Pramuka Sejati - Eps. 67

157 9 0
                                    

Pantai Keusik Panjang, Ujung Kulon

8 Maret 2016


"Kamu jangan gila, Ga!" pekik Al histeris ketika melihat sahabatnya itu tengah bersiap malam itu juga untuk melanjutkan perjalanan menuju Pulau Panaitan.

"Kita tidak punya banyak waktu, Al! Besok pagi, gerhana matahari total akan terjadi dan itu adalah satu-satunya kesempatan kita untuk menyelamatkan warisan leluhur dan juga Kirana!" bentak Dirga kesal karena sahabatnya itu tak juga mengerti dengan keputusannya.

Al terdiam. Kenan juga terdiam di sudut ruangan kamar resort mereka.

"Kalau kita berangkat malam ini, kita masih punya banyak waktu untuk memanjat hingga puncak Gunung Raksa," jelas Dirga kembali menjelaskan.

"Tapi, kau baru saja kembali dari mati suri," celetuk Jason dari ambang pintu.

"Aku tak peduli. Nyatanya, aku masih hidup hingga detik ini!" ujar Dirga yang mulai mengemasi barangnya. Sesekali ia kembali memeriksa kelengkapan peralatan memanjatnya.

"Ada baiknya kita ikuti saran Dirga. Lebih baik datang lebih awal, daripada terlambat bukan?" celoteh Paul dengan perban di kedua tangannya, padahal tak ada luka di sana. Ia hanya terlalu gengsi di depan anak-anak muda itu karena telah mengumpat kesakitan, padahal tangannya tak terluka sedikit pun.

"Baiklah, kita berkemas saja sekarang. Benar kata Dirga dan Paul," ujar Kenan beringsut memeriksa semua perlengkapannya yang sejak di Samarinda telah dipenuhi oleh Jason. Entah kenapa dua orang asing itu bisa begitu baik padanya. Jason bahkan memberikan drone miliknya kepada Kenan.

Dalam diam, mereka bertiga berkemas. Tak ada sepatah kata pun keluar. Jason dan Paul juga tengah berkemas di kamar mereka sendiri. Dan beberapa saat kemudian, mereka kembali berkumpul di lobi resort lengkap dengan semua barang bawaan. Jason juga menenteng tas kulit Natha yang berisi pecahan medali, termasuk medali terakhir berukirkan Jadilah api di kaki Krakatoa.

Menembus dinginnya angin laut malam, mereka pergi dengan hati berkecamuk. Menanti segala macam rintangan yang akan menghadang mereka esok di Pulau Panaitan. Dirga bahkan tak sabar menanti datangnya esok hari. Ia hanya ingin bertemu dengan Kirana dan memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja. Entah apa yang akan ia katakan pada Pak Heru dan keluarga Kirana, jika sesuatu terjadi pada gadis itu. Membayangkannya saja sudah membuat Dirga bergidik ngilu. Tangannya merapatkan retsleting jaket yang sedang ia kenakan. Matanya menatap samar ke arah Gunung Raksa yang berdiri kokoh di kejauhan. Ia tak berharap banyak, hanya sebuah keajaiban yang bisa membuatnya tetap kuat menghadapi sejumlah karma bertubi dan bisa membawa teman-temannya kembali pulang dengan selamat.

Tak butuh waktu lama, mereka pun tiba di Pulau Panaitan yang tak berpenghuni. Suara hewan-hewan malam mengurangi kesunyian malam itu. Sekilas, Dirga teringat pada kejadian di Muara Kaman beberapa hari lalu. Entah kapan bayangan kelam itu bisa ia lupakan. Ia bertaruh, sepertinya kejadian itu tak akan pernah lenyap dari benaknya. Sepanjang usianya kelak.

Satu persatu mereka melompat dari speedboat dengan senter di tangan masing-masing. Kenan berhenti sebentar untuk membersihkan kacamatanya yang buram. Al menarik napas panjang, sebelum akhirnya berjalan tepat di samping Dirga. Jason dan Paul mengikuti mereka dari belakang. Perjalanan mereka tampak mulus di awal. Hingga kemudian, jalan setapak yang mereka lalui mulai terlihat menanjak dan berbatu. Pepohonan yang rapat, membuat pandangan mereka sedikit terganggu. Kabut tipis yang entah dari mana datangnya pun seolah turut ingin menyurutkan semangat mereka. Dirga mati-matian berusaha meyakinkan diri agar tak pernah menyerah hingga akhirnya ia berhasil menyelesaikan misi ini. Kirana dan hanya Kirana yang ada di benaknya saat itu.

Al mulai terengah ketika jalanan yang mereka lalui perlahan semakin menanjak. Batu-batu di sepanjang jalan setapak yang mereka daki juga mulai mempersulit keadaan. Tangan mereka berpegangan pada batang pohon yang ada di sisi kanan dan kirinya.

"Pramuka harus semangat!" bisik Kenan yang sama tersengalnya dengan Al.

"Semangat pantang mundur!" balas Al terkekeh sambil meneguk air mineral yang sedari tadi botolnya ia genggam.

Beberapa kali Paul sempat terpeleset karena memang kondisi tanah yang licin. Satu persatu, Al dan Kenan bergantian menarik pria itu sambil terkekeh.

"Terima kasih, anak-anak!" ucapnya tulus.

Jason dan Dirga terus berjalan tanpa kata, hingga akhirnya mereka menemui jalan buntu. Sisi tebing yang mereka lewati tampaknya baru saja mengalami longsor. Lagi-lagi Dirga diliputi kekecewaan mendalam.


***

[TAMAT] Api Unggun TerakhirWhere stories live. Discover now