SEVENTEEN

4.9K 713 29
                                    

LEE HARIN’S POV  

Sesuai dengan rencana kemarin, aku dan Taehyung kembali melanjutkan tugas kami yang sama sekali belum ada kemajuan. Jimin juga mengatakan bahwa ia akan menyelesaikan tugasnya dengan Jihoon dan membiarkan aku pergi bersama Taehyung.  

Taehyung mengatakan bahwa rumahnya tidak jauh dari sekolah, jadi kami memutuskan untuk berjalan kaki saja. Selama berjalan, Taehyung tidak henti-hentinya bersenandung, dan kakinya tidak berhenti menendang-nendang daun kering yang berjatuhan, layaknya anak kecil. Kedua tangan lelaki itu ia masukkan ke dalam kantung celananya.  

Perjalanan ke rumah Taehyung sama sekali tidak canggung. Walaupun aku sangat jarang mengobrol dengan Taehyung, lelaki ini sangat tahu bagaimana caranya untuk mengubah situasinya menjadi nyaman dengan mengajakku berbicara entah apapun itu.  

Lelaki itu tiba-tiba saja menghentikan langkahnya, membuatku otomatis berhenti. Kami telah sampai di sebuah gedung yang terbilang cukup kecil, dan semua ekspetasiku tentang orang seperti apa Taehyung langsung buyar.  Taehyung masuk ke dalam gedung tersebut. Gedung ini bukanlah gedung apartemen mewah dengan lantai marbel dan desain yang elegan, melainkan hanya gedung apartemen biasa untuk orang menengah ke bawah.  

Tidak, aku tidak akan menilai Taehyung dari kondisi ekonomi lelaki itu karena aku bukan orang yang seperti itu, tapi melihat dimana Taehyung tinggal membuatku tidak yakin apakah lelaki ini benar-benar sahabat baik dari Jungkook dan Jimin yang benar-benar kaya dan dimanja. Maksudku, kau tahulah, seperti di film-film atau novel picisan dimana si kaya selalu berteman dengan kaya lainnya.  

Gedung ini tidak memiliki lift, lagi pula tingginya hanya sampai empat lantai saja. Kami menaiki tangga hingga lantai tiga dan Taehyung menghentikan langkahnya di sebuah pintu yang terlihat agak kotor karena berisi tempelan brosur makanan pesan antar.  

Taehyung memasukkan kode pin masuk apartemennya dan membiarkan aku masuk terlebih dahulu. Berbeda dengan keadaan lorong-lorong gedung apartemennya yang agak kusam dan sedikit menyeramkan, isi apartemen Taehyung menggambarkan kenyamanan. Semuanya ditata dengan sangat apik dan rapi, walaupun ruangan yang dimiliki Taehyung tidak terlalu besar.  

Ruang tengah apartemen lelaki itu berisi satu LED TV yang tidak terlalu besar, beberapa rak buku yang sangat penuh dengan buku, satu set sofa kecil yang cukup empuk, dan terdapat sebuah dapur yang terhubung langsung tanpa pintu.  

“Aku sebenarnya orang yang tidak serapi ini, tapi aku tahu kau akan datang jadi aku membersihkannya sedikit,” ujar Taehyung sambil menggaruk-garuk kepala bagian belakangnya saat ia melihatku sedang mengecek seluruh isi kamarnya.  

Aku tidak merespon ucapan Taehyung hingga aku melihat rak sepatu lelaki itu yang tidak terisi banyak.

“Dimana orang tuamu?” tanyaku.  

“Oh, mereka di Daegu. Aku tinggal di sini sendirian,” ujar Taehyung.  

“Sendirian?” tanyaku tidak percaya.  

“Ya,” ujar Taehyung. Lelaki itu kemudian mempersilahkan aku untuk duduk di sofanya. “Apa kau ingin minum sesuatu? Jus? Cola?”  

“Cola,” ujarku, dan setelah itu Taehyung pergi ke dapur untuk mengambil minuman.

Aku kembali memindai seisi apartemen Taehyung. Memang, apartemen ini adalah tipe-tipe apartemen yang ditinggali oleh satu orang saja. Tidak terlalu besar, tidak terlalu kecil, cukup untuk satu orang.  

Aku dapat melihat beberapa foto keluarga Taehyung yang terpajang, menandakan bahwa lelaki ini benar-benar menyayangi keluarganya. Bahkan ada beberapa bingkai foto yang berisi foto Taehyung saat lelaki itu masih kecil, membuat kedua sudut bibirku tidak sengaja terangkat.  

Somersault; pjmOù les histoires vivent. Découvrez maintenant