Api Unggun Terakhir - Eps. 69

171 8 0
                                    

Gunung Raksa, Ujung Kulon

8 Maret 2016


Jilatan api yang berasal dari api unggun di hadapan mereka itu berpendar merona diantara kegelapan yang menyergap. Dirga beberapa kali mengaduk ranting di tengahnya agar api merata dengan sempurna. Suara retakan-retakan ranting dan dedaunan kering yang dilahap api pun semakin menyemarakkan suasana malam itu.

"Api unggun akan selalu membuatku terkenang akan serentetan peristiwa yang kita alami beberapa hari ini," gumam Al yang duduk tepat di samping Dirga dan Kenan.

Jason dan Paul sedang duduk menyesap rokok di jemari mereka yang terlihat mengepulkan asap.

"Dan semoga ini bukan api unggun terakhir kita," celetuk Kenan.

"Jaga mulutmu, Kisanak!" tandas Al kesal, karena Kenan sedari tadi seolah ingin menyurutkan semangatnya.

Kenan justru terkekeh dengan panggilan Kisanak yang dilontarkan Al tadi. "Maaf, aku hanya bercanda. Wajah kalian kelihatan tegang banget dan aku benci itu."

Dirga merogoh ponsel di sakunya. Jam digital di layarnya menampilkan angka yang menunjukkan hampir pukul empat pagi. Sesekali, ia melihat ke arah di mana tali-talinya sudah ia siapkan. Ia berharap, tak lama lagi Kirana akan muncul dari sana.

"Sepertinya ada yang datang!" Jason berlari ke arah api unggun dan menginjaknya, serta beberapa kali menendangnya dengan tanah menggunakan ujung sepatunya.

Al dan Kenan ikut membantu pria itu. Mereka juga mendengar suara-suara seperti percakapan beberapa orang dan gemerisik ranting patah.

Dan benar saja, beberapa saat kemudian Elizabeth dan Klaus muncul dari balik kegelapan.

Napas Dirga hampir tercekat, ketika akhirnya dia melihat sosok Kirana di sana. Masih menggunakan jaket dan pakaian yang sama seperti terakhir kali mereka terpisah. Namun, ada yang berbeda. Wajah Kirana terlihat begitu kesakitan dan tersiksa. Meskipun dalam samarnya temaram cahaya surya yang mulai membias angkasa, Dirga bisa melihat itu. Ia bahkan seolah bisa merasakan derita yang sedang dialami Kirana. Kedua tangannya mengepal, karena emosi yang mendadak muncul. Ia tak rela melihat Kirana begitu tersiksa. Rasanya, ia ingin sekali membunuh Elizabeth dan juga Klaus.

"Kirana!" desis Al menjaga suaranya agar tidak terdengar oleh mereka.

"Tunggu, mengapa hanya Elizabeth, Klaus, dan Kirana? Di mana si bajingan cungkring itu?" gumam Kenan bertanya-tanya.

"Ketinggalan kali di hutan," jawab Al seenak jidat.

"Kalian menunduklah! Jangan sampai terlihat oleh mereka. Rencana kita bisa gagal total," desis Jason yang tanpa sadar mendorong tubuh Dirga, Al, dan Kenan agar setengah tiarap.

Terdengar suara langkah dan kemudian suara Klaus muncul dari balik pepohonan.

"Mereka sudah tiba, Liz. Itu adalah tali milik Dirga. Aku yakin itu." Suara Klaus parau ketika mencoba mengamati sekelilingnya dengan pistol di tangan. Bersiap menembak apapun yang menurutnya pantas.

Elizabeth tidak menatap rekannya itu. Ia sibuk mengamati sekitar, mencoba menerobos rapatnya pepohonan. "Ya, aku tahu Klaus. Mereka sedang bersembunyi menanti kita."

Kedua kaki Kirana terasa amat nyeri. Bahkan, ia merasa tak mampu lagi menapakkan kakinya dengan tegak di atas tanah. Napasnya memburu, tersengal. Kepalanya semakin berputar dan pandangannya kabur. Tapi, ia mencoba menguatkan diri. Ransel di bahunya terus saja menyebarkan sensasi tak nyaman di sekujur tubuh. Ia bagaikan sedang memanggul arang yang sedang membara. Dua medali itu juga terasa sangat berat sehingga hampir mustahil bagi seseorang untuk tetap bisa berjalan tegak ketika memanggulnya di punggung seperti itu. Tak henti bibirnya bergerak lemah, menguntai bait-bait doa. Ia tahu, Dirga, Kenan, dan Al tengah mengawasinya untuk bisa mencuri kesempatan dan membebaskannya. Ia yakin, mereka sudah menyiapkan rencana matang untuk itu. Meskipun, Kirana setengah sadar apakah ini semua nyata atau hanya khayalan belaka.

Aura mistis kentara begitu kental di antara tubuh Kirana yang semakin lama kian melemah.


***

[TAMAT] Api Unggun TerakhirWhere stories live. Discover now