PROLOG

54.2K 1.8K 6
                                    

Suara gemericik air hujan memekakan telinganya. Ditambah area sekolah yang sudah sangat sepi membuat ia tidak segan-segan melepaskan kerinduannya terhadap hujan. Mungkin hanya ada beberapa siswa atau anggota OSIS yang masih berada di sekolah.

Namanya Shareefa Jehan Amira. Gadis yang notabenenya anggota OSIS sekaligus ketua kelas itu sangat menyukai hujan. Alasannya, ketika hujan ia bisa merasakan kehadiran sosok yang sangat dirindukannya. Akan tetapi, ketika hujan pula kejadian itu mulai terpatri lagi dalam ingatannya. Tepatnya ketika malam ia kehilangan salah satu bagian dari keluarganya.

Sebenarnya kedua rasa itu telah bercampur aduk antara suka dan benci terhadap hujan sehingga ia tidak tahu jika apa yang lebih mendominasinya. Suka karena bisa merasakan kehadiran sosok itu, ataukah benci karena sosok itu pergi ketika hujan.

Amira merentangkan tangannya. Menikmati setiap tetesan air hujan yang kini membuat ia basah kuyup. Mengabaikan rasa kedinginan yang mulai menyelimuti tubuhnya. Netranya terpejam.

Suara lirih itu, tangisan itu, dan juga emosi yang membuncah. Kala itu ia hanya bisa melihat tanpa bisa berbuat apa pun. Kejadian yang dibencinya. Darah kental yang bercampur air hujan itu tercipta sebab kebohongan seseorang hingga sosok yang ditangisi telah kembali ke sisi Tuhan.

"Fadia! Sudah, relakan saja dia."

"Aku mencintainya! Jadi, aku gak akan lepasin dia."

"Fiq! Aku mohon jangan bikin aku terluka kayak gini. Fiq, tunggu!"

Brakk!!!

"Fadia!"

Amira merindukan kakaknya. Bulir hangat turun ke pipinya. Namun, hujan telah bersedia menghapusnya dengan bahkan ribuan titik airnya.

Tiba-tiba saja titik-titik itu berhenti membasahinya. Suara hujan masih terdengar jadi tidak mungkin jika hujan sudah mereda.

"Apa hujan udah berhenti? Tapi gue masih dengerin suaranya. Kenapa hujan enggak basahin gue lagi, ya? So weird," gerutunya dengan mata yang masih terpejam.

Karena rasa penasaran ia pun membuka matanya, lalu mendongak.

"Payung?"

Amira berbalik dan mendapati seorang cowok berdiri kokoh dengan payung di tangan. Saat itu wajah mereka sangat dekat. Saat itu pula jantung salah satu di antara mereka berpacu di luar kadar normal. Hanya Tuhan yang tahu siapa pemilik jantung yang berdebar itu.

"Althaf?"

"Lo itu kayak itik. Gak pernah main hujan pas kecil, ya?" tukas cowok yang bernama Althaf itu.

"Ini payung buat lo," sambungnya lagi seraya menyodorkan payung itu pada Amira.

"Tumben lo baik sama gue. Lo khawatirin gue, ya?" Sejurus kemudian Amira tersenyum menggoda.

Membuat cowok tampan di hadapannya itu mengkerutkan keningnya. "Dih kepedean! Gue kasihan aja lihat lo yang tampangnya kayak orang yang sangat menyedihkan. Kalo lo gak mau ya udah. Gue mau pulang. Buang-buang waktu aja," tukas Althaf.

Amira mendengus. "Lagian gue juga udah basah. Jadi gak butuh payung dari lo."

Althaf beranjak pergi. Namun, ia kembali berbalik menghampiri Amira. Tangannya menarik tangan Amira agar cewek itu memegang payung itu.

"Kalo lo sakit, gue gak bisa gangguin lo. Jadi, jangan main hujan, ya, anak itik." Setelah berucap seperti itu Althaf menyunggingkan senyum tipisnya sembari mengusap rambut Amira, lalu ia berlari ke arah koridor utama sekolah.

Amira berdiri mematung seraya menatap Althaf yang berlari membelakanginya. Tumben cowok bad boy itu baik padanya. Biasanya Amira selalu menjadi sasaran empuk untuk diganggu oleh Althaf.

Ataukah Althaf sedang kesurupan? Dan ada hantu baik hati yang merasuki tubuh atletis cowok itu?

***

Hallo semuanya. Makasih buat yang sudah mau baca. See you next part.
By Warda, April 2018.

AMIRALTHAF [Completed]Where stories live. Discover now