SEPULUH. First love.

15K 1K 0
                                    

Mata bulat gadis itu mengerjap beberapa kali, efek kantuk yang tertahan. Suasana gelap di dalam hutan membuatnya sedikit ketakutan.

Tega. Benar-benar tega, Althaf mengajaknya ke bukit subuh-subuh seperti ini. Apa cowok itu tidak kepikiran? Amira kan seorang perempuan. Kenapa ia tidak mengajak Pak Wisnu saja?

Untung saja mereka perginya dengan sepeda. Jika tidak, ocehan dari Amira akan memekakan telinganya Althaf.

"Ih, Althaf gue takut tau," keluh Amira lagi. "Kenapa enggak ajak pak Wisnu aja buat ambil video sunrise?"

"Gue enggak mau ganggu orang subuh-subuh kayak gini, Amira." Althaf menggosok-gosok telapak tangannya. "Lagian ada gue di samping lo, gak usah takut. I will protect you."

Bukit itu terletak di sebelah kanan desa. Jadi, untuk menuju ke sana mereka perlu melawati pedesaan terlebih dahulu.

Karena adanya tanjakan, mereka tidak bisa menggayuh sepeda hingga ke atas bukit. Bukitnya tidak terlalu tinggi, sehingga cukup menguntungkan untuk mereka. Banyak tempat yang lebih indah untuk mengambil video sunrise di dekat Villa. Namun, karena tempatnya jauh dan harus mendaki gunung terlebih dulu, Althaf memilih bukit tersebut dengan alasan lebih strategis.

"Amira, lo tetap di sini ya? Jangan kemana-mana."

Amira mengernyitkan keningnya. "Maksud? Elo mau ke mana?"

"Gue enggak tahan lagi. Mau pipis dulu. Lo jangan berbalik, tetap berdiri  kayak itu."

Kentara dari wajah Althaf yang menahan itu. Tanpa menunggu jawaban Amira, ia langsung berlari berlawanan arah dengan Amira.

Cewek itu menatap lurus ke depan. Menyadari lagi bahwa ia berada di hutan nan gelap itu, membuatnya bergidik ngeri. Amira meneguk salivanya kasar. Kala matanya menangkap kehadiran seekor hewan yang ia takuti sejak kecil.

Anjing, hewan bewarna kecokelatan di bawah pohon yang tidak terlalu jauh darinya itu melihat ke arahnya. Alih-alih berlari, Amira tetap berdiam di tempat semula. Selangkah saja ia mundur anjing itu malah bangkit. Apalagi jika ia berlari, anjing itu pasti akan mengejarnya.

"Gukk! Gukk!"

Rasanya Amira ingin menangis. Jadi cemas. Bahkan ia bisa mendengarkan suara napasnya diikuti dadanya yang naik turun.

"Althaf, lo di mana? Cepetan ke sini," desis Amira tidak berani berteriak kuat-kuat. Karena jika ia melakukannya, pasti anjing itu akan berlari ke arahnya dan menggigitnya. Bagaimana jika ia terkena rabies nantinya?

"Gukk! Gukk!"

Suara yang saat ini lebih menyeramkan dari pekikan kuntilanak bagi Amira terdengar lagi. Ingat, hanya untuk saat ini. Jika kuntilanak benaran ada di hadapannya maka itu jauh lebih menyeramkan.

Amira berjalan mundur beberapa langkah sehingga anjing itu pun berlari ke arahnya.

"Althaf lo di mana? Kalo gue meninggal lebih dulu, lo harus tau kalo gue mulai suka sama lo," lirih Amira berlebihan. Matanya memejam, ia pasrah. Karena jika berlari, hasilnya pasti anjing itu bakalan mendahuluinya ataukah mengadangnya.

Anjing itu semakin dekat. Amira mulai melafalkan do'a agar Tuhan mengiriminya penyelamat.

Miracle. Sebuah tangan mengcekramnya dari arah belakang membuat Amira terseret dan jadilah pemilik tangan itu di hadapannya, menjadi tameng untuk Amira.

Althaf memunguti beberapa ranting kayu di dekatnya. Lalu melemparnya ke arah anjing itu. Sehingga hewan itu menciut dan berlari meninggalkan Amira dan Althaf.

Cewek itu menghela napas lega. Althaf memutar tubuhnya menghadap Amira. Senyum merekah di wajahnya. Mengingat kembali ucapan Amira tadi. Yang jelas-jelas ia dengar, jika cewek itu mulai menyukainya.

