TWENTY SIX

3.5K 664 71
                                    

A/N:
Jangan lupa klik bintangnya ya 💜

💘💘💘

"JIMIN!!!" Secara refleks aku berlari mendekati lelaki itu, menahan kepalan tangan Jimin agar tidak memukul Taehyung lagi.

Taehyung yang berada di bawah Jimin tidak bisa mengatakan apapun, pupil matanya bergetar, namun tidak ada satu pun ekspresi ketakutan yang muncul dari wajah Taehyung.

"Lepaskan Taehyung, Jim!"

Aku mencoba untuk menarik Jimin agar melepas Taehyung, tapi percuma saja, lelaki itu terlalu kuat, apalagi ia sangat marah sekarang.

"Taehyung tidak melakukan apapun!"

Untuk saat ini, tanganku yang menahan tangan Jimin adalah satu-satunya alasan kenapa sampai saat ini tinjuan itu belum melayang ke Taehyung. Yang lelaki itu lakukan hanyalah menatap Taehyung dengan sangat tajam, dan napasnya keluar masuk dengan sangat agresif. Bahkan pada tahap ini aku tidak yakin apakah Jimin seratus persen sadar atau sebagian dirinya sudah terpengaruhi alkohol.

"Jimin, kau mabuk," ucap Taehyung dengan nada yang datar, lelaki itu tampak sama sekali tidak takut dengan apa yang akan dilakukan oleh Jimin.

"Tidak," ucap Jimin pada akhirnya. "Aku tahu apa yang kau lakukan dengan Harin." Jimin menggertakkan giginya, tangannya yang menarik kerah baju Taehyung mengencang, membuat Taehyung terbatuk kecil.

"Kau mabuk, Jim. Kau tidak tahu apa yang kami lakukan," ujar Taehyung dengan santai.

"Aku tidak mabuk! Aku tahu apa yang kalian lakukan!"

"Sudah, Jim! Lepaskan Taehyung!" teriakku kali ini, memeluk pinggang Jimin dan menarik lelaki itu.

Tangan yang menarik kerah Taehyung mengendur, dan lelaki itu melepasnya, mebuat Taehyung terbatuk-batuk dan menarik napasnya dalam. Aku menarik Jimin agar lelaki itu menjauh dari Taehyung. Aku tidak tahu apa yang akan Jimin lakukan kepada Taehyung jika saja aku membiarkan lelaki itu berada di dekat Taehyung lama-lama.

Kami berjalan menjauh, dengan tanganku yang memegang erat pergelangan tangan Jimin. Setelah kurasa ini adalah tempat yang tepat untuk berbicara berdua, aku menghentikan langkahku dan menatap Jimin. Wajah Jimin memerah, dan matanya menatapku dengan tajam, penuh amarah. Jimin melepaskan tanganku dari tubuhnya kemudian digantikan dengan dirinya yang memegang kedua bahuku, berhadapan. Jimin mencengkram bahuku agak kuat, membuatku meringis kecil, namun aku masih bisa menahannya.

Melihat Jimin berada di jarak sedekat ini, aku tidak yakin apakah Jimin sadar atau hanya sekedar tipsy. Lelaki ini tidak mabuk, aku tahu, tapi sebagian dari dirinya sudah terpengaruh oleh alkohol dan aku yakin sulit bagi Jimin untuk mengontrol aksinya.

"Apa ini yang kau mau?" tanya Jimin.

"Apa?" tanyaku tidak mengerti dengan arti pertanyaan Jimin.

"Aku sudah menaruh kepercayaan pada Taehyung dan dirimu, kau pikir apa yang aku rasakan setelah aku melihat kalian berdua di sini? Berpelukan?"

Aku menghela napasku, mencoba untuk bersikap tenang. "Kau salah paham, Jimin. Aku dan Taehyung bukan—"

"Aku melihat semuanya, Rin! Bagaimana dekatnya kalian berdua, bagaimana eskpresimu saat kau mengobrol dengan Taehyung. Apalagi melihat bagaimana Taehyung menyentuh kulitmu dengan pakaian seminim itu. Apa kau tidak mengerti apa yang aku rasakan?"

Kami terdiam untuk beberapa saat. Hembusan napas Jimin keluar dengan begitu cepat. Tatapan mata lelaki itu terdapat suatu emosi yang susah untuk dijelaskan. Entah itu amarah atau kepedihan, aku tidak bisa mendeskripsikannya. Cengkeraman tangan Jimin dibahuku merenggang. Lelaki itu menurunkan tangannya ke lenganku, kemudian memegang kedua telapak tanganku. Tatapan matanya tidak pernah lepas dariku.

Somersault; pjmWhere stories live. Discover now