Sandera Tumbal - Eps. 49

135 10 1
                                    

"Mati kalian diburu mandau misterius dalam hutan ini!" desis Peter sambil terkekeh, ketika sedang mengikat tubuh Dirga dengan seutas rafia yang entah dari mana ia dapatkan.

"Aaaargh!" Kirana menjerit ketika medali itu sudah berada dalam genggamannya, padahal baru beberapa detik ia menyentuhnya.

Elizabeth mundur beberapa langkah ketika gadis itu terus menjerit kesakitan, tapi enggan melepaskan medali itu.

Klaus dan Peter terperangah. Kesempatan itu digunakan Kenan, Al, dan juga Dirga untuk menendang Klaus serta Peter. Namun sayang, usaha mereka untuk melawan gagal karena Klaus berhasil meraih pistolnya yang sempat terjatuh dan memukulkan benda itu ke bagian belakang tengkuk Al hingga ia pingsan tak berdaya.

"Al!" pekik Dirga was-was sehingga membuat perhatiannya teralihkan. Peter pun berhasil meringkusnya dan memaksa Dirga kembali bersandar pada batang pohon, mengencangkan ikatannya.

Kenan juga tak bisa melakukan apapun. Ia pasrah. Bukan menyerah, tetapi ia terlalu sayang pada nyawa teman-temannya. Ia lebih memilih untuk mengikuti permainan Elizabeth, Klaus, dan Peter saat ini. Benar-benar tak ada pilihan lain.

"Panas!" jerit Kirana yang mirip dengan lengkingan serigala di malam bulan Purnama tiba. Ia menangis kesakitan selama mendekap medali itu.

Elizabeth meraih tas ransel Kirana dan mengeluarkan sebagian isinya. "Masukkan ke dalam sini!" pintanya sambil membuka tas itu lebar-lebar di hadapan Kirana.

Gadis dengan wajah kuyu itu menurutinya dan seketika, rasa perih di tangan serta perasaan buruk yang ia rasakan pun sirna. Tubuhnya lemas, seolah ia baru saja berlari puluhan kilometer.

Dengan hati-hati, Elizabeth menutup retsletingnya. Kemudian, ia menyerahkan tas itu kepada pemiliknya. "Kau yang akan membawa tas ini, kemana pun kami pergi. Mengerti?!"

Mata Kirana masih setengah sembap, ketika ia menatap wajah Elizabeth dan berniat mengingat kebengisan wanita itu sampai kapan pun. Dengan terpaksa, Kirana menerima tas itu meskipun ia hanya memegang ujung talinya saja.

"Klaus, Peter, ayo cepat! Kita harus segera pergi dari tempat ini." Elizabeth membereskan beberapa perlengkapannya yang masih berserakan di atas tanah.

"Sedikit lagi," jawab Peter yang tengah mengikat tubuh Kenan, setelah selesai mengikat Dirga dan Al terlebih dahulu.

Kenan meludahi wajah Peter yang menyebabkan pria itu semakin murka, lalu memukul wajah Kenan keras-keras hingga darah mengucur dari lubang hidungnya dengan deras. Darah itu menetes hingga ke bagian depan jaket biru yang ia kenakan. Kacamatanya miring dan tak lagi berada di posisi yang tepat. Matanya berair, karena sakit teramat sangat di pangkal hidungnya.

"Mati kau!" desis Peter sambil menarik paksa kamera yang masih menjuntai di leher Kenan. Pria itu mengeluarkan kartu memory-nya dan mematahkan benda itu menjadi dua.

"Ayo pergi!" Klaus menarik paksa Peter yang masih dirundung emosi, karena perbuatan Kenan tadi.

Tiba-tiba embusan angin bertiup lebih kencang dari sebelumnya. Membuat rambut pirang milik Elizabeth berkibar menutupi sebagian wajahnya. Bulu kuduknya sontak meremang. Begitu juga dengan Kirana yang merasa udara tiba-tiba menjadi begitu dingin menusuk tulang. Lama kelamaan, angin berembus lebih kuat hingga dedaunan bergerak tak tentu arah. Daun-daun kering di tanah pun beterbangan. Angin itu juga yang memadamkan api unggun seketika.

Tanpa sengaja, Kirana melihat sekelebat bayangan di balik pepohonan tak jauh dari tempat Elizabeth berdiri. Wanita bule itu sepertinya juga sempat melihat bayangan yang sama, karena ia berjengit, berlari mendekat ke arah Klaus dan Peter dengan wajah dipenuhi gurat ketakutan.

"Ayo kita segera pergi dari tempat ini!" erang Elizabeth dengan suara gemetar, seperti menggigil kedinginan di tengah deru angin yang masih mengembus kencang. "Dan kalian jangan pernah sekali pun berpikir untuk melaporkan ini kepada polisi. Karena jika itu benar terjadi, maka kalian tak akan pernah melihat Kirana lagi selamanya!" ancam Elizabeth sambil menatap Dirga tajam.

"Jangaaaaan! Jangan aku! Aku nggak bermaksud mengganggu siapa pun!" jerit Kirana tiba-tiba.

"Kirana, kamu kenapa?!" pekik Dirga yang berusaha melepaskan diri, tetapi ikatan di tangannya sangat kencang. Ia tak mampu bergerak sedikit pun.

Klaus memegang tangan Elizabeth yang bergidik menatap Kirana. Gadis itu menatap satu titik dengan tatapan memelas.

"Kumohon jangan sakiti aku..." Kirana berlutut memelas pada sesuatu yang bahkan tak dapat dilihat oleh Elizabeth, Klaus, Peter, Dirga, dan juga Kenan. Mereka hanya melihat angin berputar-putar di sekeliling Kirana.

"Peter, seret gadis itu kesini! Kita masih membutuhkan dia untuk menemukan medali berikutnya!" pinta Elizabeth yang semakin menenggelamkan diri di lengan Klaus.

Meskipun ragu, Peter pun bergerak menuruti perintah Elizabeth. Ia menggapai lengan Kirana yang berjarak sekitar dua meter dari tempatnya berdiri. Namun, Kirana malah mencengkeram tangan Peter yang tengah memegang lengannya.

"Kumohon tembak ku-kuyang itu!" mata Kirana tak lepas dari sesuatu di balik pohon besar, di hadapannya itu.

Peter memicingkan mata, mencoba mencari sosok yang disebut kuyang oleh Kirana.

"Kumohon tembak kepala yang menggelinding dengan jeroan tergantung tanpa badan dan melayang-melayang itu! Dia menginginkan medali ini!" rajuk Kirana meraung dalam tangisnya.

Seketikatubuh Peter membeku mendengar seperti apa sosok yang tengah dilihat olehKirana. Cepat, ia menarik tubuh Kirana dan membawanya berlari ke luar hutan. Diikutioleh Klaus dan Elizabeth. Meninggalkan Dirga, Kenan, dan juga Al yang masihpingsan terikat begitu saja di pohon. Angin berembus kian kencang, tapiperlahan mulai menghilang, seiring kepergian Elizabeth, Klaus, Peter, dan jugaKirana.



***



[TAMAT] Api Unggun TerakhirWhere stories live. Discover now