XLV - Fairness

15.3K 1.6K 289
                                    

"If it doesn't burn a little then, what's the poin of playing with fire?"


Bulan menggantung tinggi di langit seolah-olah sedang mengawasi orang-orang di bawahnya. Di ruangan kerja yang tidak terlalu luas, cahaya lilin dalam lampion kaca sesekali bergoyang mengaburkan sosok pria tua yang berdiri dalam keheningan di depan jendela.

Suara ketukan terdengar tiga kali sebelum pintu terbuka. Seorang pemuda berjubah hitam dengan sulaman benang emas memasuki ruangan. Shuan Greer melihat sekeliling sebelum berjalan santai untuk duduk di kursi ruangan.

Untuk beberapa waktu berlalu, Jenderal Tua Greer hanya berdiri dengan tenang. Pria tua itu menghela napas samar, lalu berbalik untuk menghadapi cucunya.

“Aku sudah mengirim seseorang untuk menangani hal di luar. Seharusnya kau tidak boleh gegabah dan justru mengeluarkan ancaman yang akan memprovokasi raja.”

Dalam cahaya dingin ruangan, ada sedikit senyuman di bibir merah Shuan tetapi sama sekali tidak terasa hangat. Pria muda yang duduk itu memiliki perawakan tinggi dan perlahan-lahan mengulurkan tangan untuk mengusap bibirnya.

“Apa yang akan kakek lakukan jika aku memang berencana memberontak?”

Jenderal tua menunjuk dengan gemetar sebelum berkata, “Kau bocah nakal, omong kosong apa yang kau katakan?!”

Sepasang mata yang dipenuhi dengan cahaya kini terlihat sembrono dan diimbangi sedikit senyum ejekan. Penampilan sombong yang khas ditutupi oleh ketidakpedulian tapi penuh dengan kebanggaan.

“Ini bukan tuduhan yang dibuat secara tiba-tiba. Tujuanku sejak awal memang untuk meruntuhkan dan merebut takhta Herodias.”

“Shuan Greer!” Seru Jenderal Tua dengan wajah marah, lalu tiba-tiba menyadari sesuatu membuat matanya bergetar, “Kau...apakah kau sudah mengetahui segalanya?”

Shuan tidak mengiyakan atau menyangkal tebakan itu dan hanya mengukir senyum acuh. Jenderal tua segera terguncang untuk waktu yang lama, lalu kembali pulih ke kenyataan mengejutkan. Ia menatap cucunya dan mengukurnya dengan pandangan enggan, sebelum membuka suara dengan nada yang tidak jelas.

“Sejak kapan?”

“Usia tujuh tahun.”

Jenderal Tua tidak bisa berkata-kata untuk waktu yang lama, lalu kembali bertanya.

“Bagaimana kau tahu?”

“Aku menyelinap ke ruang baca dan menemukan surat Ratu Natya. Keith tidak memiliki pilihan dan mengatakan semuanya.”

Ekspresi Jenderal Tua yang terkejut berubah dengan cepat. Jenderal Greer dan Raja Jeorhe, ayah Argus Liht, merupakan sahabat karib yang telah membangun Ivory bersama dalam berbagai pertempuran. Jika bukan karena raja terdahulu yang pernah mengambil risiko menyelamatkannya, jenderal tua mungkin sudah kehilangan nyawa. Baginya, membesarkan Shuan adalah berkah dan utang yang harus dilunasi pada keluarga kerajaan.

Takhta dan pengadilan seperti air tenang tetapi memiliki arus mematikan di bawahnya. Natya maupun Jenderal Tua memiliki pemikiran yang sama bahwa cara terbaik menjaga Shuan tetap aman adalah jauh dari perebutan kekuasaan di istana. Siapa yang tahu takdir memutuskan hal berbeda. Pada akhirnya, Shuan memilih untuk kembali ke darah aslinya. Pria tua itu tiba-tiba menatap Shuan dengan pandangan keterasingan.

“Begitu lama mengetahui identitasmu dan merencanakan semuanya. Apa kau benar-benar masih menganggapku sebagai kakekmu atau hanya orang luar yang bisa dikelabui dengan mudah?”

Suara Jenderal Tua begitu tenang tetapi mengandung riak amarah dan kecewa. Pandangan yang pria tua itu gunakan seolah sedang menghadapi orang lain dan bukan lagi berbicara pada cucunya. Setiap katanya terasa jauh membuat hati seseorang yang mendengar menjadi terluka.

THRONE - The Real Of The KingWhere stories live. Discover now