Mimpi Misterius - Eps. 13

202 16 0
                                    

Kamar kost Dirga – Seven Hills, Jimbaran, Bali

29 Februari 2016


Dirga mencoba berlari menerobos rindangnya pepohonan di hutan gelap itu dengan senter kecil dalam genggamannya. Ia berusaha mencari sumber suara teriakan yang terus memanggil namanya.

"Dirgaaa... tolong aku!"

Napas Dirga terengah. Ia menghentikan laju kakinya yang terasa kian lemas tanpa menemukan setitik pun jawaban. Hampir saja ia putus asa di tengah kebimbangan yang mencekam batinnya.

"Dirgaaa... tolong aku!" suara itu lagi-lagi menggema. Semakin jelas, seperti suara perempuan.

Peluh membanjiri sekujur tubuh Dirga yang kian melemas karena kelelahan. Entah sudah seberapa jauh ia telah berlari. Entah sudah berapa ribu jejak langkah kakinya yang telah tercetak di tanah basah hutan sepi dan gelap itu. Dirga tak lagi peduli. Keinginannya semakin kuat untuk menolong saat mendengar suara prempuan yang terus memanggil namanya. Ia ingin pergi, tapi di sisi lain ia merasa tak boleh pergi. Permainan ini harus diselesaikannya hingga usai. Meskipun tak ada petunjuk yang bisa dijadikan pegangan, setidaknya Dirga masih memiliki keyakinan. Bahwa dibalik segala kesulitan yang ia hadapi pasti akan ada secercah kemudahan di baliknya.

"Dirgaaa... aku mohon tolong aku!" suara perempuan itu malah menggema merasuki kepalanya. Mendadak, Dirga merasakan kepalanya sakit teramat sangat. Penglihatannya memudar.

"Dirga, jangan tinggalkan aku!"

"Dirgaaa!"

"Dirgaaaaa!"

Sebuah kilatan cahaya entah dari mana munculnya menyilaukan mata Dirga. Ia spontan menutup kedua matanya dengan tangan.

Seketika itu mata Dirga terbelalak dan terbangun. Ia duduk tegak menghadap meja belajar, di kamar kostnya. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Jantungnya berdegup kencang. Ia sadar bahwa tadinya sedang tertidur, tetapi rasanya seperti baru saja melakukan triathlon. Laptop di samping kirinya masih menyala. Buku-buku juga masih terbuka dan bertebaran di atas meja, bahkan ada yang terjatuh di dekat ujung jempol kakinya.

"Apa itu tadi?" gumam Dirga sambil menghela napasnya, memejam kedua matanya sejenak. Ia membuka kedua matanya lagi dan menatap ke arah jam dinding di kamarnya itu. Hampir pukul enam pagi dan dia sadar sudah melewatkan waktu untuk salat subuh. "Ya Allah, ampuni hamba-Mu ini. Pantas saja mimpiku begitu buruk!" Dirga mengacak-acak rambutnya setengah kesal. Ia pun beranjak bangun dan bersiap berangkat ke kampus karena hari ini adalah hari pertama detensi-nya dimulai.


***

[TAMAT] Api Unggun TerakhirWhere stories live. Discover now