Pramuka Sejati - Eps. 68

147 9 0
                                    

Kenan cepat-cepat menurunkan tas dari bahunya. Ia mengeluarkan drone yang telah diberi lampu sorot untuk memungkinkan melakukan pengamatan di malam hari seperti saat itu. Cukup lama ia berusaha menerbangkan alat itu dengan stabil, hingga akhirnya mereka tahu bahwa longsor hanya terjadi di area itu saja. Bahkan, Kenan menangkap bahwa mereka sudah kian dekat dengan lokasi.

"Kita sudah setengah jalan," kata Kenan berusaha menyemangati teman-temannya.

"Sepertinya longsor ini baru saja terjadi," kata Jason sambil berusaha mencari solusi.

"Bedawang Nala," gumam Dirga.

"Apa?" tanya Jason.

"Apa tadi sempat terjadi gempa ketika kami masih di dasar laut?" tanya Dirga lagi.

"Ya. Gempa ringan sebentar meskipun kami tidak terlalu merasakannya karena berada di atas air kan. Namun, ombak terlihat cukup menggila saat itu," kata Jason mencoba mengingat. "Aku pikir, Krakatau mulai bereaksi," tambahnya.

"Itu akibat Bedawang Nala yang bergeser." Dirga melepaskan ransel dari bahunya.

"Apa itu Bedawang Nala?" tanya Jason dengan alis bertaut dan mata menyalang bingung.

"Bedawang Nala adalah simbol dasar dari Bhuwana Agung maupun Bhuana Alit. Konon katanya, di dasar bumi ini ada Bedawang Nala yang dililit oleh naga sehingga Bedawang Nala itu tak bisa bergerak. Jika naga itu terbuai atau tidur, maka Bedawang Nala akan menggerakkan tubuhnya sehingga menimbulkan gempa." Dirga mengeluarkan beberapa utas karmantel.

"Seperti apa bentuknya?" Jason berjongkok tepat di samping Dirga penuh penasaran.

"Di dalam lukisan arsitektur Bali, Bedawang  selalu dilukiskan sebagai penyu atau kura-kura yang kepalanya mengeluarkan api. Kata Nala, berasal dari bahasa Sanskrit – Anala yang berarti Api. Di dalam lontar Adi Parwa, Brahmanda Purana maupun Agastya Parwa, Bedawang Nala itu dilukiskan sebagai Bedawang Api yang berkepala kuda yang meminum air di lautan. Jika kita hubungkan dengan pengetahuan geologi, maka yang dimaksud dengan Bedawang Nala rupa-rupanya adalah magma api yang ada di kerak bumi. Jika magma itu bergerak, maka akan menimbulkan gempa tektonik. Jika terjadi letusan gunung berapi, maka lahar yang mengalir keluar tampak seperti kepala kuda yang menyala," jelas Dirga sambil membuat beberapa simpul dengan tali di tangannya.

"Dan apakah kalian tadi bertemu dengan makhluk itu?"

"Ya. Karena reruntuhannya aku hampir mati tadi," jawab Dirga.

"Lalu, naga itu sebenarnya apa?"

"Dua ekor naga yang melilit Bedawang Nala adalah Naga Anantabhoga dan Naga Basuki. Naga Anantabhoga merupakan simbol dari Pertiwi, yakni lapisan bumi. Dalam lontar Sri Purwana Tattwa disebutkan, buku-buku Sanghyang Anantabhoga menjadi tumbuh-tumbuhan sehingga makmurlah manusia tidak kekurangan pangan. Karena dari bumi-lah manusia mendapatkan makanan dan sandang atau pakaian serta papan atau bahan perlengkapan seperti emas, perak, besi, minyak, dan sebagainya yang tiada pernah habis. Sedangkan, Naga Basuki adalah simbol dari lapisan air yang menutupi kulit bumi dengan wujud berupa gunung, sungai, dan lautan atau samudera. Dalam puja Basuki Stawa disebutkan bahwa Sanghyang Naga Basuki menghidupi isi dunia ini melalui ekornya, karena gunung ini seumpama bendungan dan tubuhnya adalah sungai, serta kepalanya adalah lautan," ujar Dirga yang akhirnya selesai mempersiapkan tali-talinya.

Jason hanya menganggukkan kepalanya. Ia tak pernah menyangka bahwa kebudayaan dan keyakinan di Indonesia mampu melebur jadi satu dan memberikan makna-makna logis di balik setiap kehidupan manusia di dalamnya.

"Bersiaplah! Kita akan melewati tebing itu dengan melakukan webbing," kata Dirga.

"Kamu yakin, Ga?" tanya Kenan.

"Tak ada cara lain selain ini. Kita harus tiba tepat waktu sebelum Elizabeth dan timnya mendahului kita," kata Dirga yakin. Ia mulai mencari pijakan yang tepat untuk menancapkan beberapa peralatan untuk memudahkan teman-temannya naik.

Satu persatu dari mereka bergerak dengan bantuan tali itu. Paul, Kenan, dan Al sempat beberapa kali terperosok karena tangan yang licin dan pijakan yang salah.

Berulang kali Dirga berteriak agar mereka selalu mengawasi setiap langkah yang dipilih.

"Konsentrasi dan jangan salah langkah!" pekiknya.

Perlahan tapi pasti, mereka pun akhirnya berhasil melewati tebing curam itu berkat komando dari Dirga.

Napas dan tenaga mereka semakin terkikis oleh medan yang sangat curam dan terjal. Al bahkan memilih berguling menatap langit berkilauan penuh bintang untuk sekadar melepas lelahnya setelah akhirnya berhasil melewati tebing.

"Pramuka sejati tak pernah menyerah. Apapun kondisinya. Apapun medannya. Apapun alasannya. Pramuka sejati harus berani melawan segala aral dan rintangan di hadapannya. Tak ada yang tak mungkin, asalkan yakin pada kemampuan diri dan menyerahkan segalanya pada Ilahi," gumamnya sambil mengerjapkan mata.

"Apakah kita akan mendapat penghargaan karena ini?" bisik Kenan.

Mata Al berbinar. "Semoga saja kita mendapat undangan ke Istana Negara!"

"Kalau selamat hahaha..." Kenan terkekeh.

Al menjitak kepala temannya itu kesal. "Pasti selamat, Bego!"

Dirga melihat kedua orang temannya itu tanpa kata. Beruntungnya ia memiliki dua orang kawan yang kuat dan hebat seperti Al dan juga Kenan. Entah apa jadinya bila ia tak bersama mereka saat ini.

"Dirga, apakah tidak sebaiknya kita mendirikan tenda di sini? Tampaknya kita sudah cukup dekat dengan lokasi di mana kita seharusnya menyatukan medali-medali itu," saran Jason.

Samar, Dirga melihat bayangan dua arca yang sempat disebut oleh ayah Al dalam jurnalnya. Jason benar, mereka telah tiba di lokasi sesuai petunjuk dari ayah Al.

"Baiklah, kita akan mendirikan tenda di sekitar sini sambil menunggu kedatangan tim Elizabeth dan Kirana. Prediksiku, mereka akan tiba di sini menjelang pagi," kata Dirga menatap tali-tali yang tadi ia buat. Sengaja, ia biarkan tali-tali itu tetap ditempatnya untuk memudahkan Elizabeth beserta tim dan juga Kirana untuk melewatinya. Ia benar-benar ingin mereka tiba pada waktunya.


***

[TAMAT] Api Unggun TerakhirWhere stories live. Discover now