BOCOR

18 3 0
                                    

Hari terus berlalu, detik terus berjalan memutarkan jarum jam. Jangan tanya apakah aku sudah nyaman atau belum. Karena jawabannya jelas belum. Terburu-buru berangkat pagi karena di jam sorenya, kelompokku akan presentasi. Yap. Presentasi paling menyeramkan. Membahas kurva yang begitulah. Dengan dosen tergalak sepanjang jaman. Haha hiperbola. Tapi memang begitu kenyataannya. Kelompokku sengaja datang pagi untuk bisa diskusi dulu sebelum presentasi dimulai. Betapa paniknya kami karena persiapan kami belum sampai 50%, ditambah mata kuliah lain yang tugasnya seabrek-abrek. Aku berangkat dengan kecepatan 60km/jam. Setidaknya waktu ini tidak boleh terbuang sia-sia. Kau tau? Secepat apapun km/jam yang kau lalui, tetap saja tiba di jam yang sama. Karena macet ada dimana-mana. Kesal. Sekitar setengah perjalanan lagi tiba di kampus, motorku oleng. Kulihat ban motorku kempis. Segera ku pompa dipinggir jalan. Untunglah tukang isi ban sudah buka jam segitu. Kemudian melanjutkan perjalanan. Dan sekitar 20 meter kemudian, motorku kembali oleng. Dan benar saja. Bukan hanya kempis. Tapi juga bocor. Ah beruntung yang amat sangat. Karena sekitar situ ada tukang tambal ban, meskipun aku harus menyebrang jalan besar yang penuh dengan truk-truk jumbo. Pada akhirnya aku telat 1 jam dari jadwal diskusi kelompok.
[“Raaaaa dimana?”]
[“kejebak”]
[“eh kejebak dimana?”]
Kemudian tiba-tiba sinyal hilang. Arghhhhh sedang urgent. Kulihat bbm bisa mengirim pesan. Sayangnya hanya Dwi temanku yang punya bbm. Ku kirim sebuah foto bahwa ban ku benar-benar bocor.
[“iye Ra tenang, si Caca di perpus. Ini lagi pada di perpus semua malahan”]
[“oh iya? Syukuuuurrr Alhamdulillah. Lantai berapa?”]
[“lantai 5, cepetan yak. Tugas matematika ekonomi banyak banget ini. lu udah?”]
[“belooooommmm”]
[“dikumpulin jam 11 coba, si Malik gak mau nego sama dosennya. Ngeselin ga si”]
[“dan sekarang jam 9….aku belum samsek. Udah deng tapi masih rancu. Plis itu soalnya banyak beud Wiiiiii”]
[“yaudeh makanya pas udah kelar langsung otw kampus. Lu nambel dimana dah?”]
[“di flyover Wiiii”]
[“dekeettt 10 menit juga sampe. Belum sama lampu merah sih itu juga.”]
[“10 menit belum sama 5 lampu merah Wi:”)))))”]
[“sabaaaarrrr…ditungguin kok:”””)”]

Dan sorenya, presentasi. Rasanya ingin acak-acak rambut. Karena hari ini aku full mengerjakan tugas dan presentasi mata kuliah yang amat ku benci.
Akhirnya tibalah di kampus. Melihat parkiran sudah penuh. Heuheu. Aku sampai pukul 10. Dengan kebut-kebutan pastinya. Kemudian membuka helm dan Arghhh saat ku angkat, tiba-tiba saja capitannya tersangkut pada jarum pentul yang kukenakan dipinggir jilbab dekat telinga. Kesusahan dan lagi-lagi buang waktu hanya untuk melepaskan capitan helm. Sampai akhirnya benang kerudungku mengkerut bagian samping kanan. Ah yasudahlah. Aku berlari menuju perpustakaan univ. menaiki lift yang aku lupakan bahwa aku pernah merasakan lift horror sepanjang masa. Mungkin karena panik, jadi tak ingat kejadian beberapa waktu lalu. Lantai 5 adalah lantai khusus diskusi para mahasiswa. Hhuuuaah. Rasanya capek sekali. Sesampai disana, aku duduk dan langsung membuka buku. Bahkan haus sekali rasanya. Untunglah Tupperware ku tidak terlihat oleh penjaga. Hihi. Kemudian kami berdiskusi di meja besar. Kelompok kami hanya 4 orang. Tapi materi ini sulitnya ampun-ampunan. Temanku yang jago mata kuliah ini saja tidak paham dengan materi kelompokku. Dari 1 bab ada 1 materi yang benar-benar tak kami pahami sama sekali. Kami berniat untuk menskip. Tapi pasti ketahuan oleh sang dosen. Rasanya botak sekali untuk bisa mengerti kurva yang satu itu. Di sela-sela diskusi, datanglah kawan-kawan lain yang ikut duduk di situ. Mereka sambil mengerjakan tugas yang akan dikumpulkan pukul 11. Ah!lupa!tugasku belum kelar. Dengan kedatangan kawan-kawan yang lain, akhirnya aku ikut mengerjakan walaupun pada akhirnya menyalin punya kawan. Dwi duduk disampingku. Kami berkumpul di meja itu. Dan diskusi di skip untuk mengerjakan tugas matematika. Sambil mengerjakan sambil berbincang. Walaupun aku tak ikut dalam perbincangan, aku tetap mendengarkan. Hingga tugas selesai dan sang PJ datang menghampiri.
“tugas woi tugas”
“eh parah ya Mal, jahat lu”
“tau ih. Ini tuh tugas banyak banget ya. Gue ampe 2 lembar polio coba”
“lu nego kek, ntar sore aja ngasihnya”
“iya biar nyantai dikit gitu Mal”
“begini ya temen-temen, kenapa gua gamau nego ke beliau? Karena hari ini beliau gak masuk lagi. Jadi gimana ya. Udah surga loh 2 minggu gak belajar. Beliau nyuruh jam 11 dikumpulin, dan dengan disiplin lah sebagai bentuk tengkyu kita ke beliau.”
“lah emang gak masuk lagi hari ini?”
“terus yang udah ngumpulin ke elu berapa orang?’
“beliau ada acara hari ini. dan gue baru aja menghampiri kalian. Jadi, tolong dikumpulin” katanya sambil nyengir
Kami menyerahkan tugas kami ke Malik.
“jadi kita hari ini Cuma ada kelas sore?”
“yomz. Eh kelompok siapa yang presentasi?”
“ini…” *Vina menunjuk kami*
Malik melotot horror. Haha. “siap-siap genk”
Baiklah. Setidaknya kita punya waktu beberapa jam untuk bisa kembali berdiskusi.
“oiya terakhir, semua ke gedung dulu ya. Absen. Pokoknya yang gak ke gedung gak gue absen ye”
“absen disini aje”
“absennya disono cakeup. Gaboleh dibawa keluar gedung kan”
“mager battttttt suer”
“yaudah jam 12 ya?”
“siip”

