Chapter 16

38.7K 1.6K 54
                                    

aku percepat update yap wkwk, hari sbtu-mnggu aku pergi takut gk bisa up jadi sekarang aja :p. terimakasih yang sudah mnunggu ME, dan terimakasih untuk 50,1K readers nya 💜

-nat

••••

SAMPAI di rumah, Anna langsung menaiki tangga untuk ke kamar mengurung diri. Cameron awal nya mengerti keadaan Anna, tapi hari sudah berganti. Namun, gadis itu tak kunjung keluar dari kamar. Cameron sampai bolos kuliah lagi untuk Anna.

Lelaki itu cemas dengan keadaan Anna, sudah hampir 24 jam, Cameron tidak melihat wajah Anna. Ia juga tiba-tiba rindu dengan omelan, celoteh Anna. Cameron menggaruk kepala nya frustasi, ia harus apa? "Apa perlu gue gedor-gedor, ya? Tapi, gak enak. Tapi juga, upil kudanil satu itu belum makan. Ah, rese nih si anjing Aldo!"

Cameron pun melangkahkan kaki nya ragu-ragu ke pintu kamar Anna. Ia mengetuk pintu kamar Anna. "Annaa, bukaa. Nanti lo mati nggak makan, entar gue yang rugi nih bayar kuburan lo, peti nya, eh? Nggak deng, bercanda. Lucu nggak, Na? Oi! Buka, bego!" Seru Cameron.

Tak ada sahutan sedikitpun dari dalam. Lelaki itu pun tambah cemas. Apa yang harus ia lakukan. "Anna, lo udah mati, kah? Atau lagi galau? Eh buka dong, merinding nih takut, Na," ujar Cameron lagi.

Tak ada sahutan lagi. Cameron pun terdiam beberapa detik, sampai akhirnya ia dengan berat hati mendobrak pintu kamar Anna. Di tatap nya sekeliling kamar. Mata elang Cameron jatuh pada gadis yang tengah duduk menghadap jendela diam. Cameron awal nya mengernyit heran, kemudian ia melangkah perlahan. "Na?" Panggil Cameron lagi.

Cameron menepuk bahu gadis itu, menarik nya agar ia dapat melihat keadaan Anna saat itu. "Anna?" Panggil nya lagi.

Anna menatap Cameron sendu. Sungguh, Cameron sangat lirih melihat Anna yang sangat rapuh, biasanya gadis itu tampak kuat dengan bawel dan cibiran yang menjadi latar gadis itu. Cameron memeluk Anna erat, biar ia memberi rasa peduli dan kehangatan bagi Anna. Mungkin, Cameron belum bisa memberi Anna seutuh nya seperti Aldo, ia mungkin belum bisa menggantikan sosok Aldo di hati Anna, tapi setidaknya diri nya bisa menggantikan posisi Aldo sementara, dan semoga seterusnya.

"Gue kecewa ... " ujar Anna sendu.

"Lupain yang sudah terjadi, Na. Apalagi hal yang negatif, enggak baik tau," ujar Cameron perihatin.

"Cam, mau hamil, Cam," pinta Anna yang menurut Cameron sangat ngawur.

Lelaki itu melepaskan pelukan nya, mengganti untuk menjitak kepala Anna. "Dasar gila! Jangan buta karena rasa sakit, Na! Nggak baik tau, asli deh. Apa lagi minta hamil." Celoteh Cameron.

Anna merubah tatapan nya dengan serius. Ia menatap Cameron dengan alis mengerut. "Apaan sih?! Gue minta beneran! Lagi juga, kedua orang tua kita minta kan? Yaudah, gue mau kok. Udah sah juga gue jadi istri lo, udah sama-sama tinggalin yang nggak pasti. Kata lo sekarang yang pasti di depan mata kan? Ya, lo di depan mata gue sekarang. Begitupun juga gue di mata elo, jadi sah aja kan minta gituan?"

Sungguh Cameron ingin terjun saat itu juga. Setan lewat atau gimana? Kan jadi salah tingkah. Cameron mengusap wajah nya. Ia menepuk kepala Anna. "Udah, lo lagi ngawur aja Na. Gue ke bawah dulu ya, ngegame. Lo makan gih, tar mati lho. Dadah,"

Anna menatap kepergian Cameron. Ia mengerucutkan bibir nya. Mungkin benar, ia hanya buta dengan rasa sakit.

"Bang Drico ... Gue mau peluk lo Bang, aelah,"

🦄

Anna memberikan lip tint ke bibir merah nya agar tambah terlihat fresh. Lalu ia mengambil tas untuk kuliah. Anna menuruni tangga sampai dilihat nya Cameron berleha-leha di atas sofa menonton film kartun Spongebob. Anna sungguh heran dengan Cameron, kenapa lelaki itu tampak santai sekali. Atau mungkin kelas Cameron siang? Hari ini kan tidak libur.

Married EnemyWhere stories live. Discover now