(6) Apa Maksudnya Rumahku?

120 30 80
                                    

Mikazuki Tora

Kata kunci: keras

~Twin Secret~

Matahari sudah lumayan terik meskipun waktu baru menunjukkan pukul sepuluh pagi. Meskipun tidak panas, cahayanya masih menyilaukan. Ini makin menunjukkan akan berakhirnya musim semi dan datangnya musim panas.

Napasku tersengal-sengal, keringat mengalir ke dagu, dan baju yang dipakai sudah basah oleh keringat yang merembes.

"Kalian boleh istirahat lima belas menit." Sakamoto-san berkata sesaat setelah bel berbunyi.

Aku melemparkan pandangan ke sekitar, semua orang yang tersebar di lapangan atletik bergegas menuju bangku panjang tempat mereka meletakkan tas, begitu juga denganku yang tak sanggup menahan dahaga. Hari ini hari Sabtu, setelah arahan sejenak di kelas gabungan per cabang, semuanya akan langsung turun ke lapangan untuk latihan.

Duduk di tanah sambil selonjor kaki, aku merogoh botol minum di dalam tas dan minum dengan cepat hingga tersisa setengah. Mataku melirik ke kanan dan ke kiri, setiap bangku panjang penuh dengan murid-murid yang saling mengobrol. Hanya bangku ini yang hanya ada aku dan tasku.

Berita yang tersebar dari mulut ke mulut makin ada-ada saja. Dibantah satu per satu juga percuma. Aku sudah terbiasa sendirian. Lagipula, lari bukan olahraga yang membutuh orang lain.

Kutatap langit biru dengan sedikit awan, lalu mengembuskan napas panjang.

"Oi, tampangmu menyedihkan sekali." Aku menoleh, hanya untuk menemukan Takeru-kun berjalan mendekat lalu melemparkan tasnya pada bangku di belakangku. Di tangannya juga ada botol minum, dan di lehernya ada sehelai handuk putih kecil. "Semakin kudengar, apa yang mereka katakan semakin tidak masuk akal." Takeru-kun berlanjut duduk di sampingku.

Aku mendengkus kasar, dan meraih handuk dari dalam tas dan mengelap keringat. "Ada apa ke sini?" Tidak biasanya Takeru-kun akan mendatangiku. Pasti ada maunya.

Takeru-kun tergelak, kepalanya menggeleng geli. "Maksudku, Tora-kun sudah biasa sendiri, tapi kali ini aku kasihan."

Tatapanku mendingin. "Bilang saja."

"Oke, oke. Aku mau kita adu cepat saat istirahat kedua nanti." Takeru-kun menyeringai. "Kapan terakhir kali kita adu cepat? Kurasa ini akan menjadi hiburan yang bagus untuk orang-orang."

"Siapa takut." Setelah mendapati keningku sering berkerut akhir-akhir ini, akhirnya aku tersenyum. "Dua ratus meter?"

"Yup! Aku mau coba tiga ratus, tapi stamina kita kurang."

"Benar juga."

Setelah sepakat untuk saling adu cepat, pembicaraan kami berlanjut. Takeru-kun bukan orang paling ramah yang pernah kutemui, tapi aku tahu dia sungguh-sungguh dalam lari, makanya aku menghargai Takeru-kun. Dia cukup popular di kalangan adik kelas perempuan, karena pelari dengan kulit cerah jarang ditemukan.

Tidak lama, peluit Sakamoto-san berbunyi. Kami berdua berdiri setelah memasukkan botol minum ke dalam tas. Setelah saling menepuk bahu, kami lanjut menjalankan latihan masing-masing. Tim lari Tokyo High hanya menerima sepuluh murid baru tiap tahun, makanya bagi yang serius di cabang ini harus bekerja ekstra keras agar diakui sebagai atler lari. Dan karena murid kelas tiga akan difokuskan untuk ujian masuk universitas, hanya kelas satu dan dua yang latihan.

Memiliki dua puluh anak didik, Sakamoto-san—pelatih kami—menaruh perhatian sangat besar pada tiap individu. Kami diberi menu latihan masing-masing dalam janga waktu beberapa hari, menyesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan masing-masing. Evaluasi akan dilakukan setiap hari Rabu.

Twin SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang