THIRTY TWO

3.8K 737 291
                                    

Suara riuh tepuk tangan yang menggema di seluruh ruangan membuat diriku tersadar dari lamunan ketidak percayaanku. Dari tempat aku berdiri aku bisa melihat Jimin ada di atas panggung sana, bersama dengan tunangannya sambil bertukar cincin.

Secara tidak sadar aku menggigit bagian dalam pipiku, melihat semua kejadian itu dengan mata kepalaku sendiri. Aku tidak mengerti kenapa aku merasa seperti ini, padahal sudah sepuluh tahun lamanya sejak kami berakhir namun melihat Jimin ada dia atas sana membuat sesuatu di dalam diriku bergejolak.

Melupakan Jimin sepenuhnya adalah hal yang sulit bagiku di awal-awal kami memutus hubungan. Aku digentayangi oleh rasa bersalah yang cukup besar, seakan-akan aku adalah wanita terburuk karena telah merusak hati seorang Park Jimin, lelaki yang selalu bersikap manis kepadaku. Mungkin karena rasa bersalah dan rasa kehilangan Park Jimin yang selalu menggentayangi diriku, aku jadi berubah banyak sehingga aku bisa sesukses sekarang. Aku mencoba untuk selalu menyibukkan diriku dan mencoba untuk tidak memikirkan lelaki itu lagi.

Bohong kalau aku tidak pernah memikirkan Jimin. Bahkan di saat-saat yang tidak aku inginkan, sesosok Park Jimin terlintas di dalam otakku. Terkadang saat aku berbaring di tempat tidurku sambil menatap langit-langit kamar, aku berpikir, bagaimana keadaan Park Jimin saat ini? Dimana dia sekarang? Apakah dia pernah memikirkanku juga?

Aku tahu kami tidak menjalin hubungan cukup lama, tapi Jimin membawa pengaruh yang besar untuk hidupku. Dia cinta pertamaku, dan dia adalah orang pertama yang mengajariku bagaimana rasanya berpacaran dan dia adalah orang pertama yang membuat diriku merasa istimewa. Sepuluh tahun adalah waktu yang cukup lama, sangat lama malahan. Tapi entah kenapa dalam sepuluh tahun itu aku tidak pernah bisa benar-benar melupakan Jimin. Walaupun aku sudah mencoba untuk melupakannya, otakku seakan-akan menyimpan sedikit ingatan, sekecil debu mungkin, yang tersangkut di dalam memoriku. Dan terkadang memori sekecil debu itu berterbang bebas di dalam otakku dan aku tidak bisa tidak memikirkannya.

Jimin berdiri dengan setelan jas hitam yang membaluti tubuhnya dengan sempurna. Aku bisa melihat banyak perubahan dalam diri lelaki itu. Mulai dari bentuk tubuhnya yang tegap, sebagian dari lemaknya yang hilang, dan rahangnya yang menajam. Terakhir kali aku melihatnya adalah saat kelulusan. Saat itu tubuhnya terlihat sedikit kurus, namun kali ini tubuhnya terlihat dipenuhi otot sehingga tubuh Jimin sudah seperti model dengan postur itu. Selain itu, rambut lelaki itu ia semir menjadi berwarna pirang, dan ekspresi wajahnya memberikan kesan yang penuh dengan karisma. Aku bisa melihat tidak ada lagi pipi gembul yang bersarang di wajah lelaki itu.

Sora terlihat senang dengan pertunangan ini. Wajahnya menunjukkan ekspresi yang luar biasa bahagia dan gadis itu tersenyum hingga matanya menyipit, persis seperti saat Jimin tersenyum lebar. Gadis itu sangat cantik. Badannya tidak terlalu tinggi, pas dengan ukuran tubuh Jimin saat mereka berdiri sebelahan dan juga baju yang digunakan gadis itu memperlihatkan bagaimana lekuk tubuh gadis itu yang sangat sempurna. Rambut Sora yang berwarna hitam legam, tersampir rapi di bahu gadis itu, memberikan tampak yang dewasa namun masih terlihat imut dengan wajahnya yang awet muda.

Tak bisa kupungkiri, Jimin dan Sora terlihat sangat cocok bersama.

Jimin memberikan senyuman tipis kepada tamu undangan yang tidak kunjung berhenti bertepuk tangan, dengan tangannya yang bertengger manis di pinggang gadis itu. Sora juga melingkarkan tangannya di pinggang Jimin sambil berkali-kali membungkuk kepada tamu undangan.

"Wah, aku tidak menyangka mereka akan benar-benar bertunangan. Aku kira tidak jadi," ujar Jin tiba-tiba, menarik perhatianku dan Jungkook.

"Apa kau kenal Jimin, hyung?" tanya Jungkook penasaran.

"Ya. Aku sering melihat Jimin mengunjungi restoranku di Amerika. Dia sudah seperti teman baikku saat aku ada di Amerika. Ketika aku berkunjung kesana, pasti Jimin menyempatkan dirinya untuk jalan-jalan bersamaku."

Somersault; pjmWhere stories live. Discover now