TWELVE

6K 808 71
                                    

Akhir pekan akhirnya tiba. Entah kenapa, di pagi hari saat aku bangun tidur, aku bisa merasakan perasaan aneh yang menggerayangi perutku. Tanganku entah kenapa selalu merasa dingin dan kebas, bahkan mengeluarkan keringat yang berlebihan. Apakah karena efek nanti malam?  

Selama seharian penuh, otakku terus memikirkan bagaimana kencan nanti akan berjalan. Kemana Jimin akan membawaku? Baju apa yang harus aku gunakan? Apakah aku harus bersikap feminim? Jimin bahkan tidak memberikan petunjuk kemana kita akan pergi. Setidaknya aku tidak mau salah pakaian jika kami akan mengunjungi restoran atau ke taman bermain.  

Aku mengobrak-abrik isi lemariku, bingung baju apa yang harus kugunakan. Aku tidak yakin apakah aku harus menggunakan dress yang cantik tapi tidak nyaman atau pakaian kasual yang nyaman tapi terlihat seperti gembel. Baju demi baju aku keluarkan, aku cocokkan di depan cermin, kemudian aku buang begitu saja. Entah sudah setelan baju ke berapa aku cocokkan, tiba-tiba sebuah pikiran terlintas di dalam benakku.  

Kenapa aku menjadi sangat semangat seperti ini? Kenapa aku repot seperti ini seakan-akan aku peduli untuk tampil cantik di depan Jimin? Lelaki itu bahkan pernah melihat rambut kusutku dan wajah berminyakku saat kami selesai pelajaran olahraga. Demi Tuhan, ini hanya kencan biasa! Bukan kencan yang akan mempertaruhkan hidupmu!  

Menutup mataku, aku mengambil asal salah satu baju yang ada di lemariku. Dan saat aku bisa merasakan kain halus yang sepertinya cocok, aku segera menariknya dan membuka mataku. Sebuah jumpsuit tanpa lengan berwarna abu. Tidak buruk. Tidak terkesan terlalu feminim, dan tidak terlalu tomboy juga. Setidaknya aku akan terlihat seakan-akan aku tidak peduli dengan kencan ini, namun tetap terlihat fashionista.  

Setelah mandi dan menggunakan make up tipis, serta menata rambutku lebih baik, aku duduk di meja belajarku, menatap ke luar jendela untuk melihat apakah Jimin sudah datang atau tidak. Tepat pukul enam kurang sepuluh, Jimin sudah datang menggunakan motor kesayangannya. Lelaki itu melepas helmnya, namun ia sama sekali tidak bergerak. Aku memerhatikan lelaki itu dari atas kamarku, membuat kedua alisku bertaut bingung. Kenapa ia tidak memberiku pesan kalau ia sudah sampai atau mengebel pintu rumahku dan mengajakku untuk keluar?  

Sekitar sepuluh menit dia hanya diam saja, akhirnya Jimin bangun dari sepeda motornya. Lelaki itu melangkah ke rumahku dan beberapa saat kemudian bel rumahku berbunyi. Aku segera bangkit dari tempat dudukku dan menyambar tas kecilku sebelum melangkahkan kakiku turun.  

Aku bisa melihat ibuku sedang mengobrol dengan Jimin di pintu depan, namun segera terhenti saat pandangan mereka jatuh kepadaku. Aku bisa melihat ibuku tersenyum dengan sangat lebar, sedangkan Jimin hanya diam saja dengan wajah yang sulit untuk dijelaskan.  

“Bersenang-senanglah. Tapi jangan membawanya pergi sampai tengah malam,” ujar ibuku kepada Jimin.  

Jimin tersenyum. “Baiklah,” ucap lelaki itu.  

Setelah menggunakan sepatuku, aku segera keluar dari rumah dan mendapati Jimin yang tengah menatapku dari atas sampai bawah. Tatapan Jimin membuatku malu dan pipiku seakan mengeluarkan semburat merah, tapi aku segera mencoba untuk mengalihkan perhatiannya dengan berdeham pelan.

“Ngomong-ngomong, apa kau sudah lama menunggu?” tanyaku basa-basi.  

Jimin menggelengkan kepalanya. Bohong.  

“Kau terlihat cantik hari ini,” ujar Jimin. Aku yakin sekali Jimin bahkan tidak pernah melepaskan pandangannya dariku sedikit pun. Tatapan matanya terlihat berbinar dan aku bisa langsung menyadari kegembiraan yang tercetak jelas di wajah lelaki itu.  

Aku melihat penampilan Jimin. Lelaki itu juga terlihat mengagumkan walaupun hanya menggunakan pakaian yang simpel. Jaket dan celana denim serta baju warna putih di dalamnya. Menurutku, walaupun Jimin hanya menggunakan kaus oblong dan celana pendek, dia akan tetap terlihat tampan. Dia bahkan tidak perlu berdandan dengan berlebihan untuk terlihat tampan. Hanya bernapas saja, dia akan bisa membuat para gadis tiba-tiba berhiperventilasi.  

Somersault; pjmWhere stories live. Discover now