LIFT HORROR

21 0 0
                                    

Usai melipat mukena, kupandang langit yang mulai gelap dari kaca lebar di gedung tersebut. Berdiri sekian detik sambil mengabadikan langit tersebut dalam memori hape. Kemudian aku ikut menimbrung di lantai bersama para perempuan lain. Kami bermain game kekanakan yang mengasyikan. Bernyanyi secara estafet mengikuti kata terakhir diucapkan. Tertawa bersama sambil bergandengan membuat lingkaran. Ketika semua anak-anak selesai shalat, Akbar bangun dan menakut-nakuti seluruh kawan soal kejadian horror yang entahlah benar atau tidak. Akbar memang anak yang iseng. Kami semua bangun dan segera mengangkat tas untuk turun. Hari mulai gelap, saat itu adzan maghrib hampir setengah 7 malam. Kulihat jam tangan, masih menunjukkan pukul setengah 6 lewat 5 menit. Aku kabur pertama dan memencet tombol lift. Gedung itu memang sepi. Bukan gedung untuk belajar, tapi gedung untuk rapat atau acara seminar. Hanya dosen satu inilah yang selalu suka menyuruh mahasiswanya belajar di gedung yang sepi ini.
Kemudian yang lain ikut berbondong-bondong di belakang ku menunggu pintu lift terbuka. Ya. Gedung ini memiliki lift yang horror. Lift inilah yang menjadi bagian keparno-an ku saat Jum ‘at pagi beberapa waktu  lalu. Bahkan temanku pernah telat 30 menit karena terjebak di dalam lift ini sendirian. Sebenarnya gedung ini baru saja direnovasi, karena beberapa tahun silam sempat terbakar dan meruntuhkan banyak sisi. Ya, kurasa saat itu hanya kelas kami yang tersisa di dalam gedung. Lampu sudah dimatikan dan untunglah lift masih dioperasikan.

O, pintu lift terbuka. Aku segera masuk pertama dan berdiri didekat tombol lift berada. Kemudian yang lain menyusul masuk ke dalam lift. Lift hanya menampung maksimal 17 orang. Sedangkan kami lebih dari 17 orang yang belum pulang. Saat Rama masuk, pintu lift berbunyi. Pertanda bahwa lift tak lagi muat. Hihi. Semua teman-temanku tertawa.
“Eh ya Allah, lu masuk langsung bunyi”
“gak muat eh, badan lu gede Ram”
“hahahaha ngakak gue”
“eh gue horror eh ini sampe bunyi”
“eh yang cowok mendingan lift sebelah dah”
“lift sebelah mati woi”
“demi apa? Eh udah eh takut keburu dimatiin”
“mending yang cowok, kloter 2 dah”
“eh cowok mulu anjir yang diusir”
“ngakak ya Tuhan”
“eh Akbar, lu mending keluar dah. Ada lu jadi bunyi nih”
“eh gue ngeri ambruk”
“Gue nyempil ah, ngeri”
“engga mending gini dah, bagi 2 kloter”
“gue kloter ke 2 deh ah, horror anjir”
“gue juga dah”
Ramai sekali kondisi di dalam lift. Aku terdiam sambil menahan tombol pintu lift agar tetap terbuka. Kulihat Arka masih berdiri tenang di luar, menghadap kami dan tersenyum kecil karena melihat teman-teman yang kepanikan. Rama yang badannya agak gemuk menjadi bahan pembullyan. Hahaha. Untunglah pada akhirnya beberapa laki-laki keluar ditambah Dewi yang juga ikut keluar menjadi kloter ke-2. Dew sengaja keluar supaya laki-lakinya peka untuk mendahulukan perempuan. Tetapi Akbar tidak mau ikut keluar, ia ngeri dan ingin cepat-cepat turun ke lantai pertama. Sekitar 5 anak keluar dari dalam lift. Kami bergantian.
Saat ingin kututup pintu lift, tiba-tiba Arka yang daritadi berdiri di luar dan yang kukira akan mengikuti kloter ke-2, langsung masuk dan berdiri tepat disampingku. Kau tau? Lift itu memiliki desain memanjang yang dimana isi 12 orang harus agak sedikit mendempet orang sebelah.
“eh si Arka, pinter bat diem-diem masuk”
“lah Ka, curang luuuu…laki-laki kloter ke-2 eh”
“wah Ka…lu gak se…….” belum sempat dilanjutkan, Arka langsung memencet tombol tutup pintu lift. Sambil tersenyum mungkin pertanda tertawa. Kemudian Akbar yang menyempil dibagian belakang langsung menyeletuk,
“wah Arka yeeee….”
Sungguh saat itu aku tidak bisa berkonsentrasi sama sekali. Dalam artian, aku tak bisa menengok ke belakang ataupun ke samping. Tubuhku benar-benar berada di samping Arka persis. Yah walaupun setiap hari Kamis yang lalu-lalu kami sering bersampingan, tapi saat itu aku benar-benar merasakan sesuatu yang berbeda. Kerudungku menempel pada kemejanya Arka. Ah benar-benar dekat sekali. Bahkan saking dekatnya, aku bisa bertopang dagu di bahunya. Aku bahkan tak konsen pada suara kawan-kawanku. Rasanya seperti hilang pikiran. Kenapa harus berdiri di sampingku? Mungkin karena yaa…lift penuh. Tapi kenapa ia tiba-tiba masuk ke lift? Dimana teman-teman mengira ia akan ikut kloter ke-2? Sungguh seorang Arka adalah seorang laki-laki penuh kemisteriusan. Dan… keanehan. Seperti saat ia tersenyum ke arah kursiku ketika handphone nya ku letakkan di dalam buku tulis. Aku tertunduk diam. Dan berpikir, baiklah ini hanya sampai lantai 1 saja. Tidak apa-apa. Ah mungkin kalau posisinya aku tak di dalam lift, aku bisa saja kabur menjauh dari posisi horror seperti ini. Lift ini benar-benar horror. Hihi
Sekitar 1 menit saat pintu lift tertutup, lift tersebut diam dan tak berjalan sama sekali. Aku termenung bahkan tak sadar kalau lift tak berjalan. Saat kawan-kawanku menyebut namaku, aku baru tersentak.
“kok lama sih?”
“emang agak lama kan lift disini mah”
“iya, gue jadi inget pas gue kejebak disini setengah jam”
“sumpah horror bat lu waktu itu”
“mana bu anu udah dateng lagi”
“eh sumpah dah, apa cuma gua yang horror?”
“iya eh ini ga jalan”
“tuh kan gue bilang apa”
“Bar, kalo gak gegara lu sumpah ya ini ga bakal horror”
“lift ini kan terkenal horror njir”
“jangan bilang gitu eh parah”
“kalo kejebak gimana? Liat sinyal dah, ada sinyal gal u?”
“eh demi ya. Ini lift kaga jalan. mending kita keluar dah, pencet tombolnya dah”
“Ra…buka dah Ra”
“EH TUNGGU. LIAT DAH SI RARA”

