TWENTY ONE

4.6K 700 52
                                    

Waktu berlalu sangat cepat. Sangat cepat bahkan. Rasanya aku hanya berkedip sekali, tapi di sinilah aku sekarang, mendengarkan teriakan lega dan senang teman-teman sekelasku.

Rasanya baru kemarin aku pindah ke sekolah ini, terkena detensi dan mencoba untuk menghindari Jimin sebisa mungkin. Aku masih ingat atmosfir yang menegangkan antara aku dan Jungkook, juga bagaimana aku salah menilai Taehyung selama ini. Tidak terasa setelah ini kita akan berpisah, mungkin.

Aku bisa melihat Jungkook yang kelewat senang. Sebuah senyuman yang sangat lebar tertera di wajahnya dan ia bersorak sambil menari-nari gembira. Ingin rasanya aku mengambil ponselku dan merekam kelakuan lelaki itu, mengancam akan menyebarkannya ke seluruh sosial media jika ia mulai bertingkah menyebalkan. Tapi tidak kulakukan karena aku masih memiliki rasa keperimanusiaan.

Di sisi lain, Taehyung juga terlihat senang. Ia mulai menari bersama Jungkook dan terlihat sangat bodoh, kontras dengan otak jenius dan ekspresi seriusnya beberapa menit yang lalu.

Dan Jimin ...

Sebuah pelukan tiba-tiba menyerang tubuhku, membuatku sesak ketika. Kemudian dilanjuti dengan kecupan-kecupan kecil di seluruh kepalaku. Aku tidak perlu menebak lagi siapa orang ini. Sudah jelas dari aroma citrus-nya saja, aku tahu lelaki ini bukan lain adalah Park Jimin.

Jimin meregangkan pelukannya, yang langsung membuatku menarik napas sekuatnya, memasok oksigen yang menghilang karena pelukan kuat lelaki itu. Wajahku memerah karena tingkahnya dan Jimin hanya terkekeh melihat penampilanku.

"Kau tidak lupa, kan?" tanya Jimin.

Aku mengerutkan keningku. "Lupa apa?"

Senyuman di wajah Jimin menurun dan wajahnya cemberut. "Bukankah aku sudah bilang kita akan pergi berlibur sebelum acara kelulusan?"

Tiba-tiba saja aku teringat dengan ucapan Jimin saat itu. Aku hampir saja melupakannya jika saja Jimin tidak mengingatkannya lagi. Lagi pula akhir-akhir ini aku sibuk belajar dan bagaimana caranya aku bisa mengingat hal itu?

"Kau belum bilang kita kemana, Jim," ujarku.

Jimin mendekatkan wajahnya ke telingaku. Hembusan napasnya membuatku merinding. "Rahasia," bisiknya.

Setelah itu Jimin menjauhkan wajahnya dari wajahku dan lelaki itu terkekeh melihat ekspresiku dan wajahku yang memerah.

"Ini adalah kejutan untukmu, baby."

Aku memasang wajah kesalku, karena Jimin tidak kunjung memberi tahu kemana kita akan pergi. Sedangkan lelaki itu mencubit pipiku gemas karena melihat ekspresiku.

Tiba-tiba saja Jungkook dan Taehyung menghampiri kami. Mereka berdua bertatapan dengan Jimin, memberi kode entah apa yang tidak aku ketahui. Mereka seperti sedang membicarakan sesuatu tetapi hanya dengan tatapan mata. Melihat mereka, aku jadi penasaran dengan apa yang mereka rencanakan.

Jimin menolehkan kepalanya kepadaku, kemudian tangannya beralih untuk menggenggam tanganku. Sebuah senyuman lebar tercetak jelas di wajahnya.

"Ayo kita pergi," ujar Jimin lalu menarik tanganku dan kami berdua berjalan keluar kelas, diikuti oleh Jungkook dan Taehyung di belakang.

Kami berjalan menuju motor Jimin. Untung saja hari ini aku tidak kelupaan membawa jaket, jadi aku tidak akan kedinginan di jalan. Jaket yang aku gunakan saat ini adalah jaket kulit yang diberikan oleh Jimin, dan lelaki itu juga memiliki jaket kulit yang sama. Ia mengatakan jika aku menggunakan jaket itu, berarti aku adalah miliknya. Aku tidak mengerti kenapa Jimin sangat terobsesi menggunakan jaket kulit, padahal aku sendiri lebih menyukai hoodie. Tapi tidak bisa kupungkiri kalau Jimin terlihat hot menggunakan jaket kulit.

Somersault; pjmWhere stories live. Discover now