FORTY SIX

4K 676 199
                                    

"Tidak! Lepaskan aku! Lepaskan aku Park Jimin!"

"Tuan Park! Lepaskan Harin! Ini tidak seperti apa yang kau bayangkan!"

Jimin sama sekali tidak menggubris kami berdua. Tangan lelaki itu menggenggam erat pergelangan tanganku, dan menarikku untuk ikut bersamanya. Aku merasa kesulitan untuk mengikuti langkahnya, dan Hoseok tidak bisa membantu banyak melihatku yang terseret bersama Jimin, karena Jimin kali ini terlihat benar-benar marah, membuat Hoseok menciut.

"Lepaskan aku, Jimin! Tanganku sakit!" pekikku. Aku tidak tahu sejak kapan pipiku basah karena air mataku. Kali ini aku benar-benar takut setengah mati.

Jimin seakan menulikan telinganya mendengar pekikkanku, dan ia tetap menarikku dengannya. Lelaki itu membuka pintu kamar hotelnya yang kebetulan satu lantai dengan Hoseok lalu ia segera menarikku masuk dan menutup pintunya dengan suara bedebam yang keras.

Dari dalam aku dapat mendengar Hoseok berkali-kali menggedor pintu kamar hotel Jimin, dan ia tidak pernah berhenti meneriakkan nama Jimin.

Aku mencoba untuk melepaskan tanganku dari genggaman Jimin, tapi hasilnya sia-sia, malahan tanganku terasa lebih sakit. Jimin menarikku masuk lebih dalam ke kamar hotelnya, sebelum ia menghempaskan diriku di kasur miliknya.

Punggungku menyentuh kasur empuk milik lelaki itu, dan tanganku sudah terlepas dari genggamannya. Aku sangat yakin pergelangan tanganku kali ini sudah memar akibat ulah lelaki itu.

Jimin kemudian meletakkan kedua lututnya di samping tubuhku, mengapitku, dan ia membungkukkan badannya hingga wajahnya tepat berada di atasku. Samar-samar aku dapat melihat wajah Jimin yang berwarna merah dan penuh dengan amarah. Penglihatanku menjadi buram karena air mata yang menggenang di kedua mataku. Tenggorokanku rasanya tercekat dan tubuhku bergetar. Aku merasa sangat takut kali ini. Jimin terlihat lebih menyeramkan dari pada apa yang aku bayangkan.

Setelah itu aku bisa mendengar suara helaan napas kasar lelaki itu, sebelum aku bisa merasakan jari-jari lelaki itu mengusap air mata di pipiku secara lembut. Aku mencoba untuk menepis sentuhannya, tapi aku tidak bisa. Jimin sebisa mungkin membuatku tidak bisa bergerak.

"Lepaskan aku, Park Jimin," pintaku dengan lirihan yang terdengar sangat parau. Aku sudah lelah. Dadaku terasa sangat sakit dan sulit bagiku untuk berbicara dengan tenggorokan yang tercekat.

Salah satu tangan Jimin kemudian mengambil pergelangan tanganku yang ditariknya tadi. Ia mengecupnya dengan lembut berkali-kali. "Maafkan aku, Rin, aku tidak bermaksud untuk menyakitimu." Aku bisa mendengar suara Jimin terdengar lebih lembut, dan terdapat getaran penyesalan di dalamnya.

"Lepaskan aku, Jimin," pintaku sekali lagi, tapi Jimin hanya menggelengkan kepalanya.

Lelaki itu menghapus jejak-jejak air mataku, membuatku bisa melihat wajahnya dengan lebih jelas kali ini. Ekspresi wajah Jimin berubah menjadi lebih lembut dan penuh penyesalan. Lelaki itu masih mengusap air mata yang mengepul di mataku, membuatku menutup mataku dan merasakan sentuhannya yang terasa sangat lembut.

Aku mengeluarkan sesenggukkan kecil, karena aku masih terlalu panik dan syok dengan apa yang barusan terjadi. Tubuhku masih bergetar sedikit, dan aku sebisa mungkin mencoba untuk menenangkan diriku.

Aku masih menutup mataku dan aku bisa merasakan napas hangat milik Jimin yang menerpa wajahku. Hidungnya menyentuh hidungku, dan bibirnya terletak di atas bibirku, namun masih belum menyentuh.

"Maafkan aku Lee Harin. Berhentilah menangis. Aku minta maaf."

Mendengar permintaan maaf Jimin, sesenggukkanku malah bertambah parah. Aku tidak tahu, bagaimana caranya untuk menghentikannya. Dadaku rasanya terlalu sesak dan sakit.

Somersault; pjmWhere stories live. Discover now