(4) Aku Ingin Cepat Sampai.

114 30 123
                                    

Mikazuki Tora

Kata kunci: lelah

~Twin Secret~

Uap putih mengepul di setiap embusan napasku yang sedang joging mengelilingi kompleks. Keringat sendiri sudah mengalir sampai dagu dan menetes ke jaket hitam yang sedang dikenakan. Jalanan masih sepi, dan ini sudah putaran kedua. Biasanya, aku akan pulang setelah lari satu putaran.

Sejak kemarin, rasanya sulit sekali untuk menenangkan pikiran. Aku tak habis pikir apa yang terjadi denganku, dan apa yang dua orang itu inginkan. Ingin aku tutup mulut? Aku bersumpah tak ada hal lain yang kupedulikan selain kompetisi tingkat nasional bulan Agustus nanti. Dan targetku adalah menjadi perwakilan Jepang untuk Olimpiade Musim Dingin.

Bebanku sudah cukup berat karena menjadi andalan untuk emas pada kompetisi musim panas, dan sekarang imejku sudah memburuk gara-gara berita kemarin, bagaimana jika beasiswaku terancam?

Langkahku berhenti. Dengan napas yang tersengal, aku mendongak melihat langit. Matahari masih mengintip dari balik gunung dari kejauhan. Mendadak aku rindu Osaka. Hidup di Tokyo ternyata memang lebih berat dari yang kubayangkan.

Aku menunduk, menatap tanganku yang juga lembab dengan keringat. Mendadak keraguan menyusup ke dalam hati. Apa ... pilihanku sudah tepat? Aku berjuang sangat keras di sini, hanya untuk menggapai impianku menjadi atlet profesional. Aku tak peduli apa pun yang orang katakan, aku tak butuh orang-orang yang tidak bisa membantuku, aku tak butuh menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak berkaitan dengan mimpiku.

Tahun lalu, dengan melakukan itu, aku sukses meraih medali perunggu. Tetapi kenapa tahun ini jalanku tak semulus sebelumnya? Aku mulai lelah.

Karena perutku mulai keroncongan, aku kembali berlari. Di saat-saat seperti ini, aku tidak mau terlalu berpikir. Yang penting, aku hanya perlu jaga sikap dan tidak menyusahkan Ibu dengan urusan sekolah.

Aku berhenti di salah satu kedai kecil dan membeli beberapa batang cokelat, lalu membuka satu bungkus dan memasukkannya ke dalam mulut. Rasa manis yang memenuhi indera pencecap membuat suasana hatiku jauh lebih baik.

"Yosh. Meski aku tak bisa sebaik Usain Bolt, aku harus tetap bekerja keras dan fokus!" Setelah membuang sampah pada tempatnya, aku menatap jalanan di depan kedai yang mendadak kelihatan lebih bercahaya.

Perjalanan pulang sedikit lebih mulus dengan perasaan yang jauh lebih baik. Aku mulai mendengar suara kasak-kusuk dari rumah yang kulewati, menunjukkan bahwa para ibu sudah mulai membuat sarapan. Setelah dipikir-pikir lagi, memang tidak ada gunanya bersedih hanya karena konflik kecil di sekolah.

Langit makin terang kala aku berbelok keluar dari kompleks perumahan belakang apartemen, dan masih disambut oleh beberapa rumah lagi. Di sudut jalan juga ada tempat pembuangan sampah.

"Selamat pagi, Tora-kun. Semangat seperti biasa, ya?"

Aku langsung menoleh dan menemukan seorang wanita paruh baya yang sedang menyapu halaman. "Selamat pagi Maiko-san. Terima kasih banyak." Aku tersenyum lebar, menyempatkan diri membungkuk singkat sebelum lanjut berlari santai. Maiko-san adalah seorang janda yang hidup sendiri dengan anjing peliharaannya. Dia sering menyapa sejak hari-hari pertama aku pindah dari Osaka.

Maiko-san selalu tersenyum lembut, aku penasaran bagaimana dia bisa tetap bahagia meskipun ditinggal mati suami dan tidak punya anak. Kalau aku, pasti tidak akan senang sama sekali.

Saking tenggelamnya dalam pikiran sendiri, aku tidak sadar kalau sudah memasuki gerbang apartemen dan menaiki tangga untuk sampai di lantai tiga. Apartemen kami bernomor 324, dengan pemandangan menghadap jalan dan gerbang depan.

Twin SecretWhere stories live. Discover now