Perburuan Pertama - Eps. 2

641 25 0
                                    

"Panggil saja aku Paul," kata Tuan Morton yang sudah berada di dalam mobil Jason, seraya mengulurkan tangannya untuk menjabat Jason.

Lelaki dengan rambut ikal bergelombang coklat keemasan itu hanya terdiam dan tetap berkonsentrasi pada jalanan di hadapannya.

Paul tertawa dan menarik tangannya kembali. "Kau marah karena Legion sudah tak mempercayaimu lagi?" tanya laki-laki itu.

Jason tetap mengatupkan bibirnya tak peduli.

"Asal kau tahu saja. Mereka bukan tak percaya lagi padamu, tapi mereka hampir habis kesabaran karena menunggu janjimu," kata Paul lagi sambil menerawang melalui jendela di samping kanannya. Ia mengamati betapa padatnya jalanan London siang itu.

Paul menatap Jason lagi. Ia tahu, bahwa Jason merupakan sosok yang tak perlu diragukan kemampuannya. Hanya saja, Jason kurang cekatan.

"Aku sudah mempersiapkan segalanya. Yang kau butuhkan hanyalah negoisasi yang sempurna," lanjut Paul.

Lagi-lagi Jason tak menjawabnya, bahkan melirik pun tidak.

Sementara Paul seolah tak peduli dengan itu.

Beberapa menit kemudian, mereka tiba di sebuah hotel mewah. Masih tanpa kata, Jason keluar dari mobilnya dan tak peduli dengan Paul yang mengekor di belakangnya. Dengan tatapan datar tanpa ekspresi, Jason memasuki sebuah ruangan yang hampir penuh. Riuh. Semua orang saling tergelak dan terlibat pembicaraan yang bahkan Jason pun tak ingin tahu. Sorot matanya tertuju pada kursi yang terletak di bagian paling depan dekat podium berwarna cokelat gelap, yang mungkin terbuat dari kayu ek. Tepat di puncaknya ada huruf berwarna keemasan membentuk kata Christie's yang mewah. Panggungnya pun tak kalah megah. Sebuah layar LCD berukuran besar terpampang di sana, menampilkan deretan angka tukar beberapa mata uang negara di dunia. Tepat di sisi kanan dan kirinya ada spanduk besar menjuntai menampilkan gambar sebuah artefak kuno berbentuk layaknya potongan pizza dengan ukiran unik terbuat dari emas. Artefak yang menjadi incaran Jason.

Paul duduk tepat di samping Jason sambil mengamati keadaan di sekitarnya. Ia bersungut-sungut ketika melihat gambar artefak yang sama. "Dari mana kau tahu bahwa artefak itu akan dilelang di sini?"

"Aku bukan hidup di zaman batu. Tolong beri aku pertanyaan yang jauh lebih cerdas dari itu," jawab Jason sinis.

Paul terkekeh. "Jadi kau menghabiskan sepanjang waktumu untuk berselancar di dunia maya hanya untuk artefak ini? Kau sungguh berdedikasi, Dude!"

Lagi-lagi, Jason terdiam. Dia sempat menyesal karena menanggapi Paul tadi.

Beberapa orang pria setengah baya berjalan menuju podium. Dengan setelan suit hitam rapi yang terlihat elegan. Mereka membuka acara itu dengan ketukan palu ala sidang di pengadilan. Sebelum akhirnya satu persatu orang di ruangan itu mengucapkan angka yang membuat suasana semakin riuh. Di sisi kanan ruangan itu juga berderet beberapa wanita yang sibuk berbicara di telepon, melayani penawaran online. Jason tak menyangka, banyak juga yang berminat dengan artefak itu. Ia menerka, apakah orang-orang itu juga tahu kisah di baliknya?

Lelang dibuka dengan nominal sepuluh juta dolar Amerika. Jason terbelalak, tetapi ia tetap tenang. Tangannya mengacung, dan salah satu pria di atas podium menunjuknya. "Ya, Tuan!"

"Dua puluh juta," ucap Jason.

"Penawaran yang bagus! Dua puluh juta dolar. Terima kasih, Tuan," balas pria itu dengan aksen british-nya yang begitu kental.

Jason berharap dalam hati, semoga tak ada yang tahu makna di balik artefak itu sehingga ia tak perlu berjuang terlalu keras di lelang kali ini.


***

[TAMAT] Api Unggun TerakhirWhere stories live. Discover now