Kala Althaf berniat menyuarakan pertanyaan tentang itu, Amira mendahuluinya dengan serangan pertanyaan yang bertubi-tubi. Sehingga ia urungkan saja dan akan ia tagih suatu hari nanti.

"Lo kenapa lama banget, sih? Kalo anjing itu gigit gue gimana? Kalo gue terkena rabies gimana? Lo enggak tahu kalo gue sangat ketakutan? Lihat! Keringat dingin keluar dari pelipis gue. Dasar jahat lo. Emangnya elo gak-" Althaf membekap mulut Amira dengan tangannya sehingga cewek itu berhenti mengoceh.

"Untung aja gue datang. Kalo enggak gimana?" Althaf menaikkan sebelah alisnya.

Cepat-cepat Amira menjauhkan tangannya Althaf yang membekap mulutnya. Bukannya menjawab, ia malah mempoutkan bibirnya.

Althaf berjalan mendahului Amira. Sehingga cewek itu berlari kecil untuk mengimbangi langkah Althaf yang besar-besar itu.

Karena baterai kamera sedang diisi, jadilah Althaf merekam sunrise dengan ponselnya. Meskipun ransel semalam basah, namun kamera tidak ikut basah karena ada kain lain yang membungkus dalaman ransel sehingga air tidak bisa masuk.

***

"Althaf kita mau ke mana lagi? Nanti siang kita juga harus pulang ke rumah."

Amira menggayuh sepeda pelan, mengikuti Althaf yang mendahuluinya. Ia tidak tahu Althaf menuju ke mana. Karena seingatnya jalan itu bukan yang mereka lewati tadi.

"Lo ikut aja," balas Althaf.

Baiklah. Mau tidak mau ia harus mengikuti cowok itu. Karena jika ia memilih kembali ke Villa sama saja. Ia tidak hafal dengan pasti jalanan di sana yang memusingkan kepalanya.

Memasuki hutan-hutan lagi. Membuat Amira kembali takut. Sekelebat ingatan tentang anjing tadi muncul di dalam kepalanya. Namun ketakutan itu kini tertepis, menggantikan decak kagum terhadap apa yang ada di hadapannya sekarang.

Air terjun. Yup. Air terjun itu sangat indah. Apalagi tempat ini kelihatannya tidak sedikitpun bercampur tangan manusia. Masih sangat asri. Siapa pun yang berada di sana pasti akan merasakan ketenangan.

"Wow! Kenapa lo gak bilang kalo ada tempat sebagus ini di daerah sini?" Amira mendekat ke arah air terjun tersebut, setelah menaruh sepeda terlebih dahulu tak jauh dari air terjun.

"Biar surprise."

Sungai mengalir jernih di bawahnya, memperlihatkan ikan-ikan kecil yang leluasa berenang di sana antara bebatuan. Tangan Amira terulur untuk menyentuh air tersebut. Ia memejamkan matanya. Menikmati embusan angin segar yang menyapu lembut wajahnya.

Tidak menyia-nyiakan kesempatan, Althaf memotret cewek itu; Amira yang memejamkan matanya. Ia tersenyum kecil, lalu menjadikan hasil potretan itu sebagai wallpaper ponselnya tanpa sepengetahuan Amira.

Sebuah cipratan mengenai wajah Amira, sehingga matanya terbuka. Cipratan itu berasal dari tangan Althaf yang memainkan air sungai. Karena kesal, ia langsung membalas cipratan Althaf. Dan akhirnya karena saling membalas, jadilah mereka bermain air sungai. Hingga membuat baju mereka menjadi basah. Tawa lepas terdengar di antara mereka.

Jujur saja, ini pertama kalinya Althaf tertawa bahagia dengan orang yang dicintainya. Sebuah fakta yang wajib kalian ketahui. Jika Amira-lah yang mengambil gelar first love-nya Althaf. Perasaan itu tumbuh sejak kelas satu, kala pertama kali mereka di pertemukan di ruang kelas yang sama. Juga menjadi alasan kenapa dia amat senang membuat Amira kesal.

"Manis banget nih orang, jadi makin sayang gue sama dia," batin Althaf.

***
Halo. Maaf untuk segala kekurangannya.
Saya hanya seorang pemula.

See you next part.
By Warda.
16.April.2018
4.40PM

AMIRALTHAF [Completed]Where stories live. Discover now