EMPATBELAS. Jawaban Amira

13.5K 756 0
                                    

Di sebuah ruang rumahnya, Althaf duduk seraya memetik senar gitar perlahan-lahan. Ruang yang tidak terlalu luas itu merupakan studio kecilnya. Di sana ada piano berwarna putih, dan juga beberapa gitar yang berbeda bentuknya. Althaf memang suka memainkan alat musik tersebut ketika ia masih SMP. Ketika ia masuk SMA, alat musik tersebut mulai jarang ia mainkan.

Takut tempat itu terbengkalai begitu saja, Althaf mengajak kedua temannya untuk menjadikan tempat itu sebagai studio mereka. Alif juga jago bermain piano dan Revan jago dalam bermain gitar.

Sama halnya seperti sekarang, tangan Alif dengan lihainya bergerak-gerak menekan tuts piano sehingga mengeluarkan suara yang indah. Berbeda dengan Revan, ia sibuk berkutat dengan ponselnya di samping Althaf. Sesekali Revan terkekeh sendiri. Mengundang kejahilan Althaf dengan menyambar ponsel temannya itu.

"Gila lo ya? Kok ketawa-ketiwi sendiri?" Althaf mengangkat ponselnya Revan jauh-jauh. Akan tetapi, dengan mudahnya Revan merebut kembali.

"Setidaknya gue punya alasan buat ketawa. Lah elo? Mau ketawa sama siapa? Pacar aja kagak punya," tukas Revan seenaknya dengan tatapan mengejek.

"Sial lo. Mentang-mentang udah punya cewek." Althaf menjauhkan gitar dari pangkuannya.

"Bukannya lo suka sama Amira? Kenapa enggak lo embat aja tu cewek?" sergah Alif yang berhenti bermain piano. Karena merasa arah pembicaraan Althaf dan Revan menarik. Cowok yang paling pendek di antara Althaf dan Revan itu bangkit dari kursi dekat piano. Lalu menjatuhkan dirinya di sebelah Althaf.

"Gue udah ngaku dan nembak dia."

"Beneran?" Alif dan Revan saling bertukar pandang, setelah itu kembali menatap Althaf. "Diterima gak?"

"Hm," Althaf merespons singkat. Dagunya sedikit terangkat ke atas.

"Dia terima lo gak?" kepo Alif lagi.

"Besok dia jawabnya," jawab Althaf santai.

"Lo yakin kalo dia bakalan terima lo?" tanya Revan ragu-ragu.

"Entahlah." Althaf melipat kedua tangannya di dada. Harap-harap tidak berakhir buruk.

"Lo harus jajanin gue kalo dia terima lo." Althaf menatap malas ke arah Alif yang membalasnya dengan cengiran.

"Semangat dong, Bro!"

***

Pagi ini, Amira berangkat ke sekolah lebih awal. Karena ia akan bertemu dengan Althaf. Oleh sebab itu, ia diantar oleh ayahnya bukan berangkat bersama Naomi.

Koridor sekolah masih sepi. Sejauh penglihatannya, ia hanya bertemu dengan tiga orang di koridor.

Amira berharap, apa yang menjadi pilihannya adalah yang terbaik untuknya dan Althaf. Ia memelankan langkahnya. Mengulur waktu untuk bertemu Althaf.

"Amira!"

Seruan dari seseorang menghentikan langkahnya. Suara orang itu menggema di koridor. Amira memutar tubuhnya menghadap sumber suara.

"Arga. Kenapa?"

Cowok jangkung itu tersenyum singkat seraya berjalan menghampiri Amira.

"Bukannya kelas kita di sana?" Arga menunjuk ke arah yang berlawanan dengannya. "Lo mau ke mana?"

"Gue mau ketemu sama teman."

"Mau gue temanin?"

"Ah, jangan." Tentu saja Amira menolaknya. Saat ini bukan waktu yang tepat untuk bertemu Althaf bersama orang lain. "Ada hal penting yang mau gue omongin."

AMIRALTHAF [Completed]Where stories live. Discover now