Sentuhan Karma - Eps. 61

135 6 1
                                    

Gunung Salak, Jawa Barat

6 Maret 2016


Malam itu juga mereka memutuskan untuk kembali ke Bajuri, sebelum akhirnya pergi meninggalkan Gunung Salak keesokan harinya. Namun, entah mengapa Elizabeth menghentikan perjalanan, tepat sebelum jalur webbing yang sempat mereka lalui ketika perjalanan naik tadi.

"Kita berhenti dulu di sini," katanya. "Aku lelah dan kebetulan ada warung di sana. Setidaknya, kita tidak perlu makan mi instan dan kopi pahit buatan Peter," kata wanita itu lesu.

Kirana terkesiap. Ia celingukan melihat ke sekelilingnya. Terutama, lokasi yang ditunjuk oleh Elizabeth. Tak ada apapun di sana, apalagi warung seperti yang ia katakan tadi. Namun, gadis itu hanya bisa bungkam dan mengikuti mereka. Firasat Kirana buruk soal ini. Ia tahu benar apa saja mitos tentang Gunung Salak. Salah satunya adalah kerajaan gaib yang kerap muncul. Tapi, entah mengapa ia juga belum menyaksikan keramaian di tempat itu. Bahkan, sampai Peter selesai mendirikan tenda pun, ia belum juga melihat ada makhluk lain selain mereka di sana.

"Kau istirahatlah, karena esok akan menjadi hari paling berat untukmu. Kau harus membawa dua medali itu sendirian dan menelan karmanya seorang diri," kata Elizabeth sambil membelai pipi Kirana dengan kukunya yang berwarna merah, semerah darah.

Refleks, Kirana memalingkan wajahnya dan merayap masuk ke dalam tenda. Melepaskan ransel di bahunya dan duduk sambil memijat bahunya yang terasa kaku. Lagi-lagi, ia harus melaksanakan ibadah tanpa air. Setelahnya, Kirana memilih untuk berbaring dalam tangis yang ia tahan karena terlalu rindu pada kakek dan adiknya, juga rasa khawatir pada ketiga temannya.

"Kirana, jangan takut, Nak. Kamu masih punya Tuhan yang akan senantiasa menjagamu, di mana pun kamu berada. Kakek percaya, kamu kuat. Jangan bertindak gegabah. Lakukan semua sesuai hati dan nuranimu. Pada dasarnya, ini semua sudah ditakdirkan untukmu, Nak. Kamu harus menyikapinya dengan bijak. Petik pelajaran di baliknya. Niscaya, kamu akan tumbuh menjadi wanita dewasa yang kuat dan berbudi luhur. Kakek sayang padamu."

"Kakek... " Kirana melihat kakeknya itu tengah duduk tak jauh darinya. Tangannya terulur ingin menyentuh tangan orang yang selama ini merawatnya dengan penuh cinta itu. Namun, gagal. Ia tak bisa meraih tangan itu. "Kakek!" pekik Kirana.

Bayangan kakeknya semakin lama semakin pudar. Sosok dengan senyum menenangkan itu hilang begitu saja ditelan malam.

"Aaargggghh!!!"

Teriakan Elizabeth memaksa Kirana untuk bangun dari tidurnya. Jantungnya berdegup kencang dengan dada naik turun, mencoba mengatur napas yang kian berat. Tak ada siapapun di dalam tenda itu. Kecuali dia dan sekuntum kamboja hitam yang tak jauh dari tempatnya. Kirana mengambil bunga itu, cepat-cepat ia masukkan ke dalam saku.

"Harusnya bukan Peter! Harusnya bukan Peter!" jerit Elizabeth dari luar tenda.

Kirana bergegas keluar dari dalam tenda. Matahari telah bersinar. Udara begitu segar. Namun, jeritan Elizabeth mengubah segalanya menjadi suram.

"Harusnya perempuan jelek itu yang mati, bukan Peter!" raung Elizabeth sekali lagi.

Kirana mencoba mencari di mana wanita itu. Tampaknya, ia tak jauh.

"Liz, kita harus pergi dari sini!" ujar Klaus.

Akhirnya, Kirana menemukan di mana Elizabeth dan Klaus. Mereka ada di balik pepohonan, tepat di belakang tendanya. Klaus sedang memeluk Elizabeth yang histeris dan berurai air mata.

"Aku pikir, kita akan baik-baik saja. Pesta semalam begitu meriah. Mereka mengatakan, bahwa pesta itu merupakan salah satu ritual adat yang diadakan setiap satu tahun sekali. Kau juga melihatnya kan Klaus? Kau juga bisa melihat perempuan-perempuan itu menari dengan cantik, kan?" isak Elizabeth.

Tak ada jawaban dari Klaus.

"Peter bahkan menari dengan salah satu diantara mereka. Tapi, kenapa—"

Mulut Kirana menganga, ketika dia akhirnya menemukan di mana Peter. Tubuh pria itu tengah tergantung di sebuah pohon besar dengan kondisi hangus terbakar. Hanya sepatu yang ia kenakan saja yang lolos dari bara api, seolah ingin menunjukkan pada mereka bahwa Peter sudah berupa onggokan tak berdaya. Sementara tubuhnya, tinggal tengkorak menghitam tak berarti.


***

[TAMAT] Api Unggun TerakhirWhere stories live. Discover now