak. Akankah impian ku masih bisa kuraih? Akankah begini rasanya ketika memasuki jurusan yang mata kuliahnya penuh bacaan? Membaca ulang materi yang telah dipelajari, menggaris tulisan dengan tinta stabilo berwarna kuning pada setiap lembaran yang telah terbaca, hati tenteram karena sangat ingin tahu apa yang tertulis dalam buku. Sederhananya, benar-benar ingin tahu sebuah ilmu. Sayangnya, hanya bab leadership lah yang membuatku rajin dan begitu semangat dalam mempelajari.
Minggu depan, sang dosen sibuk dengan mahasiswa yang sedang bimbingan. Sehingga lupa untuk menyuruh kelompok minggu kemarin menjawab pertanyaan. Yap. Pada akhirnya, pertanyaan ku tidak terjawab. Begitu juga pertanyaan kawanku yang belum terjawab. Kesal. Kau tau kan rasanya menunggu? Menunggu yang belum pasti? Iya. Tidak enak rasanya. Karena aku butuh sekali jawaban itu, akhirnya kutanyakan pada kelompoknya secara personal. Yah itulah aku. Yang akan sangat semangat jika memang aku benar-benar berniat mencari ilmunya. Ingat. Bukan karena Arka yang menjadi salah satu anggotanya. Itu…hanya kebetulan saja. Seperti saat mata kami bertatapan secara langsung, ya, hanya kebetulan saja. Kemudian aku bertanya pada kawanku yang ada di kelompok tersebut.
Aku : “Rat, pertanyaanku udah dijawab belum? Aku minta jawabannya dong. Buat catetan hihi”
Ratna : “pertanyaan Rara yak? Itu bagian si Arka yang jawab Ra. Kemaren aku sama Tika udah jawab soalnya. Coba dah tanya si Arka, dia udah jawab kayaknya”
Aku : “ee…ee..kamu aja Rat yang nanya, aku gak enak nanya nya”
Ratna : “ya ampun, gitu deh ah malu-malu. Hahahaha nanti aku tanya deh, kayaknya tadi dia keluar deh shalat ashar”
Aku : “sip, nanti kabarin aku ya. Kamu tulis apa gimana jawabannya?”
Ratna : “ditulis Ra, tapi gatau dah si Arka. Dia mah diem-diem aje sih. Gini Ra, mendingan lebih baik nih ya lebih baik, kalo kamu aja yang nanya langsung sama Arka. Tanggung jawab dia soalnya. Cuma dia kan yang belum jawab pertanyaan. Pertanyaan kamu lagian agak rumit, makanya gak aku pilih wkwkwk terus si Arka diem aja, pas ditanyain mau jawab punya siapa, dia nunjuk nama kamu. Makanya nanya langsung ke dia aja ya Ra, hahaha” . Ratna menjelaskan panjang lebar dengan nada meledek didalamnya.
Aku : “heuuuu harus punya kerjasama yang baik dong dalam berkelompok.” Ku cubit pipi Ratna dengan kencang.
Ratna : “adaaaahhhhh sakit Raaaaa”
Kemudian aku berlari ke arah mushola untuk shalat, hihiihi dan Ratna mengejarku. Sekalian wudhu bersama.

Selesai shalat ashar, aku kembali ke kelas untuk mengambil tas. Ratna dan sebagian kawan-kawan lain sudah pulang duluan. Dwi dan Rani yang biasanya ke parkiran bersamaku, mereka juga pulang lebih dulu karena Dwi dijemput sang Ayah, dan Rani ditunggu adiknya. Aku melihat masih ada beberapa anak di dalam kelas yang sedang diskusi untuk presentasi hari Kamis. Ada juga yang sedang sibuk browsing untuk tugas makalah mku. Ada yang bahkan sedang main game dengan teriak-teriak seperti kamar sendiri. Dan ada satu orang yang sedang sibuk membaca buku entah judulnya apa. Atau menulis atau apa aku tak tau. Yang jelas kulihat ia sedang duduk dekat papan tulis menunduk sambil memegang buku. Aku berpamitan pulang seperti biasa. Dew juga masih di kelas sambil mengedit bahan presentasi kelompoknya. Satu persatu kutemui untuk berpamitan. Tidak untuk Arka. Berakhir salam di dekat pintu keluar. Dan setelah beberapa langkah, aku mundur kembali ke pintu kelas
Aku : “Arka, pertanyaan ana udah dijawab?” Aku bertanya di depan pintu karena sejajar dengan posisi Arka yang tengah duduk di kursi depan papan tulis.
Arka : “eeuu? Eeuuu , ooh itu… itu…. Itu… apa… kertasnya…. masih ada di……………” katanya sambil menunjuk ke arah tas, entah tas siapa. Kulihat ia amat sangat grogi saat aku bertanya. Ah bodohnya. Langsung saja ku potong…
Aku : “oh yaudah kalau udah dijawab, line aja ya Ka”
Arka : “eu…oh…oh iya, Ra” wajahnya tersipu malu.
Niatku pure ingin benar-benar tau jawabannya. Tapi seharusnya tak senekat itu. Kulihat wajah Arka memerah dan kelu bicara. Teman-teman yang masih ada di dalam kelas melihat kami penuh tanda tanya. Akhirnya aku kembali berjalan maju menuju parkiran. Sepanjang koridor, aku mendengar ledekan yang amat puas dilontarkan oleh kawan-kawanku yang masih ada di dalam.
“ciaaaa Arka….diajak ngomong sama Aira”
“ah, si A’a jadi gugup gitu ditanyain sm anu”
“hahhahhahaaha gua ngakak liat muka lu”
“tuh Ka, doi minta jawaban Ka”
Esoknya, Dew menceritakan, bahwa Arka benar-benar tersipu malu saat aku pulang kemarin. Kenapa musti malu? Padahal itu tugasnya untuk menjawab. Dan hari-hari berikutnya, jawaban itu tetap tidak ada.




***

Di Atas Cintaजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें