Kalau Salah, Salahin Aja Ya

35 1 0
                                    

UTS telah berlalu lama, bulan hampir saja berganti menuju musim liburan. Rasanya cepat z ya. Baru juga masuk kuliah, tiba-tiba sudah selesai UTS saja dan sudah tercium wangi-wangi soal UAS. Aku tidak pernah memikirkan sekalipun bagaimana nilai UTS yang akan kudapat. Usai UTS justru malah semakin semangat mencatat. Pastinya mata kuliah yang aku favoritkan saja. Seperti pengantar pendidikan, agama islam, dan manajemen. O ada satu lagi, pengantar bisnis. Ya, hanya itu yang aku usahakan dengan baik. Mencatat segala materi yang telah dipelajari. Menyenangkan karena semuanya bacaan. Aku ingat, bahkan ketika dosen memaparkan apa saja yang harus ditinjau sebelum membangun bisnis, aku menyalakan sound sampai 1 jam lamanya. Agar di rumah bisa kudengarkan ulang materi tersebut. Yang jelas materi yang benar-benar aku niatkan untuk belajar hanyalah materi yang berisikan banyak bacaan. Akuntansi?dan yang lain-lain? Aku pasrahkan. Bahkan bukunya tak pernah kusentuh sedikitpun.
Tiktoktiktok…jam dinding terus memutarkan jarumnya. Saat itu sudah mulai sore. Sekitar pukul 4 sore, mata kuliah masih berlangsung lama. Jika menyesuaikan jadwal, seharusnya pukul 17.15 mata kuliah sudah selesai. Tetapi, saat itu dosen sibuk rapat dan yah, kelas menjadi tak jelas. Hanya menunggu dosen tersebut. Bahkan izin shalat saja sulit. Bagaimana jika tiba-tiba dosen masuk kelas di saat kami sedang shalat? Ah seharusnya aku lebih takut pada Tuhan. Saat itu, aku berpikir jika pukul setengah 5 sore sang dosen belum juga hadir, aku akan nekat shalat tanpa izin. Sebenarnya, shalat tak perlu izin dari manusia kan? Shalat adalah kewajiban untuk berkomunikasi dengan Tuhan kan? Benar saja, tidak lama kemudian tepat pukul setengah 5 sore, dosen masuk ke dalam kelas. Membawa 2 amplop besar berisi kertas ujian. Semua mata mahasiswa tiba-tiba saja menatap penuh pada amplop tersebut. Nilai? Bagaimana dengan nilainya?
“Ibu masih rapat, jadi tolong ya kalian koreksi ujian ini. Jawabannya tulis di papan tulis ya mbak, tolong”
Katanya sambil memberikan spidol kepada kawanku yang duduk di depan. Ah setiap mata kuliah dosen itu berlangsung, aku tak pernah berani duduk di depan. Selalu di bagian tengah atau belakang. Aku ingat betul saat itu duduk di kursi belakang bagian pinggir. Tak lama jawaban ujian dibagikan. Jelas, dibagikan bukan pada orang yang bersangkutan. Saat itu aku terdiam menunggu jawaban yang akan aku koreksi. Ilham membagikan jawaban tersebut, terakhir adalah aku. Saat Ilham membagikan kertas itu padaku, kondisinya aku sedang minum air putih dari botol Tupperware, dan saat aku lihat namanya… hampir saja aku tersedak air yang sedang ku telan. Aku…mengoreksi kertas jawaban Arka. Bertuliskan nama yang miring-miring lucu, Muhammad Arkarna Azfar. Aku diam saja. Tapi, kenapa jadi deg-degan seperti ini?
Anak-anak yang lain sibuk mencari namanya. Aku diam saja di belakang. Biasanya kalau ada yang mengoreksi nama kita, pasti dia akan bilang “eh punya lu di gua nih”. Tapi ini, kok tidak ya? Ku ambil kertas Arka, berjalan mengitari teman-temanku di depan. Namaku kok tidak ada? Ah ini siapa yang mengoreksi? Bukan khawatir siapa yang mengoreksinya sih, aku hanya khawatir kertas ku hilang. Mati saja! Ini kertas jawaban UTS. Dimana nilai UTS 40% menjadi perhitungan. Aku kembali ke tempat duduk. Mengoreksi kertas Arka menyesuaikan hitungan yang ada di papan tulis. Kesalnya, aku masih kepikiran dimana kertas jawabanku berada.
Rani : “Ra, lu ngoreksi punya siapa?”
Aku : “kamu ngoreksi punya siapa?”
Rani : “si Mia, lu?”
Ah, ternyata bukan Rani yang mengoreksi.
Aku : “punya cowok. Ran, liat deh samping kamu. Ada kertas aku gak?”
Rani : “gak ada, ih punya lu bagian barisan sono kali Ra”
Dwi : “lu ngoreksi punya siapa emang?” sambil intip kertas ku. “Cyaaaaa” tatapnya meledek.
Aku : “eh Wi, punya aku dimana iniiii jangan-jangan gak ada lagi”
Dwi : “tenang bos…jangan panik. Soalnya ini tuh kayak tukeran gitu Ra sama barisan kanan. Kita ngoreksi barisan kanan. Punya gua aja dikoreksi sama Aldi. Berarti punya lu di barisan itu.”
