EIGHT

6.4K 869 20
                                    

Seperti apa yang dibilang Jimin tadi, sesaat aku membuka pintu rumahku, aku bisa melihat Jungkook yang menyenderkan badannya di mobil sport merahnya dengan tampang yang arogan. Lelaki itu melipat kedua tangannya di depan dada dan wajahnya menampakkan kekesalan yang luar biasa.  

Tadi pagi aku mendapat pesan bahwa Jimin terlambat bangun dan ia tidak bisa menjemputku, sehingga lelaki itu menyuruh Jungkook untuk mengantarkanku ke sekolah.  

Melihat tampang Jungkook yang seperti itu, aku menjadi tidak enak dengan laki-laki itu. Dengan segera aku melangkahkan kakiku mendekatinya.  

“Hai,” sapaku dengan senyuman yang aku buat-buat. “Kau tidak perlu repot-repot mengantarku, asal kau tahu. Jimin memang terkadang terlalu berlebihan.”  

Jungkook kemudian mendenguskan napasnya kasar dan memutar bola matanya kesal. “Aku menunggu di sini bukan untuk mendapat penolakan tawaran baikku padamu. Ditambah lagi, aku tidak mau dicekik Jimin hingga mati jika aku tidak menurutinya.”  

“Sungguh. Kalau kau tidak—“  

“Cepat masuk,” potong Jungkook cepat kemudian lelaki itu masuk ke dalam kursi pengemudi.  

Tidak mau membuat Jungkook yang sudah kesal tambah kesal lagi, aku langsung masuk ke dalam mobil lelaki itu. Sesaat setelah aku mendudukkan tubuhku di kursi samping kemudi dan menggunakan sabuk pengamanku, Jungkook langsung melajukan mobilnya.  

Selama perjalanan, kami tidak mengatakan apapun. Bahkan aku tidak berani melirik ke arahnya. Raut wajah Jungkook mengatakan bahwa ia sama sekali tidak menyukai fakta bahwa aku sedang duduk di sebelahnya.  

Aku benar-benar tidak mengerti dengan lelaki ini. Saat pertama kali kami bertemu, dia adalah lelaki yang imut, dengan gigi kelinci dan mata bulatnya. Ia akan dengan lahap memakan kue buatan ibuku dan tanpa malu meminta kue buatan ibuku lagi. Tapi setelah percakapan yang terjadi setelah ibu Jungkook meninggalkan kami, Jungkook seakan-akan menjauh dariku. Membuatku bertanya-tanya, apakah aku membuat sebuah kesalahan atau tidak.  

Perjalanan menuju sekolah rasanya seperti perjalanan menuju neraka. Atmosfir yang sangat canggung mengelilingi kami dan rasanya aku ingin muntah saat itu juga. Aku benci berhadapan dengan situasi canggung, apalagi ditambah dengan Jeon Jungkook yang duduk di sampingku sambil menggertakkan giginya kesal.
Apakah sebegitu bencinya ia padaku?  

Setelah bermenit-menit merasakan perjalanan menuju ‘neraka’, akhirnya kami sampai di areal sekolah. Jungkook dengan lihai memarkirkan mobilnya dan lelaki itu memerintahkanku untuk segera turun. Ya, kalian tidak salah, Jungkook benar-benar memerintahku untuk segera turun.  

Jungkook juga tampaknya sangat tergesa-gesa sampai-sampai ia lebih dulu keluar dari mobil dari pada diriku yang masih berkutik dengan sabuk pengaman terlalu lama. Sesaat aku keluar dari mobil, Jungkook sudah menutup pintu mobil bagiannya, dan aku bisa mendengar Jungkook mendengus kasar. Aku juga ikut menutup pintu mobil lelaki itu sebelum aku bisa mendengar suara Bip tanda mobil sudah terkunci.  

Jungkook melangkahkan kakinya lebih dulu dariku. Tentu saja ia tidak mau berjalan denganku. Ia saja sudah sangat terpaksa mengantarku kesini, apalagi berjalan bersamaku. Tapi baru saja beberapa langkah lelaki itu berjalan, ia mengerem langkahnya, membuatku juga otomatis ikut menghentikan langkahku.  

Aku mengikuti arah pandang Jungkook, dan menemukan seorang gadis yang berjalan mendekat ke arah kami. Gadis itu memiliki rambut cokelat kehitaman dengan panjang beberapa senti di bawah bahu. Aku melihat wajahnya, gadis itu cantik, sangat cantik malah. Tubuhnya juga bagus dan semampai, bahkan baju sekolah yang ia gunakan terlihat sangat bagus di tubuhnya, seakan-akan ia adalah model yang sedang memeragakan baju seragam sekolah.  

Somersault; pjmWhere stories live. Discover now