Lv. 06 : Kehidupan yang tenang(6)

4.5K 706 56
                                    

Seperti yang dikatakan Jisung, hari ini adalah peluncuran versi hologram dari game <Dionysus>. Itu adalah game lokal pertama yang meluncurkan versi hologram. Para gamers sangat antusias dengan hal ini, mereka rela mengeluarkan banyak uang demi bisa merasakan sensasi 3D dan menjadi makhluk fantasi.

Itu sebabnya toko resmi yang menjual kacamata holografik game ini diserbu oleh ratusan orang yang ingin membelinya. Dan dalam dua hari stok mereka habis. Membuat para pemain yang ingin membelinya kecewa.

"Kau tengah membaca apa?" tanya Taeyong pada Jaemin yang fokus pada jam Al miliknya.

"Peluncuran versi holografik dari game yang sedang booming." jawab Jaemin setelah mematikan fungsi berita dalam Alnya.

Taeyong mengangguk paham, "aku akan pergi sebentar, orang tua muridku ingin mengadakan pertemuan denganku. Jaga rumah sampai aku pulang, dan katakan pada sepupu sialanmu itu untuk beristirahat."

"Dia pergi dari pagi hari, katanya dia akan melakukan check up untuk lukanya." ujar Jaemin dengan polosnya.

Wajah Taeyong berubah jelek, "sialan anak itu!! Kenapa dia tidak memberitahuku tentang hal ini?!!"

Jaemin menghela nafasnya dalam dan memutar matanya jengah. 'Jika dia memberitahumu tentang hal ini maka kau pasti akan memberinya ceramah panjang dan berujung dengan tidak membiarkannya pergi.'

Sebelum Taeyong mengatakan keluhannya, Jaemin terlebih dahulu memotong ucapannya. "Bukankah kau akan pergi hyung? Aku juga akan pergi ke perpustakaan kota untuk mencari bahan hipotesis milikku."

"Oh? Kau benar, baiklah aku akan mengantarmu dulu-"

"Tidak perlu hyung!! Kau pergilah lebih dulu, aku harus ke kamar mandi hahaha.." sela Jaemin sembari tertawa kering, ia tidak ingin di antar oleh Taeyong karena pastinya dia akan mengomentari setiap orang yang dilihatnya. Ini bahkan lebih buruk daripada ibunya di rumahnya.

Segera, ia bangkit dan menuju ke kamar mandi untuk menghindari Taeyong. Setelah dirasa aman, ia menghela nafas panjang dan berdiri di depan wastafel dan menatap wajahnya sendiri.

"Kau tampan Na Jaemin, tapi kenapa kau tidak memiliki kekasih? Bagaimana hal ini bisa terjadi pada manusia tampan sepertimu??" monolognya sambil menunjuk-nunjuk cermin yang memantulkan wajahnya.

Ia lalu berhenti bicara dan menatap matanya dalam-dalam, tiba-tiba sekilas bayangan wajah seorang pemuda melintas di kepalanya.

"Kenapa rasanya begitu akrab? Dimana aku pernah melihatnya...tapi aku tidak pernah melihatnya sebelumnya...aku yakin itu..." pikir Jaemin, setelah berusaha mengingat tanpa hasil ia beranjak dan mengganti pakaiannya dan pergi menuju taman kota. Sangat tidak sesuai dengan apa yang ia katakan pada sepupunya.

Yahh...karena sebenarnya tugas yang ia katakan sebelumnya sudah selesai tiga minggu yang lalu, bahkan sudah dibahas di kelasnya oleh dosen. Ia hanya mencari alasan untuk menghindari Taeyong yang sifatnya melebihi ibunya sendiri.

"Membosankan... Tahu begini aku lebih baik ke rumah Jihoon untuk menumpang tidur." ujarnya pada diri sendiri. Ia berjalan tanpa arah dan berhenti di depan patung <delapan belas patung dewa kebenaran>.

"Kenapa mereka membangun monumen aneh ini? Bahkan namanya tampak tidak realistis, dewa kebenaran apanya yang bahkan orang-orang tidak tahu bagaimana wujudnya." ujar Jaemin sembari menatap kearah monumen itu dengan bosan.

