(32) Aku Butuh Teman.

48 19 73
                                    

Mikazuki Tora

Kata kunci: panjang

~Twin Secret~

"Tora, baik-baik di sini, ya. Jangan melawan Ojii-san dan Obaa-san." Ibu mengusap kepalaku dengan ekspresi sedih, tetapi bibirnya tetap tersenyum. Satu tangan Ibu memegang perutnya yang sudah besar, calon adikku di sana. Minami berdiri di belakang Ibu sambil bermain topi bundar.

Aku mengangguk mantap. "Tenang saja, Okaa-san! Tora akan jadi anak baik!"

Hari ini Ibu akan ke Tokyo sambil membawa Minami. Ayah bekerja di sana, tetapi uang kami belum cukup untuk membawaku pergi. Apalagi segala kebutuhan untuk proses kelahiran calon adik juga banyak. Jadi, aku akan tetap tinggal di Osaka bersama Kakek dan Nenek.

Setelah berbicara padaku, Ibu beralih pada Kakek dan Nenek. Ibu memeluk mereka bergantian agak lama. Saat melihat para orang tua itu, aku berasa ujung kausku ditarik, sehingga aku menoleh. "Onii-chan tidak ke Tokyo?" tanya Minami menatapku dengan mata bulatnya.

"Tidak." Aku mengelus kepala Minami lembut. "Okaa-san bilang Onii-chan bisa berkunjung saat liburan."

Sebelum Minami sempat membalas, Ibu sudah memanggilnya untuk berpamitan. Aku melihat Minami digendong Kakek saat mereka berpelukan, dan Nenek menciumi pipinya. Setelah itu, Minami memelukku dengan erat.

"Onii-chan tidak ikut?" Sekali lagi Minami bertanya.

Sekali lagi pula aku menggeleng. "Tidak."

Tak lama kemudian, taksi yang dipesan untuk mengantar Ibu dan Minami datang.

"Okaa-san sayang Tora." Kali ini, Ibu tiba-tiba berusaha berlutut, merentangkan tangan dan memelukku. "Okaa-san sayang sekali pada Tora."

Aku menggigit bibir bawah, berusaha untuk tidak menangis sambil memeluk leher Ibu tak kalah erat.

Minami untuk kesekian kalinya bertanya lagi apa aku akan ikut. Begitu sadar aku benar-benar tidak bisa ikut, dia mulai menangis. Minami masih tiga tahun, wajar saja gampang menangis. Karena aku sudah masuk SD, maka tidak boleh menangis.

Sejak saat itu, aku yang masih berumur tujuh tahun ini, mulai tinggal di Osaka bersama Kakek dan Nenek.

"Mikazuki! Ayo main lomba lari!" Salah seorang teman sekelas memanggilku di jam istirahat. Namanya Tanaka. Aku yang memang ingin sekali bermain dengan mereka langsung setuju. Lapangan di sekolah sangat luas. Kami anak kelas satu suka sekali bermain di lapangan yang dekat dengan kelas.

Lapangannya terbuat dari pasir, alih-alih semen. Jadi tidak begitu licin untuk dijadikan tempat untuk lomba lari.

"Uwa! Mikazuki larinya cepat sekali!"

"Secepat kilat!"

Aku tersenyum lebar kala teman-teman memujiku. Aku suka sekali berlari, dan aku suka saat aku menang. "Ayo main lomba lari lagi! Ayo main lagi!" Awalnya, saat aku bilang begitu, orang-orang masih antusias. Berkat permainan lomba lari ini, aku yang awalnya jarang bergaul dengan orang-orang jadi bisa punya teman bermain.

Namun, lama-kelamaan mereka mulai menolak.

"Aku bosan lomba lari terus."

"Iya, main yang lain saja."

Aku mengernyit. "Oh ayolah, kita lomba lari lagi," desakku pada mereka. Hanya ini satu-satunya permainan yang kusuka.

"Mikazuki, jangan mentang-mentang selalu menang, kamu selalu minta main lomba lari." Tanaka bersidekap di depan dada. Melihat itu, anak-anak yang lain berdiri di belakangnya, mengangguk-angguk setuju. "Teman-teman, kita main yang lain saja. Mikazuki tidak usah ikut." Setelah bilang begitu, mereka semua meninggalkanku sendiri.

Twin SecretWhere stories live. Discover now