FIFTY TWO

11K 774 418
                                    

Aku terbangun dengan sisi kosong di sebelah tempat tidurku. Jimin sudah pergi. Tentu saja. Dia selalu seperti itu. Dia akan pergi pagi-pagi buta, takut ada orang lain yang melihat jika lelaki itu pergi lebih siang.

Terlebih lagi, Sora mengetahui dimana aku tinggal, dan gadis itu bisa datang kapan saja ia mau. Sora sangat menyukaiku, tidak mengerti kenapa. Gadis itu memang sepertinya tidak memiliki teman untuk diajak bermain karena ia selalu menempel padaku. Sora sering mengajakku untuk pergi ke mall atau makan siang bersama, dan setiap kali aku melihat wajahnya, aku menjadi merasa sangat bersalah. Apalagi saat gadis itu mulai curhat masalah Jimin. Aku menjadi makin tidak enak.

Jimin pernah memberi saran untuk berhenti menemui Sora. Aku mengerti maksudnya. Karena jika kebenaran hubungan kami terungkap, pihak yang paling disakiti adalah Sora. Tapi aku tidak bisa jika Sora terus menerorku dan mengirimiku pesan setiap saat.

Aku tidak bisa memarahi Sora dan mengucapkan yang bahwa sebenarnya aku risih dengannya. Karena aku mencoba untuk memahami gadis itu dari perspektifnya. Dia tidak memiliki teman. Dia pernah bercerita bahwa dari dulu dia dikekang oleh keluarganya dan dimanja layaknya tuan putri. Mungkin dia memiliki teman, tapi aku tahu bagaimana palsunya teman-temannya itu.

Sekarang setelah Sora beranjak dewasa, gadis itu dibebaskan dan diizinkan tinggal sendirian di apartemen. Jadi Sora menggunakan kesempatan itu menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang dan menebus semua masa remajanya yang ia lewati.

Setelah selesai memoleskan wajahku dengan make up sebelum bekerja, ponselku tiba-tiba saja berdenting, menandakan bahwa sebuah pesan telah masuk. Aku segera meraih ponselku dan membaca pesan yang masuk di waktu se-pagi ini.

Kim Taehyung: Kemarin aku bertemu Jungkook. Aku menitipkan undangan pernikahanku dengannya. Kau perlu membawa undangannya untuk masuk ke dalam acara pernikahanku.

Taehyung pasti ingat betapa tidak bertanggung jawabnya seorang Jeon Jungkook sehingga dia harus mengirimku pesan seperti ini. Aku yakin Jungkook tidak akan memberikan kartu undangannya jika aku tidak datang kepadanya dan menagihnya. Jungkook orangnya sangat pelupa, dan aku yakin lelaki itu pasti akan mengingatnya detik-detik akhir sebelum acaranya di mulai.

Setelah merapikan alat make up-ku, aku segera mengambil barang-barangku dan segera mampir ke apartemen Jungkook terlebih dahulu. Waktunya masih cukup awal, dan aku tidak yakin apakah Jungkook sudah bangun atau belum. Lelaki itu masih bersifat seperti anak-anak, karena terkadang aku harus meneleponnya berkali-kali untuk membangunkannya, saat tahu lelaki itu tidak datang untuk bekerja. Tapi jika ia ingin bersikap dewasa dia bisa mengganti sikapnya dalam sekejap. Entahlah, Jungkook memang sangat sulit untuk dimengerti.

Aku masuk ke dalam apartemen Jungkook tanpa mengebel pintu seperti biasanya. Lagi pula dia tidak masalah jika aku keluar masuk apartemennya seenakku.

Namun sesaat aku membuka pintu apartemen lelaki itu, aku langsung membeku di tempatku dan memekik tertahan.

"Ya Tuhan, ya Tuhan! Maafkan aku! Aku akan pergi!" seruku setelah kembali dalam kesadaranku dan langsung membalikkan badanku lalu menutup pintunya dengan bedebam yang keras.

Aku mengumpat karena aku dengan seenaknya masuk ke dalam apartemen lelaki itu dan aku mengumpat lagi karena melihat adegan yang tidak seharusnya aku lihat. Kali ini aku malu sendiri dan tidak yakin apakah aku bisa menghadap Jungkook setelah ini.

Aku bisa melihat Jungkook tengah bertelanjang dada. Aku tidak masalah dengan hal itu, aku sering melihatnya bertelanjang dada, tapi aku yakin Jungkook tidak menggunakan apapun di bawahnya. Untung saja sandaran sofa menutupi bagian bawah tubuh lelaki itu, jadi aku tidak perlu melihat kejantanannya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 22, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Somersault; pjmWhere stories live. Discover now