"Meski orang-orang tidak tahu wujudnya, tapi mereka membangun hal ini untuk rasa terima kasih mereka karena siapapun itu telah menyelamatkan kota Seoul dan bahkan seluruh Korea dari kehancuran. Jika kau tak menyukainya, maka cukup hargai karya seni yang terkandung didalam monumen ini sudah cukup." ujar seseorang yang berdiri di sampingnya entah sejak kapan.

Jaemin langsung menoleh dan mendapati seorang pemuda yang seusia dengannya dengan balutan busana seorang presiden direktur perusahaan. Pemuda yang merasakan tatapan Jaemin padanya juga ikut menengok dan tersenyum padanya hingga kedua matanya membentuk senyuman.

"Halo" ujar pemuda itu.

Jaemin yang masih terpesona dengan senyumannya langsung tersadar dan menjawab dengan gugup, "ha-halo..."

"Apa kau tidak percaya pada takhayul?" tanya pemuda itu.

Jaemin gugup, kenapa pemuda itu bertanya hal ini padanya. "Y-ya..kenapa tidak? Lagipula semua takhayul itu ada penjelasan logisnya, jadi kenapa aku harus percaya??"

Pemuda itu terkekeh pelan,"terkadang kau harus mempercayai apa yang tidak bisa dijelaskan oleh ilmu pengetahuan, karena beberapa hal itu tidak membutuhkan logika tapi hati."

"Memangnya kau percaya?" Jaemin balik bertanya.

Pemuda itu menghela nafasnya dalam, "yahh...aku mempercayainya. Karena aku terkadang sering mengalaminya.." dia memasukkan kedua tangannya kedalam saku celananya, dia tampak sangat mempesona dan aura jantannya sangat mendominasi. Membuat Jaemin merasa tertekan.

Mereka terdiam sejenak dan keheningan menyelimuti mereka, hanya suara air mancur dan desiran angin yang terdengar menjadi suara latar mereka.

"Ingin membuat harapan?" usul pemuda itu sembari menyodorkan sebuah koin senilai 30 sen pada Jaemin.

"Tentu, terima kasih. " Jaemin menerima koin itu, melemparkannya ke udara dan menangkapnya kembali lalu memejamkan matanya untuk membuat harapan.

Tanpa ia sadari pemuda itu terus memperhatikan setiap gerakannya sambil tersenyum.

Jaemin membuka matanya dan melempar koin itu kedalam kolam dibawah patung itu dan tersenyum. "Membuat harapan ternyata cukup menyenangkan..." ia tertawa kecil.

Pemuda itu hanya mengangguk setuju.

"Oh ya, namaku Jaemin. Na Jaemin, kau?" ujar Jaemin sembari menatap pemuda disampingnya.

"Aku Jeno, Lee Jeno. Senang bertemu denganmu.." Jeno mengulurkan tangannya dan diterima oleh Jaemin.

"Senang bertemu denganmu juga, mau secangkir kopi? Aku tahu tempat yang Bagus untuk minum kopi, dan itu dekat dari taman ini." tawar Jaemin.

"Tentu, mari.." jawab Jeno.

Mereka pergi bersama menuju kafe yang dimaksud Jaemin, selama perjalanan menuju ke sana mereka terus mengobrol dengan santai tanpa kehilangan topik. Karena Jaemin dengan senang hati menceritakan apa yang dialaminya pada Jeno dan sesekali ditanggapi oleh pemuda itu.

Jaemin semakin senang ketika ia tahu bahwa Jeno memiliki saudara kembar. Meski tidak identik namun itu lebih baik daripada Jaemin yang notabene merupakan anak tunggal.

Dari pertemuan yang tidak disengaja ini, Jaemin memiliki teman baru yang memiliki nasib yang hampir sama dengannya, yaitu sama-sama kehilangan anggota keluarga mereka saat bencana tiga tahun lalu. 

To be continued

====

Seperti janji ochi sebelumnya, ochi bakalan double up sebagai ganti karena ngilang :)

Neo City : The Game Is Called DionysusWhere stories live. Discover now