DUAPULUH TUJUH. Kesempatan?

10.9K 537 2
                                    

Cowok itu menyunggingkan senyumnya.

Padahal kamarnya tidak ada siapa pun, kecuali makhluk gaib yang mungkin tak tertangkap oleh indra penglihatannya namun dapat melihatnya. Lalu dengan siapakah ia tersenyum? Apa ia gila?

Tidak, stop dulu dengan prasangka seperti itu. Dibalik setiap senyumnya itu ada ratusan alasan yang hanya ia dan Tuhan ketahui. Seperti pagi ini, Amira, gadis yang ia cintai itulah yang menjadi alasan mengapa ia tersenyum. Walaupun gadis itu tidak ada di sana tetapi ada di dalam hatinya.

Althaf mengambil tasnya lalu menyampirkan benda itu di bahunya sebelum terdengar ketukan pintu.

"Althaf."

Suara lembut yang menyapa pendengarannya itu membuat dahinya berkerut. Pasalnya itu bukan suara ibunya yang jarang di rumah. Bukan pula suara pembantu di sana. Tapi, suara itu tidak asing.

"Althaf lo di dalam, kan?"

Suara itu terdengar lagi diiringi ketukan yang berulang kali.

Suara Amira? Tidak, Althaf kenal betul suara cewek itu.

"Iya gue di dalam." Althaf menyahut sembari berjalan ke arah pintu untuk menuntaskan rasa penasaran yang menyergapnya.

Althaf membuka lebar pintu kamarnya. Nampaklah seorang cewek cantik dengan kacamata yang bertengger dengan indahnya di wajah sang empunya. Cewek berdarah Jepang-Indonesia itu mengulum senyum.

''Harumi Kezia?"

Cewek itu mengangguk dengan lamban.

"Baru setahun lebih kagak ketemu udah pada lupain gue aja elo. Apalagi bertahun-tahun," kesal Harumi pada sahabatnya itu.

"Gak kok."

Althaf dan Harumi memang sudah bersahabat sejak kecil. Namun kala kelas X SMA, Harumi pindah ke Jepang bersama kedua orang tuanya.

Meskipun orang tuanya Althaf jarang di rumah, tetapi mereka cukup kenal dengan Harumi dan keluarganya. Cewek itu pun dulunya sering main ke rumah Althaf.

"Ini serius lo, kan?" tanya Althaf sengaja, padahal ia tahu kalau itu beneran Harumi. Jika bukan Harumi, tidak mungkin itu hantu, kan?

"Ih, Althaf."

Harumi merentangkan tangannya hendak memeluk Althaf. Namun, Althaf langsung menjauh.

"Mau ngapain lo?" tanya Althaf memastikan.

"Mau peluk lo," jawab Harumi polos.

"Gak boleh, nanti dimarahi sama nenek gue." Althaf menyilangkan kedua tangannya di depan dada sebagai perlindungan agar cewek itu tidak memeluknya.

Tatapan malas terlempar dari Harumi pada Althaf. "Gak lucu."

"Sini, gue mau peluk lo. Gue kangen Althaf. Mumpung lagi liburan musim panas, makanya gue sempatin ke Indonesia. Gue kangen," lanjut Harumi.

"Gak boleh."

Akhirnya mereka saling kejar-kejaran hingga ke teras depan rumah.

"Stop."

Suara berat Althaf mampu menghentikan langkah Harumi yang terus mendesaknya untuk berpelukan.

"Gue mau pergi ke sekolah. Udah telat ini. Lo di rumah gue aja."

Harumi mengangguk, "Oke, pulangnya harus bawa duo cacing kepanasan itu ya?"

Duo cacing kepanasan adalah panggilan Harumi pada Alif dan Revan.

AMIRALTHAF [Completed]Where stories live. Discover now