Kemudian kelompokku kembali berdiskusi.
Rama : “gini deh, mendingan kita gladi resik dulu. Penjelasan dimulai dari Rara. Materi lu, materi awal kan, Ra?
Aku : “iyap. Yaudah berarti nanti muter ya. Menyesuaikan materi masing-masing. Buat latihan plus pelajaran buat kita juga. seenggaknya kita paham materi dari masing-masing yang ada di kelompok kita”
Caca : “cakeup. Mulai Ra”
Fifi : “sip..lebih baik kayak gini”
Kemudian aku menjelaskan materiku sambil menatap mereka. Seakan mereka seperti anak-anak SD yang sedang private. Ah rindu! Apakah impianku masih bisa diraih?

Sepanjang penjelasan materiku kepada kelompokku sendiri, yang lain juga ikut mendengarkan. Bahkan ada Arka yang duduk di samping Rama. Yah, didepanku tapi agak ke sebelah kanan. Ia mendengarkan sambil menunduk, melihat buku. Entahlah ia mendengarkan atau tidak. Dan mungkin saja beberapa kali melihatku menjelaskan. Mustahil rasanya kita belajar tanpa melihat orang yang sedang memaparkan. Benar bukan? Pasti aka nada beberapa kali pandangan yang tertuju pada siapa yang sedang bicara. Meskipun memandang bukan karena memang sengaja ingin, tapi karena gerak reflek. Tak lama mereka berisik entah meledek apa. Aku tidak terlalu fokus karena sedang menjelaskan kepada kawan sekelompokku. Aku tersentak saat ada yang menyebut “Oh kerudung pink ya, Ka?”
Semenjak dengar kalimat itu, aku jadi sedikit buyar. Kemudian ku tengok Akbar yang juga sedang tertawa. Saat mata ini berusaha melihat keadaan Arka, Arka malah balik menatap dengan senyum sederhananya yang terpampang. Senyum itu untuk merespon kawan-kawanku. Dan aku kembali fokus pada bahan presentasi. Begitupun Arka, yang juga ikut menyimak disana. Benar begitu keadaannya. Kami hanya diam membisu. Tapi tak bisa dipungkiri bahwa jarak kami tak akan jauh. Karena kami satu kelas. Dan Arka adalah sosok penting dalam kelas.
Penjelasan selesai, kami menuju mushola untuk shalat. Dan berlanjut ke gedung belajar walaupun telat. Kesana hanya untuk absen. Jarak gedung dengan mushola memang dekat. Tapi menunggu liftnya yang membuat kami malas bergerak. Tidak mungkin pakai tangga darurat, karena kelas kami ada di lantai 10 paling atas. Entahlah saat itu aku tidak ingat apakah berangkat bersama Arka atau tidak. Dipikiranku hanya “cepetan sore, cepetan presentasi, terus balik”. Hanya itu. Bahkan aku tak ingat dengan perkataan Vina tadi, mengenai kerudung pink. Kau tau? Hanya aku yang memakai kerudung pink di perpus tadi. Kemudian di lift, Dwi bilang pada ku…
Dwi : “Ra, lu tau gak?tadi kan lu diomongin tau”
Aku : “yang kerudung pink ya?”
Dwi : “iya, lu denger?”
Aku : “awalnya aku gak nyadar lagi pada ngomongin apaan. Tapi pas denger ada sebutan kerudung pink, baru peka”
Dwi : “hahahahaha iya, pada ngeledek si Arka loh. Gatau sih, mungkin sebelum ngumpul tadi ada pembahasan apa kali ya. Atau mungkin diledekin kayak gitu gegara liat si Arka antusias banget liat lu jelasin tadi”
Aku : “heuuuuuuuu” muka ku ingin menangis.
Dwi : “eh lahhh kenapa?”
Aku : “deg-degan” kemudian menyengir.
Dwi : “yeee baperrrrrr”

Sesampai di kelas, aku meletakkan tas ku di kursi paling depan. Dosennya tidak masuk. Aku berniat untuk menaruh tas kemudian duduk memandang langit dari kaca besar di kelas. Ah momen paling menyenangkan. Sebelum memandang langit, aku stay di meja dosen, untuk menandatangani absen. Tak lama kulihat Arka meletakkan tasnya di kursi sebelahku. Dan tiba-tiba saja ia kembali menatapku. Kebiasaan! Ini bahkan tidak boleh menjadi kebiasaan!. Kemudian kami langsung tertunduk bersamaan. Sebenarnya ini kebiasaan atau ketidaksengajaan? Heuh.

***

Di Atas CintaWhere stories live. Discover now