Aku tersentak saat namaku dipanggil.
“eh iya, apa?” tanya ku setengah sadar.
“LANTAI 1 NYA BELUM LU PENCET RAAAAAA…..USETTTTT”
“YA ALLAH KOK GUE NGAKAK”
*aku menengok ke belakang dengan sekilas melihat wajah Arka tepat disamping kiri ku. Arka melihatku saat menengok. Arka tersenyum sambil berbisik “tombolnya belum dipencet” kemudian menunjuk tombol lift.
“EH ASTAGHFIRULLAH, MAAF MAAF” kataku sambil menekan tombol 1 dan menunduk malu.
Kemudian lift berjalan turun.
“Raaaa….fokus Ra….”
“aduhhhh, Ra jangan grogi gitu”
“ini gegara ada si Arka nih”
“santai Ra santai jangan deg-degan”
“aduhhhh Arkaaaaa”
“ngakak gue, lu udeh pada horror-horroran coba”
“lift kaga nyala pas udeh mau malem begini. Gimane ga horror”
“padahal si Rara grogi sampe lupa mencet, ngakak”
“hahaha tapi kan gimane ye, lift disini emang beneran horror guys, lu gatau kisahnye?”
“AKBAR!!!!” semua berseru kepada Akbar. Hahahaha Akbar memang super iseng. Ia yang menakut-nakuti kami, padahal ia sendiri juga amat takut sampai menyempil dibagian belakang.
Aku tertunduk malu. Ah super malu. Aku melihat ia berbisik dan menunjuk tombol lift tadi. Itu…rasanya benar-benar super. Bukan hanya deg-degan berada disampingnya bahkan melihat senyumnya langsung dari dekat, tapi juga karena kejadian lupa pencet tombol lift. Dengan kejadian itu, jadi terlihat bagaimana gugupnya aku. Dimana saat itu, pikiranku melayang-layang entah kemana, sampai tak terpikirkan untuk pencet tombol lift. Padahal yang benar-benar didekat tombol lift itu aku. Sungguh, benar-benar lift yang horror. Hihi

***

Di Atas CintaWhere stories live. Discover now