Bedawang Nala - Eps. 63

133 10 0
                                    

Beberapa jam berlalu. Mereka akhirnya tiba di kawasan Ujung Kulon yang termasuk salah satu taman nasional, bersama dengan Cagar Alam Krakatau. Dua kawasan ini telah ditetapkan sebagai situs warisan alam dunia oleh UNESCO sejak tahun 1991. Taman Nasional Ujung Kulon ini memiliki wilayah seluas 122.956 hektar, termasuk dengan kawasan laut yang dilindungi.

"Akhirnya sampai juga!" pekik Kenan ketika speedboat yang mereka tumpangi merapat di salah satu dermaga.

"Bolehkah nanti setelah kita mendapatkan seluruh medali itu, kalian memberiku waktu untuk sekadar melihat Rhinoceros Sondaicus yang langka itu?" celoteh Paul.

"Kamu nggak akan semudah itu menemukan badak bercula satu. Kalau pun mau, kamu harus menelusuri Cidaon atau Cigenter yang merupakan daerah rawa. Menurut beberapa orang, hewan-hewan itu berada di zona inti yang tidak bisa dimasuki oleh wisatawan asing. Dengan kata lain, kecil kemungkinannya bisa melihat mereka secara langsung," jelas Al yang sifat kamus berjalannya sedang kumat.

Paul terkekeh. "Susah sekali ya untuk bertemu dengan badak."

Tak ada suara lagi yang keluar dari mulut Al. Sepanjang perjalanan, ia hanya sibuk menerka mengapa Paul membawa senjata. Untuk pertahanan dirikah atau ada maksud terselubung lainnya. Berjuta tanda tanya tersirat di benaknya. Ingin sekali ia berbagi pendapat dengan Dirga dan juga Kenan. Tetapi, ia benar-benar tak ingin mengacaukan suasana.

Hari menjelang malam ketika mereka akhirnya memilih untuk menginap di sebuah resort di ujung tanjung Pantai Keusik Panjang, Desa Sumur, Ujung Kulon. Indahnya matahari terbenam seolah ingin sedikit menghibur  dari kepenatan di benak dan hati Dirga yang hampir tak pernah bicara lagi sejak meninggalkan Muara Kaman.

"Kau baik-baik saja?" tanya Jason pada Dirga yang sejak tiba di sana hanya diam membisu.

Dirga yang berdiri di tepi pantai seusai makan malam itu lagi-lagi mengunci bibirnya rapat. Kedua tangannya masuk ke dalam kantong celana pendek selutut yang ia kenakan. Anak rambut di sisi wajahnya berkibar karena angin laut malam. Bulan dan bintang sedang berkerlip memancarkan sinarnya yang temaram. Alunan simfoni ombak memecah kesunyian di antara Jason dan Dirga.

"Apa kau takut?" Jason kembali bertanya. Rambut ikalnya bergoyang mengikuti arah angin berembus.

"Ya, aku takut terjadi sesuatu pada Kirana. Aku yang mengajaknya ikut ke dalam misi ini. Aku tak pernah tahu, bahwa misi ini akan berujung pada malapetaka." Dirga menghela napas panjang. "Setiap malam, aku selalu bermimpi ia berteriak minta tolong padaku. Belum lagi, bayangan Suban—"

"Suban? Siapa Suban?" tanya Jason. Alisnya yang tebal saling bertaut.

"Uhm... seorang penduduk lokal yang tewas karena mandau misterius di hutan Muara Kaman, sesaat setelah kami tiba di sana," jelas Dirga dengan jantung berdebar.

"What?"

"Peristiwa itu yang akhirnya membuat kami bertiga terpisah dengan Kirana. Seandainya, aku tak seegois itu, mungkin Kirana akan baik-baik saja," gumam Dirga sambil menerawang jauh menatap ombak yang bergulung, beriak menciptakan buih-buih putih yang kontras.

Jason terdiam. "Lalu, apa rencanamu?"

Dirga menatap Jason. "Sesuai petunjuk dari jurnal milik ayah Al. Besok kita menyelam di Pulau Peucang. Berdasarkan sandi yang kami pecahkan, medali terakhir berada di sana."

"Seperti yang sudah kau ceritakan pada kami kemarin kan?" kata Jason yang mengalihkan pandangannya dari Dirga.

"Ya," jawab Dirga singkat. "Jadi siapa saja yang akan menyelam selain aku?"

"Aku sudah mengatur perlengkapan menyelam kalian. Tapi hanya ada tiga perlengkapan diving yang tersedia. Lagi pula, tak mungkin jika kita semua pergi bukan?" katanya.

"Baik. Mungkin akan lebih baik jika aku dan Al yang pergi, karena Kenan jelas tidak mungkin menyelam dengan luka di hidung seperti itu."

"Kau benar. Biar nanti aku yang menjaganya dan Paul akan pergi bersama kalian. Dia penyelam yang andal," ujar Jason.

"Sempurna," gumam Dirga.

"Tapi, kenapa kalian bisa yakin bahwa medali itu ada di bawah sana?"

"Berdasarkan sandi koordinat itu dan syair yang yang ditulis ayah Al. Ada beberapa fakta juga yang menyatakan bahwa dulunya medali ini pernah dicuri oleh VOC, tetapi kapal mereka karam karena karma yang menyertainya," jelas Dirga.

"Dan, apakah kita akan mendapat karma yang sama karena akan berusaha mengambil medali itu dari tempatnya bersemayam?"

"Entahlah. Sepertinya akan begitu. Lebih baik kita bersiap saja untuk kemungkinan terburuk," ujar Dirga menarik napasnya dalam-dalam.



***

[TAMAT] Api Unggun TerakhirWhere stories live. Discover now