THREE

8.6K 1K 46
                                    

Setelah memerhatikan kekacauan setiap pagi saat berangkat ke sekolah, aku dapat menyimpulkan bahwa Jungkook, Jimin, dan juga Taehyung adalah that type of ‘berandal kaya raya’ di sekolah. Berandal yang … ekhm … tampan tentunya.  

Setiap hari aku bisa melihat Jungkook mengendarai mobil ke sekolah. Bukan sekedar mobil biasa, melainkan sport car yang berwarna merah menyala. Aku bahkan awalnya tidak percaya mengapa Ibu Jungkook, wanita se-lembut itu, membiarkan anaknya mengendarai mobil mewah itu ke sekolah seperti orang kesetanan.  

Sedangkan untuk Taehyung, aku tidak yakin dia ke sekolah naik apa. Karena ia memang jarang menampakkan dirinya. Dia itu seperti jin, yang tiba-tiba ‘pop!’ muncul begitu saja tanpa sepengetahuan.  

Aku yang berjalan kaki ke sekolah, hanya bisa melihat Jungkook yang dengan angkuhnya menyetir mobil. Saat aku sedang melangkahkan kakiku ke halte, lelaki itu dengan sengaja membunyikan klaksonnya ke arahku dan hal itu membuatku kesal setengah mati.  

Persepsiku setelah melihat Jungkook untuk pertama kalinya salah besar. Aku kira dia itu tipe anak yang sangat patuh dan baik hati, melihat bagaimana ia selalu mematuhi perkataan ibunya. Tapi setelah berkenalan, dan berbicara sepatah dua patah kepadanya, aku menyesal mengatakan bahwa ia adalah orang yang baik.  

Setelah berjuang untuk berdiri di dalam bus yang sesak, akhirnya aku bisa keluar dari bus dan jalan kaki menuju sekolah. Perjalanan menuju sekolah dari halte membutuhkan waktu kira-kira lima menit, dan aku masih punya banyak waktu sebelum bel dimulai. Jadi, aku memutuskan untuk berjalan kaki dengan pelan dan santai.  

Tapi saat aku mulai berjalan, aku bisa mendengar suara mesin yang berderu sangat keras dari arah belakang. Tidak lama kemudian, suara mesin itu berderu tepat di sebelahku. Aku menghentikan langkahku, menoleh ke samping untuk melihat apa yang terjadi.  

Di sana duduk Park Jimin, di atas motor sport-nya yang berwarna hitam.  Lelaki itu menyodorkan sebuah helm kepadaku.  

“Butuh tumpangan?” tawar Jimin.  

Dari belakang, aku bisa mendengar beberapa gadis memekik melihat kejadian ini. Ingin rasanya aku memutar bola mataku kesal. Mereka terlalu berlebihan.  

“Tidak, terima kasih,” jawabku kemudian melanjutkan langkahku. Aku bisa merasakan Jimin mengikutiku menggunakan motornya dengan perlahan di sebelahku.  

"Oh ayolah. Bukankah melelahkan berjalan ke sekolah?  Ikut saja denganku. Lebih cepat, tidak lelah.”  

“Aku bilang tidak. Lagi pula sekolah hanyalah lima menit dari sini.”  

“Pfftt … lima menit dengan kecepatan seperti itu?” ledek Jimin. “Kita bahkan bisa ke sekolah bersama dengan waktu semenit.”  

Aku menghentikan langkahku kesal dan melipat kedua tanganku di depan dada. Badanku beralih memutar ke arah Jimin.

“Aku bilang, aku tidak butuh tawaran tumpanganmu, Park Jimin-ssi. Kalau kau ingin ke sekolah dengan cepat, pergilah sendiri. Kau hanya membuang-buang waktumu saja berbicara denganku.”  

Setelah mengatakan kata-kata itu, aku kembali melanjutkan langkahku. Tidak lama kemudian aku dapat mendengar mesin motor Jimin berhenti. Aku ingin menoleh dan melihat apa yang sedang dilakukan oleh lelaki itu, tetapi aku urungkan niatku. Bukan urusanku.  

Tiba-tiba saja, tubuhku rasanya tertarik, dan aku bisa merasakan kakiku rasanya melayang. Lelaki sialan itu dengan seenaknya menggendongku, mengangkutku lebih tepatnya, seperti karung beras.  

YA! Park Jimin! Lepaskan aku, sialan!”  

Aku menggeliat, mencoba untuk lepas dari tangan lelaki itu, tetapi yang ada malah Jimin yang mengeratkan pelukannya. Atensi semua orang kemudian menuju ke arah kami, dan hal itu membuat kedua pipiku bersemu merah karena malu. Memang sialan lelaki satu ini.  

Somersault; pjmWhere stories live. Discover now