DUAPULUH ENAM. Ayo Kita Nikah

11.3K 596 2
                                    

Amira menghempaskan tubuhnya ke kasurnya yang empuk. Tangannya terulur untuk mengambil ponselnya di atas nakas yang berbunyi tanda ada notifikasi pesan di WhatsApp.

Althaf : besok minggu 😂

Amira mengernyitkan keningnya. Ia tahu besok hari minggu. Lalu kenapa jika besok adalah hari minggu?

Jari lentik Amira bergerak-gerak di atas keyboard ponselnya untuk membalas pesan Althaf.

Amira : gue tau besok hari minggu. Emang kenapa?

Althaf : besokkan libur, jadi kita jalan-jalaln yuk!

Amira tersenyum. Mau ngajak jalan, toh. Ia pikir kenapa?

Pergi atau tidak, ya?

Amira masih menimangnya, lagian hari Senin tidak ada PR dari sekolah. Dan besok ia tidak ke mana-mana selain di rumah.

Althaf : gimana nih? Mau, kan?

Belum juga Amira membalasnya, Althaf sudah bertanya lagi. Cowok itu kayaknya sudah tidak sabar menunggu jawaban Amira.

Althaf : kok cuman di read aja. Jawab ih!

Althaf jadi kesal karena Amira tidak kunjung membalas pesan darinya.

Althaf : Amira cantik. Cepat balasnya.

Amira terkekeh sendiri melihat pesan dari Althaf. Ia menduga jika cowok itu sudah sangat kesal di seberang sana.

Baiklah, karena cowok itu sudah tidak sabaran, maka Amira cepat-cepat membalas pesan dari cowok tampan itu.

"Dasar gak sabar."

***


Keesokan harinya.

Althaf sangat senang karena Amira mengiyakan ajakannya. Cowok itu mematut dirinya sendiri di depan cermin. Memastikan tidak ada yang aneh dengan penampilannya.

Setelah itu ia beranjak dari tempat ia berpijak. Tangannya meraih handle pintu. Kala pintu kamarnya sudah terbuka, tanpa sengaja manik matanya bertemu dengan manik kakaknya. Siapa lagi jika bukan saudara laki-lakinya itu. Jika itu ayahnya, maka itu terbilang hal yang sangat langka.

Ayahnya jarang di rumah. Sibuk dengan bisnisnya yang ada di mana-mana.

Althaf menutup pintu kamarnya, lalu berjalan berpapasan dengan Yafiq—kakaknya tanpa sedikitpun menoleh ke arah lelaki itu.

"Lo gak mau ucapin salam perpisahan dengan gue?" Pertanyaan mendadak dari Yafiq itu sukses menghentikan langkah Althaf.

Althaf berbalik dengan tangan kanannya berada di saku celana.

"Kenapa harus mengucapkan salam perpisahan? Lo mau mati?" tanya Althaf dengan raut sinis. "Kapan lo mau mati? Mau lompat dari gedung?"

Jika saja Althaf bukan adiknya, pasti ia sudah mematahkan kaki cowok itu. Namun, nyatanya, cowok yang agak mirip dengannya itu adalah adik kandungnya. Yang lahir dari rahim wanita yang sama, juga berdarah daging dari ayah yang sama.

"Gue mau tinggal di Amerika. Dan gue akan diangkat menjadi CEO di salah satu perusahaan ayah di sana," jelas Yafiq dengan bangga. Wajahnya terangkat.

"Oh, benarkah? Wah, lo hebat juga ternyata." Althaf tersenyum sarkastis. "Gue pikir lo akan segera mati dan rumah ini pasti akan sangat sepi. Ternyata enggak, lo malah akan ke Amerika."

AMIRALTHAF [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang