Teka-Teki - Eps. 25

194 10 0
                                    

"Kok kamu nggak pernah cerita sih tentang penemuan luar biasa kayak gini?"

Al nyengir memamerkan gigi kelincinya. "Jujur, aku nggak pernah tertarik dengan dunia arkeologi seperti Ayah dan Kakekku. Aku cuma sekadar menuruti keinginannya agar bersekolah dan mendalami ilmu arkeologi. Toh, tak ada salahnya aku mengambil jurusan ini juga kan, karena aku bisa cari alasan untuk mengembara layaknya Pramuka sejati dengan embel-embel ekspedisi," jawab Al sambil terkekeh.

"Dasar sinting," maki Dirga yang kembali menatap pada jurnal bersampul kulit lusuh itu hingga kemudian terbersit satu ingatan. "Eh Al, jangan-jangan medali ini yang kita lihat di YouTube beberapa hari lalu itu!" sahut Dirga histeris.

Al beringsut mencari ponselnya dan sibuk mengutak-atiknya. Tatapannya tajam ketika menonton tayangan video lelang sebuah artefak kuno oleh Christie's di London. "Ga, coba kamu liat deh!" Al melompat dari duduknya dan sudah bertengger tepat di samping Dirga.

Dirga memicingkan mata dan dia sangat yakin bahwa medali dalam video itu adalah medali yang dimaksud oleh ayah Al dalam jurnalnya. "Nggak salah lagi, Al! itu medalinya!"

"Emangnya kenapa sih, Ga, kamu tiba-tiba penasaran sama ini?"

"Ini semua berawal dari seminar beberapa hari lalu yang aku hadiri bareng Kirana di Ubud. Sekelompok bule yang salah satunya bernama Elizabeth Brandes memintaku untuk menerjemahkan satu kalimat berbahasa Palawa. Kirana berhasil menerjemahkannya dan menurut Kenan, temanku dari UGM yang juga kebetulan hadir di seminar itu sebagai potongan suatu kisah tentang suatu artefak kuno yang pernah ia dengar dari neneknya yang orang asli Dayak Ngaju," jelas Dirga yang beringsut mengambil ponsel di mejanya. Ia membuka gallery kemudian menunjukkan foto artefak dari Elizabeth.

Al hanya bisa manggut-manggut tanda mengerti ketika melihat foto itu. Dan berikutnya, dia sudah kembali menatap layar ponsel kesayangannya itu. Sibuk scrolling sana sini dan matanya tiba-tiba terbelalak shock.

"Kenapa kamu?" Dirga yang kebetulan melirik sahabatnya itu bingung.

Wajah Al sudah menatap Dirga lurus. "Pantas aja Ayah bilang artefak itu tak diketahui di mana lokasinya sekarang. Ternyata artefak yang kita lihat lagi dilelang tadi, sudah dicuri beberapa menit setelah pemilik barunya meninggalkan tempat lelang. Ia dibunuh oleh orang yang sampai sekarang belum diketahui identitasnya." Al menarik napas dalam-dalam. "Berarti arkeolog yang kamu temui di Ubud itu berhasil mengambil alih artefaknya ya?"

Kepala Dirga menggeleng pelan. "Aku nggak yakin karena aku juga nggak melihat mereka membawa artefak itu. Elizabeth hanya memberiku foto ini melalui whatsapp-nya. Bisa aja kan mereka dapat gambar ini dari Google atau apapun itu. Meskipun selanjutnya ada kejadian aneh," jelas Dirga.

"Kejadian apa?" kening Al mengernyit.

"Tulisan Kirana yang berhasil menerjemahkan aksara kuno itu aku temukan sudah terbakar di kamar hotelku kemarin. Entah siapa yang melakukannya," jawab Dirga bergidik.

"Lalu, selain menyuruhmu menerjemahkan aksara kuno itu, mereka nyuruh kamu apalagi?" tanya Al dengan berjuta tanda tanya di kepalanya.

"Nggak ada," jawabnya.

Al termenung. "Lalu apa maksud dari syair yang ditulis Ayah tadi ya?" gumamnya sambil kembali membuka jurnal ayahnya yang ada di pangkuan Dirga. Perlahan, Al membuka halaman itu satu demi satu. Membacanya dengan cermat dan seksama. "Kayaknya ini bukan sekadar syair deh," ujar Al.

Dirga beringsut menatap sahabatnya itu. "Maksudmu itu teka-teki?"

"Coba lihat deh. Ayahku menulis dua bagian syair. Bagian atas, penuh dengan kata-kata level dewa yang tiap katanya ditulis dengan huruf kapital," kata Al sambil menunjuk deretan kata itu menggunakan ujung telunjuknya.

"Coba aku buka KBBI deh." Dirga merogoh sakunya, meraih ponsel di sana.

"Nggak, Ga. Ini bukan sekadar kata yang merujuk pada satu arti tertentu. Ayah nggak mungkin semudah ini memberikan petunjuk," ucap Al lirih sambil menatap Dirga lekat. Ia berkeras memikirkan apa maksud dari ayahnya itu. Hingga beberapa saat kemudian, Al ingat akan sesuatu. Ia tiba-tiba saja melompat mengambil sebuah pensil di atas meja belajarnya. Hampir saja ia terjungkal karena tersandung pinggiran ranjang. Untung saja, ia mampu menyeimbangkan tubuhnya kembali.

"Biasa aja kenapa sih, nggak usah pake adegan sirkus!" protes Dirga menggelengkan kepala melihat tingkah ajaib sahabatnya itu.

"Aku tahu, Ga! Aku tahu!" cerocos Al bersorak kegirangan.


***

[TAMAT] Api Unggun TerakhirWhere stories live. Discover now