Teka-Teki - Eps. 27

187 10 0
                                    

"Auman Karam?" Dirga menatap Al bingung. "Apa itu?"

Al mengetuk-ngetukkan pensilnya ke kepala pelan. "Ternyata Ayah benar-benar menganggapku jenius! Hahaha..." Ia terbahak.

"Maksudnya?"

"Ini adalah sandi berikutnya yang harus kita pecahkan, Ga!" ujar Al setengah berteriak, karena saking girangnya ia bisa sedikit kembali mengingat momen kebersamaannya bersama ayahnya dulu. Ketika ayahnya di rumah, mereka memang sering sekali bermain sandi seperti ini. Apalagi, ayahnya tahu bahwa Al benar-benar menggilai Pramuka dan semua hal yang ada di dalamnya, termasuk memecahkan berbagai macam sandi dan kode sejak SD.

Dirga menghela napas panjang. "Mending aku disuruh manjat Grand Canyon deh, Al kalau gini caranya!"

"Dasar bego! Ini anagram!" jelas Al sambil menjitak kepala Dirga kesal.

"Kenapa sih ayahmu nggak bikin gambar peta aja? Lebih gampang dari pada bikin sandi model gini dan kecampur anagram yang semakin bikin botak!" protes Dirga.

"Mungkin karena ini sesuatu yang teramat berharga, Ga. Ayah nggak mau sembarang orang bisa dengan gampang menafsirkan dan menemukannya," jelas Al.

"Ada benarnya juga sih," batin Dirga.

Al kembali menuliskan sesuatu. Auman Karam yang dengan cepat ia ubah susunan katanya menjadi Muara Kaman. "Kalau nggak salah, ini salah satu daerah di Kalimantan Timur," katanya.

"Oke, tapi Muara Kaman itu luas, Jenderal!" pekik Dirga sesak napas.

"Tunggu!" Al menyusuri syair di bait kedua. "Syair yang ini bunyinya lebih ringan untuk dipahami. Tabir kegelapan secercah sinar rembulan, berkilauan stalagmit berpendar stalagtit."

"Goa!" ujar Dirga dan Al hampir bersamaan. "Tunggu." Dirga mengetik kalimat goa di Muara Kaman pada kolom pencarian Google di ponselnya. "Goa Lebaho Ulaq," katanya. "Wah, ternyata aksesnya gampang, Al! kompleks gua ini berjarak 41 km dari jembatan Kutai Kertanegara, ke arah Kota Bangun. Jalanannya berupa aspal dengan kondisi bagus. Waktu tempuhnya sekitar 50 sampai 60 menit," lanjut Dirga.

"Aspal?" Al menggumam. Matanya beralih pada syair tadi. "Di balik rimbunnya gemerisik dedaunan..." ucapnya lirih. "Kayaknya bukan itu deh, Ga. Ayah menulis dedaunan rimbun yang berarti ada di tengah hutan," kata Al ragu.

Sejenak, Dirga berpikir. Ia kembali mengetik di kolom pencarian. Tak ada hasil untuk goa Muara Kaman di tengah hutan. "Nggak ada gua lain selain itu di Muara Kaman," katanya.

"Hmmm... perlu penelitian secara langsung kalau gitu, Ga," jawab Al.

Dirga terdiam sesaat, hingga akhirnya ia memekik. "Al, aku punya ide! Tapi kamu harus setuju dan bergabung denganku. Gimana?" tanya Dirga.

"Ide apa?"

"Jawab aja dulu kamu setuju atau nggak?"

Mata Al melirik Dirga penuh curiga. Ia paham sekali siapa Dirga, karena jika ia sudah main pertanyaan setuju atau tidak, maka itu adalah suatu yang serius dan agak sedikit berbahaya menurut versinya.

"Ayo, kamu setuju apa nggak?"

"Tapi, kalau aku bilang setuju, kamu bakal kasih tahu kan rencanamu apa?"

"Iya!"

"Ya sudah aku setuju. Lalu, apa idemu?" tanya Al tidak sabaran.

"Nanti aku kasih tahu!" Dirga merebut jurnal ayah Al di atas meja dan berlari keluar kamar kost sahabatnya itu.

"Dasar Dirga, sialan!" maki Al kesal karena dibiarkan penasaran begitu saja.


***



Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
[TAMAT] Api Unggun TerakhirWhere stories live. Discover now