Syair Anagram - Eps. 29

161 10 0
                                    

Ruangan I Made Heruwasto – Universitas Udayana, Bali

3 Februari 2016


"Kenapa kamu ingin sekali menjadi tour guide mereka? Lalu, bagaimana dengan kelanjutan skripsimu?" tanya Pak Heru kepada Dirga yang duduk di hadapannya siang itu.

"Ada beberapa hal yang membuat saya sangat bersemangat untuk menjadi tour guide mereka, Pak. Yang paling utama, karena sosok Elizabeth Brandes. Saya ingin lebih banyak referensi dari dia dalam menyelesaikan skripsi saya, Pak. Bukankah Bapak juga yang merekomendasikannya ke saya?" jelas Dirga dengan kedua tangan saling bertaut di pangkuannya.

"Ya, Bapak ingat itu," jawab Pak Heru yang beranjak dari duduknya, berjalan kemudian berdiri tepat di depan jendela ruangannya. Sejenak pria itu terdiam. Ada sesuatu yang mengganggu benak dan perasaanya. Ia berdiri melangkah ke sisi jendela seakan ingin membuang semua beban itu begitu saja keluar dari jendela. Beberapa saat lamanya dia terdiam dan menatap jauh ke depan sebelum akhirnya menarik napas dan berbalik menghadap Dirga, menatap pemuda itu lekat penuh makna. "Hati-hatilah dalam mendampingi mereka. Bapak merasa akan ada kejadian hebat berkaitan dengan bahan penelitianmu," kata Pak Heru.

"Maksud Bapak?" Jantung Dirga berdetak lebih kencang dari sebelumnya. Ia merasa bahwa dosennya ini mengendus niat aslinya ingin mengikuti Elizabeth Brandes dan tim.

Heru tak menjawab pertanyaan Dirga. Lelaki itu duduk kembali di tempatnya, kemudian kembali menatap Dirga dengan sorot mata penuh arti. "Apakah kamu akan pergi sendirian?"

"Tidak Pak, saya mengajak Kirana dan Albert, juga Kenan, teman dari seminar tempo hari," jawab Dirga.

"Mengapa kamu ingin mengajak mereka?" kening Pak Heru berkerut.

"Karena mereka dapat membantu saya untuk menerjemahkan beberapa teka-teki seputar sejarah yang mungkin saja akan kami jumpai dalam perjalanan nanti." Dirga berusaha menjelaskan tanpa ada kesan menutupi sesuatu.

Lagi-lagi Pak Heru terdiam. Entah mengapa ia jadi gamang dan berat mengijinkan Dirga dan teman-temannya pergi. Sungguh perasaannya begitu buruk tentang ini semua.

"Bagaimana Pak?" desak Dirga.

"Saya izinkan kalian pergi, tetapi ingat jaga diri kalian baik-baik dan usahakan untuk tetap bisa berkomunikasi dengan saya," pesan Pak Heru sebelum sebuah senyum lebar merekah dari wajah Dirga karena lega.


***

[TAMAT] Api Unggun TerakhirDonde viven las historias. Descúbrelo ahora