TIGAPULUH EMPAT. Terdengar Menyakitkan.

8.5K 493 7
                                    

Semalam, Agus tahu bahwa Althaf adiknya Yafiq. Oleh sebab itu, ayahnya Amira itu jadi lebih protektif. Seperti saat ini, Amira ke sekolah saja bareng Arga. Bahkan dijemput Naomi tidak diizinkan lagi oleh Agus.

Ia tahu, ke depannya ia pasti tidak bebas lagi. Ia tahu, bahwa ayahnya berupaya untuk melindunginya. Tapi, ia sama sekali tidak suka seperti ini. Emangnya siapa yang suka bila terkekang seperti itu?

Ketika mobil Arga berhenti tepat di parkiran sekolah, Amira langsung melepaskan sabuk pengaman tanpa menghiraukan cowok yang duduk di sebelahnya itu.

"Amira, tunggu!"

Seolah hanya angin lalu, teriakan Arga sama sekali tidak berpengaruh untuk Amira agar menghentikan langkahnya yang cepat itu. Namun, tak jauh darinya Althaf berjalan berlawanan dengannya.

Jujur, dada Amira sesak sekarang, karena Althaf tidak sendirian. Seorang cewek cantik berjalan bersisian bersama Althaf. Ditambah tangan mereka yang saling bertautan. Amira menundukkan kepalanya. Bertindak seperti tidak melihat sesuatu yang melukai perasaannya.

Sebisa mungkin ia mengabaikan itu. Walau pada akhirnya, sesuatu yang ia coba abaikan dan hindari itu malah menghentikan langkah kakinya. Althaf berdiri di depannya dengan seorang cewek. Amira tahu, cewek itu kelas sepuluh.

"Pagi teman," sapa Althaf ramah pada Amira.

"Oh ya, kenalin cewek di sebelah gue ini Raisa, pacar gue," lanjut Althaf dengan senyum paksaan.

Seolah dihantam dengan ribuan ton benda berat, sungguh, menyesakkan. Sebisa mungkin Amira menahan air matanya agar tidak menyapa pipinya.

"Sayang, kenalin ini teman gue, namanya Amira."

Teman? Sekarang kata itu terdengar menyakitkan. Padahal Amira sendiri yang meminta Althaf untuk hanya menjadi temannya ketimbang menjadi pacarnya. Dan sekarang, ia merasakan sendiri efek dari kata itu. Menyakitkan.

Lalu, apa kabar dengan kata-kata manis Althaf dahulu? Oh ya, seharusnya Amira senang bukan? Bukankah ia juga sudah menyerah?

"Raisa." Cewek yang bernama Raisa itu mengulurkan tangannya pada Amira dengan senyum manisnya.

"Amira." Amira balas berjabat tangan dengan Raisa. Tentu saja ia membalas senyum cewek itu. Meskipun dibalik senyumnya ada luka yang tertutupi.

Dari manik matanya Amira, Althaf tahu bahwa perasaan Amira sedang terluka saat ini. Sebenarnya cowok itu merutuki dirinya sendiri. Bukan hanya Amira yang terluka saat ini karena sebenarnya Althaf pun begitu. Keduanya sama-sama terluka.

Seseorang merangkul pundak Amira membuat cewek itu agak terkejut karena terlalu tiba-tiba. Ternyata Arga, toh.

"Lo mau pamerin pacar baru lo sama Amira?" tanya Arga to the point.

Althaf melipat kedua tangannya di dada lalu wajahnya sedikit terangkat. "Kalo iya kenapa?" sengit Althaf.

Arga terkekeh. "Gue juga," jeda beberapa detik, "gue juga mau kenalan sama lo."

"Gak perlu, gue udah kenal sama lo. Emangnya lo pikun? Lo sekelas sama gue bodoh!"

"Gue mau kenalan bukan sebagai Arga teman sekelas lo." Arga menarik tangan Amira. Lalu menggenggam tangan Amira.

"Tapi, sebagai Arga calon tunangannya Amira," lanjut Arga.

Setimpal.

Arga menarik lengan Amira lalu menggiring cewek itu ke taman sekolah. Karena tempat itu tidak dilalui siswa siswi sebanyak koridor dan lorong-lorong lain di sekolah.

Tetesan air mata Amira menerobos keluar karena tak mampu menampungnya untuk lebih lama lagi. Sedari tadi ia menahannya. Untuk kali ini ia akan berterima kasih karena kedatangan Arga sangat membantunya menjauh dari Althaf.

Tangan Arga terangkat untuk menghapus air matanya Amira.

"Gak usah nangis. Lo jelek kalo nangis."

***

 
Penghuni kelas berhambur keluar kelas menuju kantin untuk mengisi perut yang keroncongan, tepat setelah beberapa detik bel istirahat berbunyi. Menyisakan Althaf dan Arga di kelas yang tengah berdiri berhadapan dengan tatapan sama-sama tajam.

"Lo pecundang!"

Althaf berdecih lalu tersenyum sinis. "Oh ya?"

"Pecundang memang mudah menyerah, lo pecundang, kan?"

Sepertinya Arga memang memiliki skill memancing emosi Althaf. Buktinya saat ini Althaf sedang menarik kerah baju Arga.

"Emangnya lo punya bukti kalo gue pecundang?" teriak Althaf kesal.

"Kenapa enggak? Lo emang pecundang, bisanya cuma mukul orang." Arga memandang remeh Althaf.

"Jagonya cuma mukul wajah orang jadi gak salah kalo gue panggil pecundang," lanjut Arga sembari melepaskan tangan Althaf dari kerah bajunya.

"Oh ya, karena lo udah jadi pecundang, jadi jangan salahin gue kalo gue nyuri Amira dari lo," desis Arga.

***
.
.
.
TBC

Spam next + komen positif buat lanjut.

Oh ya, saya minta maaf banget kalo cerita ini gak seru, banyak typo, banyak kesalahan lain.
Masih banyak kekurangannya di sini. Saya masih belajar nulis yang lebih baik lagi.

Thanks for reading.

By Wardatul Jannah

.
.

TERLALU PENDEK, ya?

CASTnya kebanyakan?
.
.
22 Agustus 2018
23.07

AMIRALTHAF [Completed]Where stories live. Discover now