Teka-Teki - Eps. 24

186 11 0
                                    

Berdasarkan hasil ekspedisiku, seharusnya kepingan medali milik Dewawarman IX itu tak seharusnya ada di Banten. Medali itu akan tetap berada di Swarnadwipa seperti yang telah diramalkan. Sepertinya, ada pihak lain yang sudah mengetahui misteri di balik rahasia Aki Tirem dan merampasnya, membawanya kembali ke Banten. Fakta berikutnya adalah kepingan milik Aswawarman bertuliskan Jadilah Tanah di Tanjungpura yang menandakan, bahwa akhirnya ia menjadi Raja Kutai setelah diangkat anak oleh Kudungga dan mempersunting putrinya.

Kepingan milik Iswari Tunggal Pertiwi Warmandewi atau Dewi Minawati, bertuliskan Jadilah Air di Citarum. Kalimat itu menandakan, bahwa putri yang amat cantik ini kelak diperistri oleh Maharesi Jaya singawarman Gurudarmapurusa atau Rajadirajaguru, Raja Tarumanagara pertama, di Banten. Kepingan milik putri bernama Dewi Indari yang kelak diperistri oleh Maharesi Santanu, Raja Indraprahasta yang pertama bertuliskan Jadilah Api di Kaki Krakatoa. Faktanya, Krakatoa merupakan salah satu wilayah kekuasaan Salakanagara yang disebut dengan Agnynusa atau Negara Api dan juga Agribinta, yakni Pulau Panaitan di Ujung Kulon.

Ketiga kepingan medali itu bisa ditemukan di titik tertentu, titik di mana penemuan peninggalan sejarah lainnya di temukan, disertai dengan penjaganya masing-masing, sesuai amanah Aki Tirem bahwa setiap kepingan akan dijaga. Mengingat betapa berharganya kepingan medali ini, aku tak kuasa menuliskan segalanya secara detail. Aku tak lagi percaya akan siapa pun. Manusia memang berakal dan berbudi, tetapi seringnya itu semua lenyap ketika mendengar iming-iming harta duniawi. Sungguh aku tak pernah percaya pada siapa pun.

Dirga membalik halaman jurnal itu perlahan untuk mencari kelanjutannya, tetapi tak ada lagi kisah yang dituliskan oleh ayah Al. Hanya ada deretan syair yang entah apa maknanya.


Indra Vajra Iringan Airavata

Dendang Jelajah Indra Vajra

Raungan Jagapati Iringan Jagaraga

Indra Vajra Dahaga Rahwana

Indra Vajra Daitia Jagawana

Tabir kegelapan secercah sinar rembulan

Berkilauan stalagmit berpendar stalagtit

Di balik rimbunnya gemerisik dedaunan

Di bawah pekatnya malam nan abadi


Dirga tak mampu mencerna kata-kata itu. Ia mencoba membalik halaman berikutnya, tetapi kosong. Ia membalik sekali lagi dan ada syair dengan bunyi berbeda yang ditulis oleh ayah Al.


Prabu Moksa Urna Kresnapaksa

Prabu Moksa Renjana Kesatria

Prabu Moksa Aksara Kala

Bumantara Ode Bumantara Kirana

Prameswari Agung Batari Siwa

Prabu Moksa Batara Kala

Upduta Sakti

Menjejak puncak dingin menggigit kalbu

Bayangan harapan alam menatap syahdu

Sepoi senandung irama Sang Bayu

Bagai denting manik mengalun merdu


Sekali lagi, Dirga membalik halamannya. Dua halaman sekaligus, karena ia yakin ada jeda seperti halaman sebelumnya. Intuisinya benar. Lagi-lagi ada beberapa bait syair yang entah apa artinya.


Wisnu Cakra Wijaya Raja

Upama Candrasengkala Windu Renjana

Wirama Aksara Inggu Kasih

Wacana Angkara Nirwana Kama

Indera Amerta Wisnu Cakra

Suralaya Candrasa Wira Adipati

Kemelut pesona berpadu indahnya harmoni

Riak ombat lauk biru bukan pembelenggu

Permata mutiara tersembunyi antara karang

Mahakarya kemegahan tercipta oleh cinta


Dengan cepat, Dirga membalik dua halaman sekaligus.


Shiwa Padma Irama Megha

Shiwa Padma Wirama Angkasa

Widya Dharma Asa Maya

Atma Dewayadnya Sukma Angkara

Wana Dasa Indera Dewata

Shiwa Padma Wijaya Mayapada

Saka Dewangga

Rimbunnya dedaunan menyelimuti Baskara

Perlahan cahayanya hilang tertelan kala

Puncak tertinggi bersemayam dua arca

Shiwa Ganesha penjaga gerbang angkara dunia


Tergesa, Dirga membalik halaman berikutnya.Namun, tak ada lagi goresan pena dari ayah Al di sana. Syair itu adalah yang terakhir. Dirga dan Al salingtatap. Masing-masing dari mereka sibuk dengan pikirannya.


***

[TAMAT] Api Unggun TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang