EMPAT PULUH EMPAT. Trust

8.8K 471 14
                                    

Amira mengambil snack yang hendak ia beli di salah satu rak di minimarket dekat rumahnya. Tanpa disengaja, ia menabrak seseorang. Sepertinya, hobinya sekarang adalah menabrak orang. Amira memunguti snack-nya yang terjatuh di lantai.

"Maaf," ucapnya tanpa melihat siapa yang ditabraknya.

"Amira!"

Amira mendongakkan kepalanya dan menemukan Yuri yang tersenyum ke arahnya.

"Kak Yuri!" Amira membalas senyum Yuri.

Tidak diminta, mata Amira melirik sosok yang ada di belakang Yuri. Ya, cowok yang sangat familier baginya. Benar sekali jika tebakan kalian adalah Althaf.

"Kebetulan sekali, gue mau kenalin sepupu gue yang ganteng ini pada lo," ucap Yuri sembari menarik Althaf agar berdiri di sebelahnya.

Amira bungkam. Tidak menyangka kalau Yuri itu adalah sepupunya Althaf. Althaf menatap intens ke arah Amira. Membuat Amira menjadi gugup.

"Kami udah kenal," ucap Althaf datar.

"Benarkah?" Ada sedikit keterkejutan di wajah Yuri.

"Gue tunggu lo di mobil," kata Althaf pada Yuri. Lalu pergi menjauh dari Yuri dan Amira.

Sedangkan Amira berutang penjelasan pada Yuri. Siap-siap diwawancarai oleh Yuri sebentar lagi. Oleh sebab itu, Amira meminta Yuri untuk berbicara dengannya di luar minimarket saja setelah ia menyelesaikan acara belanja snack.

"Sejak kapan kalian kenal? Kalian satu sekolah, ya? Kalo iya, gimana tingkahnya Althaf di sekolah? Siapa cewek yang dia suka? Apa dia udah punya cewek? Dia pasti nakal, kan?"

Benar, kan? Setelah mendaratkan pantatnya di kursi panjang yang ada di depan minimarket langsung saja Yuri menyerangnya dengan banyak pertanyaan.

"Tanyanya satu-satu dong, Kak," protes Amira.

Yuri terkekeh. "Maaf, gue kan penasaran."

Sekilas, Amira memandang bintang-bintang yang bertaburan di langit. Lalu kembali melirikkan matanya pada Yuri.

"Kalian satu sekolah?"

Amira mengangguk. "Bahkan satu kelas."

"Lo serius? Jadi, lo pasti kenal kan sama cewek yang disuka Althaf?"

Amira menunduk. Apakah ia harus memberitahu Yuri kalau dirinyalah yang disukai Althaf? Tapi, bagaimana kalau Yuri memandangnya sebagai cewek yang terlalu kepedean?

"Kak," desis Amira. "Sebenarnya, cowok yang gue cerita sama lo adalah Althaf."

"What?"  Mata sipit Yuri hampir terbelalak. Ia terkejut sekaligus tidak menyangka kalau orang yang dicintai Amira adalah Althaf.

"Lo gak bohong, kan?" tanya Yuri masih kurang percaya.

Amira menggeleng-gelengkan kepalanya. "Gue gak bohong, Kak."

Amira menarik napas panjangnya, lalu membuangnya dengan perlahan. Menatap Yuri sekilas dan kembali melanjutkan ucapannya.

"Sepertinya Althaf gak punya perasaan lagi sama gue."

***

Kesal dan kesal, dan bahkan sangat-sangat kesal. Kala ia ingin tidur, Yuri malah menunda acara tidur Althaf dengan mengajaknya ke minimarket. Setelah pulang dari minimarket ia malah ditanyai banyak hal oleh Yuri.

Satu sisi ia penasaran, bagaimana bisa Yuri mengenal Amira? Dan sisi lainnya, ia ingin menghindar dari pertanyaan Yuri yang mengarah tentang Amira.

