SEVEN

6.8K 873 74
                                    

AUTHOR’S POV  

Jam pulang sekolah pun, Harin tidak bisa lepas dari Jimin. Jimin selalu ada di sampingnya, menggenggam tangannya, atau merangkulnya. Lelaki itu memang benar-benar gila sampai tidak bisa lepas dari Harin.  

Harin diantar pulang oleh Jimin, karena lelaki itu yang memaksa. Lagi pula Harin juga tidak akan pernah bisa menolak. Jimin terlalu keras kepala.  

Setelah memastikan tangan Harin melingkar dengan sempurna sampai ke perutnya, Jimin melajukan motornya. Ia mengendarainya dengan pelan, karena mereka memang sedang tidak diburu oleh waktu, dan Jimin suka dipeluk oleh Harin.  

Harin mengerutkan keningnya saat ia melihat Jimin mengendarai motornya ke jalan yang tidak familiar di matanya.

“Hey, rumahku bukan kesini,” ujar Harin.
 
“Memang,” jawab Jimin santai.  

“Kemana kau akan membawaku?”  

“Bersenang-senang.”  

Pupus sudah harapan Harin untuk lepas dari Jimin. Harin harus menghadapi Jimin sampai beberapa jam ke depan lagi. Gadis itu juga tidak bisa melakukan apapun karena Jimin membawanya ke tempat yang asing dan Harin tidak tahu arah jalan pulang.  

Mereka akhirnya berhenti di sebuah Mall. Gadis itu segera turun saat Jimin sudah memarkirkan motornya.

“Apa yang ingin kau lakukan di sini?”  

Jimin mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Harin. “Kita. Bukan hanya aku.”  

Harin mendenguskan napasnya kemudian memutar bola matanya sebal. “Baiklah, apa yang akan kita lakukan?”  

Jimin segera turun dari motornya lalu menggenggam tangan Harin, menyelipkan jari-jarinya di sela-sela jari milik gadis itu. “Menonton bioskop,” jawab Jimin pendek kemudian menarik tangan Harin untuk masuk lebih dalam lagi ke dalam Mall.  

Jimin memilih film yang mereka tonton tanpa persetujuan Harin, dan sialnya lelaki itu memilih film horor. Harin sendiri sebenarnya tidak terlalu takut dengan hantu, hanya saja gadis itu sangat benci dengan jump scare. Jantung gadis itu terlalu lemah untuk menghadapi jump scare.  

Setelah memesan satu minuman bersoda berukuran besar dan satu ember popcorn berukuran besar, mereka sudah dipanggil untuk masuk ke dalam ruangan. Jimin hanya bisa menyeringai saat mendengar Harin protes karena lelaki itu hanya memesan satu minuman dengan dua sedotan, tetapi gadis itu tidak bisa melakukan apapun karena Jimin sudah menariknya untuk masuk ke dalam ruangan.  

“Kau takut?” bisik Jimin saat lampu sudah dimatikan.  Harin tampak ragu-ragu untuk menjawabnya, tapi akhirnya gadis itu menggelengkan kepalanya. Melihat keraguan Harin, Jimin kemudian menyelipkan jari-jarinya di sela-sela jari Harin, menggenggamnya dengan sangat kuat, dan untuk pertama kalinya Harin sama sekali tidak keberatan dengan hal itu.  
Selama film berlangsung, Harin terlalu fokus pada filmnya, tidak memedulikan Jimin yang dari awal memerhatikannya, dengan senyuman lebar yang terpampang jelas di wajahnya. Sesekali Harin berjengit saat menonton dan gadis itu memeras tangan Jimin dengan kuat. Dan demi Tuhan, Jimin rasanya ingin merengkuh tubuh Harin ke dalam pelukannya saat melihat gadis itu yang tidak henti-hentinya terkejut, karena ia sungguh terlihat imut di mata Jimin.  

Saat filmnya sudah mau selesai, dan tidak ada bagian yang terlalu seru lagi, Harin menolehkan kepalanya ke arah Jimin, dan menangkap lelaki itu sedang memandanginya dengan senyuman lebar yang tercetak jelas di wajahnya. Sontak kedua pipi Harin mengeluarkan semburat berwarna kemerahan, dan dengan segera ia melepas genggaman tangannya lalu berdeham pelan. Gadis itu kembali fokus dengan film, sedangkan Jimin yang melihat tingkah laku Harin hanya terkekeh pelan.  

Somersault; pjmWhere stories live. Discover now