Tapi kok…diam-diam saja? Ah u know lah. Seperti anak SMP yang heboh mondar-mandir sana-sini ketika mengoreksi tanpa ada dosen yang memantau. Aku memutuskan untuk diam saja. Tiba-tiba Ilham menghampiri mejaku.
Ilham : “Ra, ngoreksi punya gua gak?” tanyanya sambil menatap nama kertas yang kupegang.
Ilham : “yah, punya gua dimana yak”
Aku : “eh Ham, wait…tadi kamu liat nama aku gak?”
Ilham : “liat, di siapa ya…lupa…”
Aku : “anak cowok bukan? Tanyain Ham ke anak cowok, kertas ku ada gak di mereka?”
Dewi : “Ham……gue periksa punya lu”
Ilham : “weh Dew, thank u…jaga baik-baik kertas gue”
Dewi : “sip”
Ilham : “bentar Ra, kayaknya punya lu di anak cowok. Si Arka kali ya? Ka…..” Ilham memanggil Arka tepat di depan kursiku. Dan Arka yang duduk di pojok paling belakang sederet dengan kursiku langsung menengok.
Ilham : “iniii…*menunjuk aku* lu ngoreksi punya siapa?”
Arka : “*menunjuk aku*”
Ilham : “terjawab sudah hahahaha gua numpang ya Ra duduk di depan lu”
Aku : “makasih ya Ham” kata ku berbisik
Ilham : “besok-besok tanya langsung sendiri ya Ra hahahaha” katanya meledek.
Kesal. Berarti saat aku berputar mengelilingi kertas teman-temanku, Arka melihatnya? Tanpa memberitahu bahwa dialah orang yang mengoreksi kertas jawabanku? Mengingat bagaimana ekspresinya saat ia menunjukku, dengan wajah malu dan lisannya yang kelu. Kenapa bisa samaan begini? Aku mengoreksi punyanya, dan dia mengoreksi punyaku.
Tenang rasanya setidaknya kertas jawabanku aman. Aku mengoreksi sambil menyipit dari kejauhan. Tulisan temanku kecil-kecil sekali. Tak lama kemudian ada laki-laki dengan pakaiannya yang rapih, perlahan berjalan di depanku. Dengan mengintip kertas tanpa ada suara sedikitpun. Tiba-tiba ia menjejakkan jemarinya di kertas yang sedang aku tulis. Aku terkejut dan langsung mendengak ke atas. Kemudian ia tersenyum dan berjalan kembali ke belakang. Manusia ini? apa-apaan? Ya. Itu Arka. Ia kembali duduk dan mengoreksi kertas jawabanku. Aku kebingungan dengan sikapnya yang super aneh. Tapi…menggemaskan.
Tak lama, ia kembali menghampiri kursiku.
Arka : “Ra, kalau salah, salahin aja ya”
Aku : “euu..hah?” kataku sambil kaget, ia datang tiba-tiba bersama suaranya yang juga muncul secara tiba-tiba.
Arka : “itu…kalau misalkan ada yang salah, salahin aja. Jangan dibenerin”
Aku : “oh?tapi ini ana udah terlanjur tulis jawaban yang benernya disamping? Gimana? Ana hapus?”
Arka : “oh aturan gausah ditulis jawaban benernya, tapi gapapa”
Aku : “punya ana ditulis gak jawaban benernya?”
Arka : “belum, ini nomer ini salah kan?” ia mendekat ke kursiku. Dan kami seakan benar-benar sedang diskusi soal jawaban. Bagaimana tidak? Kertas jawaban kami hanya ditukar. Akhirnya kami saling menunjukkan kertas jawaban masing-masing. Arka baru saja mengoreksi sampai nomer 2, sedangkan aku sudah sampai nomer 3.
Dwi : “eh lu ngapain?” Dwi melihat kami sedang diskusi berduaan. Kemudian Dwi melihat kertas yang kami pegang. “oalaaahhh ternyata….” Dwi kembali ke tempat duduk sambil senyum-senyum. Kondisi kelas amat sangat amburadul. Hihihi.
Kami membungkam. Kemudian melanjutkan…
Aku : “oh ini, ana salah. Antum juga salah nih hasilnya. Tapi caranya bener. Ini nilainya jadi gimana?”
Arka : “iya itu salah, setengah mungkin. Ditandain aja Ra”
Aku : “itu juga salah Ka, hasilnya sa………………” *sambil menunjuk kertas jawabanku yang dipegang Arka.
Arka : “lah? *sambil menandai tanda silang disamping hasil* tapi caranya bener… *menandai tanda centang disamping cara*.”
Arka : “pokoknya kalau salah, salahin ya, jangan dibenerin” dengan nada kalemnya, ia bangun dan kembali ke kursinya.

Setengah jam berlalu. Sudah pukul 5 sore. Belum shalat ashar pula. Jumlah benar jawabanku sama dengan jumlah benar jawaban Arka. Kami hanya berbeda letak salahnya. Aku salah di nomer 4, ia salah di nomer 5. Kemudian dikumpulkan dan aku segera melaksanakan shalat. Untunglah, mushola berada di lantai yang sama dengan ruangan yang sedang kami duduki. Aku, Rani, Dwi berwudhu bersama. Disusul teman-teman yang lain. Karena ternyata, hari itu kami hanya mengoreksi UTS saja.


***

Di Atas CintaWhere stories live. Discover now