Althaf duduk di bibir kasur, sedangkan di hadapannya berdirilah sosok pewawancara yang begitu menyebalkan malam ini.

"Jadi, cewek yang lo cinta itu Amira? Terus, yang bikin lo galau akhir-akhir ini juga Amira, kan?"

Althaf hanya mengangguk malas.

"Sampe sekarang, lo masih cinta sama dia?"

"Gue gak mau jawab." Althaf bangkit dari kasurnya dan berjalan keluar dari kamarnya, menghindari harimau yang lapar akan jawabannya.

Althaf kalah cepat dengan Yuri. "Gak usah ngehindar! Apa susahnya sih jawab pertanyaan gue?"

Althaf tak memberi jawaban, seolah suaranya akan dicuri bila menjawab pertanyaan dari Yuri. Kaki jenjangnya melangkah berbalik, kembali menuju kamarnya. Cowok itu tak sempat mengunci pintu karena Yuri itu selalu saja lebih cepat darinya. Oleh sebab itu, ia melempar tubuhnya ke arah kasurnya. Lalu menjadikan selimut sebagai benteng pertahanannya.

Yuri tersenyum evil, tangan cewek itu terulur untuk menyibak selimut yang menutupi tubuh Althaf. Berhasil. Yuri memang jagoan.

"Lebay amat sih lo? Gue gak nyuruh lo buat cium preman, kan? Apa suara lo itu emas? Lo takut gue curi suara lo yang emas itu padahal hanya limbah pabrik?"

Yuri melipat kedua tangannya di atas perut.

"Gue gak mau lo nyakitin hati cewek, Althaf. Lo bodoh banget, sih? Sampe nyia-nyiain Amira yang cinta sama lo!" hardik Yuri.

Tiba-tiba Althaf menegakkan badannya menjadi bersandar di kepala ranjang.

"Amira masih ada perasaan ke gue?" tanya Althaf serius.

Yuri mengangguk. "Ya, dia cinta sama lo. Gue denger sendiri dari dia. Dia juga berpikir kalo lo udah gak punya perasaan lagi ke dia. Kalian saling cinta, apa itu belum cukup untuk kalian bersama?"

Althaf menggeleng dengan lemas. "Ada tembok yang menghalangi kami. Gue gak direstui ayahnya Amira," jawab Althaf seolah dirinya benar-benar sangat lemas dan tidak mempunyai harapan lagi.

"Ayolah, Althaf! Lo itu cowok, harus gentleman dikit dong. Jijik gue liat cowok pecundang kayak lo!" ledek Yuri.

"Kalo lo beneran cinta sama Amira. Lo harus berjuang buat manjat tembok itu. Pasti akan ada jalannya, atau bahkan lo bisa hancurin tembok itu," lanjut Yuri setelah beberapa detik.

Althaf tampak mencerna ucapan Yuri. "Tapi, petinju hebat aja belum tentu bisa hancurin tembok. Kecuali tembok yang gak kokoh dan rapuh."

"Yah jadi orang jangan skeptis dong!" Yuri memainkan rambutnya.

"Lo berjuang dulu. Maksud gue hancurin tembok itu adalah lo harus yakini ayah Amira. Lo harus buat ayah Amira percaya sama lo," pungkas Yuri. "Ya sudah, gue mau ke dapur. Pikir baik-baik."

Yuri berlalu, membiarkan Althaf berpikir.

Althaf sadar, dirinya tampak seperti pecundang. Ia bahkan tidak berani membuat ayah Amira percaya padanya. Tentu saja ayah Amira meragukannya. Tentu saja ayah Amira berpikir kalau ia bersifat buruk seperti Yafiq.

Ya, dia harus membangun rasa percaya itu pada seseorang untuknya.

***

TBC

Gak papa pendek, kan? Yang penting update 😂

Maaf atas segala kekurangannya. Saya masih belajar nulis.


By Warda
02/November/2018

AMIRALTHAF [Completed]Where stories live. Discover now