FORTY EIGHT

3.8K 633 238
                                    

A/N:

Double update karena gaada alasan 😬
Yang belum baca forty seven, dibaca dulu gih. Ada surprise di part ini juga 🙂

💘💘💘


Setelah kejadian kemarin malam, hubunganku dengan Jimin mulai membaik. Kali ini aku bekerja tanpa beban, karena Jimin tidak lagi memberiku tatapan mengintimidasinya dan ia bersikap profesional seakan-akan kami memang dua orang pebisnis yang dipertemukan memang hanya untuk bisnis, bukan dua orang yang pernah mengenal sebelumnya dan bersikap canggung antar satu sama lain.

Jimin sendiri, lelaki itu terlihat lebih segar dari pada biasanya. Ia lebih banyak tersenyum kepada karyawannya dan ia mengerjakan semua pekerjaannya dengan fokus dan tekun. Tidak ada aura menegangkan lagi di antara kami.

Jam sudah menunjukkan jam istirahat, dan aku mendudukkan diriku di kafetaria yang penuh dengan pekerja proyek. Aku dan Hoseok duduk berdua, menikmati makan siang kami.

Jimin masih sibuk dengan pekerjaannya, dan Hoseok mengatakan hal itu normal. Jimin terlalu perfeksionis, jadi ia terkadang melewati makan siangnya dan terus memastikan bahwa semua pekerjaannya berjalan dengan baik. Jadi saat ini Jimin sedang berkeliling di sekitar gedung proyek sedangkan kami menikmati makan siang kami.

Sudah lama sejak terakhir kali aku makan bersama dengan Hoseok seperti ini, sembari menyantap makanan kafetaria. Hal ini jadi mengingatkan diriku di masa-masa sekolahku dengan Hoseok.

"Hobi," panggilku.

"Hm?" jawab Hoseok sambil mengunyah makanannya.

"Apakah kau pernah merasa bimbang atau bingung di dalam hidupmu?" tanyaku tiba-tiba.

Hoseok tidak menjawab sampai ia menelan makanan di dalam mulutnya. "Tentu saja. Semua orang pasti pernah merasa seperti itu."

"Sejak kuliah kita tidak pernah menghubungi satu sama lain lagi. Jadi aku penasaran dengan kehidupanmu," ujarku.

"Tidak banyak hal yang terjadi denganku, Rin. Sama seperti orang lain pada umumnya. Kuliah, mengerjakan tugas hingga malam, setelah lulus melamar pekerjaan, dan di sinilah aku sekarang. Menjadi sekretaris Tuan Park," ucap Hoseok.

"Tapi kemarin aku mendengarmu memanggil Jimin dengan namanya. Apa kalian berteman?"

"Hm, yah begitulah. Dia yang menyuruhku untuk memanggil namanya saat kita tidak bekerja."

"Oh ya, bagaimana dengan kisah cintamu? Terakhir kali aku menghubungimu, kau bilang kau sudah berhasil memacarinya. Sekarang bagaimana?"

Tiba-tiba saja Hoseok membeku di tempatnya, dan melihat dari reaksinya saja, aku tahu bahwa sesuatu yang tidak beres terjadi. Wajah Hoseok terlihat lebih lesu dari sebelumnya.

"Apa sesuatu terjadi?" tanyaku khawatir.

Hoseok menghela napasnya perlahan. "Orang tuaku tahu aku gay, dan mereka tidak menyetujuinya. Aku ditendang dari rumah dan hidupku sangat menyedihkan saat itu."

Aku memekik tertahan mendengar perkataannya. Aku tidak tahu bahwa Hoseok ternyata mengalami hal ini selama aku tidak ada.

"Kenapa kau tidak pernah mengatakannya padaku? Aku bisa membantumu asal kau tahu. Aku yakin orang tuamu tidak akan sekejam itu untuk mengusirmu," ucapku penuh dengan rasa kekhawatiran di dalamnya.

"Akhirnya aku tinggal bersama pacarku di sebuah apartemen kecil dekat dengan universitas kami. Dia juga ditendang dari keluarganya karena orang tuanya tidak suka dengan pilihan masa depannya. Jadi kami bekerja sama untuk menghidupi diri kami saat itu."

Somersault; pjmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang