FORTY ONE

3.7K 612 80
                                    

Aku mengerutkan keningku. Rasanya sangat asing. Kenapa tiba-tiba saja ruangan ini terasa lebih cerah? Padahal aku tidak pernah membuka korden kamarku pada malam hari.

Aku menggeliat kecil di dalam tidurku. Tunggu dulu. Kenapa kasurnya terasa berbeda?

Mataku masih enggan untuk terbuka dan rasa pening di kepalaku memperburuk keadaannya. Selimut tebal yang membungkus tubuhku seakan menjerat tubuhku sehingga sulit bagiku untuk bergerak.

Dengan perlahan, aku membuka kelopak mataku. Sinar matahari yang menembus jendela seakan menusuk indra penglihatanku, membuatku menyipit karena terlalu silau. Aku mengerang pelan, kesal. Ini sebabnya aku selalu menutup korden kamarku setiap malam. Aku benci bangun dengan keadaan ruangan yang sudah terang. Seakan-akan cahaya lampu atau matahari itu akan langsung menusuk mataku hingga perih.

Aku mengedip-ngedipkan mataku, menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk ke dalam mataku. Setelah beberapa saat, aku akhirnya bisa membuka mataku dengan sempurna. Kerutan dalam keningku bertambah dalam saat aku melihat langit-langit ruangan berbeda dengan milik kamarku. Pandanganku juga jatuh ke ruangan sekitar.

Seakan baru tersadar, mataku terbelalak terkejut. Ini bukan kamarku!

Pantas saja kasurnya terasa berbeda, dan bantal yang aku tiduri terasa lebih empuk dari biasanya. Bahkan jendela-jendela besar itu menampakkan pemandangan yang berbeda dari kamarku.

Aku segera menegapkan badanku. Seketika pening yang bersarang di kepalaku langsung menyerang, membuat diriku mengerang kesakitan.

Sial! Apa yang sebenarnya terjadi semalam? Kenapa kepalaku terasa sangat pusing? Apakah aku minum terlalu banyak? Kamar siapa ini? Aku ... tidak diperkosa, kan?

Dengan segera aku meneliti pakaianku. Aku menghela napasku lega saat semuanya masih utuh, tidak ada yang berkurang sama sekali, kecuali sepatuku yang sudah terlepas entah dimana sekarang.

Mataku segera beralih untuk melihat seluruh isi ruangan ini. Tidak ada banyak perabotan di sini. Ruangannya juga tidak terlalu besar. Hanya ada nakas di samping tempat tidur, dan sebuah lemari kecil di sudut ruangan. Sebuah karpet bulu yang terlihat halus dan lembut terletak di bawah kasur berukuran queen size yang aku tiduri saat ini. Terdapat jendela yang sangat besar di ruangan ini, membuatku bisa melihat keadaan di luar ruangan.

Aku mengerutkan keningku. Taman di luar sana tampak familiar, begitu juga dengan konsep desain interior kamar ini.

Tiba-tiba saja pintu terbuka, menampilkan seorang lelaki dengan badan tegap dan bahu yang lebar memasuki ruangan. Sebuah senyuman lebar tercetak di wajah lelaki itu dan ia segera melangkahkan kakinya mendekat ke arahku.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Jin. Aku bisa melihat Jin membawa sebuah nampan yang berisi segelas air putih dan tablet penghilang rasa mabuk kemudian meletakkannya di atas nakas.

"Apa yang terjadi? Kenapa aku bisa di sini?" tanyaku bingung.

"Semalam kau mabuk di bar. Untung kemarin malam aku menelponmu, dan lelaki yang ada di sampingmu mengangkat telponnya saat kau sudah tidak sadarkan diri. Siapa namanya? Yoonji? Yoongi? Entahlah, yang penting kau beruntung karena dia orang yang baik. Dia menjagamu sampai aku datang untuk menjemputmu. Aku tidak tahu apa kode sandi apartemenmu, jadi aku memutuskan untuk membawamu kesini."

Rentetan memori yang terjadi kemarin malam langsung masuk ke dalam otakku sedikit demi sedikit. Kemarin aku bertemu dengan seorang lelaki berkulit pucat bernama Min Yoongi, kami sempat bertukar masalah, kemudian kami minum sampai aku tidak sadarkan diri. Setelah itu aku tidak mengingat apapun. Pasti aku benar-benar mabuk sampai aku tidak bisa mengingat apapun.

Somersault; pjmWhere stories live. Discover now