Lv. 32 : Berpisah(4)

1.4K 292 7
                                    

Kelompok 4, Minggu pertama

"Tidakkah kita berjalan terlalu cepat?" ujar Haechan ragu-ragu.

"Begitukah?" Taeyong balik bertanya, pasalnya ia tidak terlalu memperhatikan.

Haechan mengangguk pelan, "aku melihat peta dan ini sudah hampir sampai di hutan Elf."

Mendengar itu Doyoung lantas membuka peta dalam antarmuka game nya. "Kecepatan macam apa ini?! Sangat tidak normal!"

Jeno dengan santai meliriknya, "itu sudah biasa, kita dari ras elf. Kecepatan adalah nomor satu."

Doyoung menatap balik Jeno, "kau tidak terkejut? Apakah kau juga pemain pro seperti Lucas dan Jisung?"

Jeno menggeleng, "bukan. Aku pencipta game, tapi bukan game ini. Yahh... Ada banyak game sejenis ini yang kuciptakan." jelasnya.

"Perusahaan keluarga kami terkait dengan teknologi, salah satunya adalah game dan peralatannya." tambah Haechan. "Peralatan medis di rumah sakit milik keluarga kami juga dibuat oleh pabrik kesehatan dari cabang perusahaan." tambahnya.

"Aku yang merancangnya." ujar Jeno dengan mudahnya.

Taeyong dan Doyoung sama-sama terkejut saat mendengarnya, dua pemuda yang usianya baru menginjak dua puluhan ini sudah bisa mencapai prestasi yang luar biasa. Sedangkan mereka? Ah sudahlah tidak perlu dibicarakan, mereka terlalu malu untuk mengatakannya.

Walaupun Taeyong menjadi salah satu pemegang saham dan yang mengelola perusahaan, tapi ia tidak bisa mencapai prestasi Jeno. Bahkan tak jarang ia harus mengandalkan sang adik untuk membuat keputusan apabila menyangkut masalah yang serius.

Itu juga sama dengan Doyoung, saat ia masih seusia si kembar, ia masih berada di bangku kuliah dan mengandalkan orang tuanya. Memikirkan itu, ia jadi malu pada dirinya sendiri.

"Kita sampai..." ujar Jeno membuyarkan lamunan keduanya.

Mereka lalu menatap tanaman merambat yang bergabung menjadi satu dan tampak seperti gerbang, dengan bunga-bunga kecil berwarna-warni tersebar. Taeyong tak bisa berkata-kata, sementara Doyoung tampak bodoh saat berdiri di sebelahnya.

Si kembar itu hanya menatap gerbang alami didepan mereka seolah itu hanyalah hal biasa dan tidak menunjukkan banyak reaksi.

"Ayo masuk." Jeno memimpin mereka, agar memasuki hutan peri.

Ya, mereka sudah sampai di tempat ras elf. Ras dengan kecantikan tak terhingga itu tinggal di kedalaman hutan bersama dengan alam, bahkan tempat tinggalnya pun sangat alami. Sebuah rumah pohon.

Jika kalian tahu film kartun Tinkerbell, itu akan terlihat seperti itu. Dan semua perabotan yang dipakai NPC disini juga terbuat dari bahan-bahan yang mudah didapat, dan tentunya ramah lingkungan.

"Rasanya seperti aku benar-benar berada di negeri dongeng..." gumam Doyoung.

"Mereka semua... NPC?" tanya Taeyong dengan ragu.

"Tidak, ada beberapa kelompok pemain juga disini." sanggah Jeno.

"Mana?" Taeyong menatapnya dengan penasaran.

"Hyung bisa lihat diatas kepala mereka, jika ada bar HP maka itu adalah pemain. NPC tidak memiliki HP, jadi sangat mudah untuk membedakannya." jelas Jeno dengan sabar. "Tapi ada juga ID game diatasnya, jadi kita bisa tahu siapa pihak lain dengan itu. Namun cara ini terkadang tidak berguna karena pemain masih sering salah membunuh."

"Apakah kita tidak bisa menyembunyikan HP kita?" tanya Doyoung.

Jeno menggeleng, "perusahaan sudah mempertimbangkan hal ini, agar para pemain tidak asal membunuh saat bermain kami memutuskan untuk menampilkan HP bar mereka."

"Salah... Membunuh?" beo Taeyong. "Apa maksudnya?"

"NPC game tidak boleh dibunuh, mereka adalah eksistensi yang membuat game seimbang. Jika NPC dibunuh oleh pemain akan ada masalah yang datang, seperti plot cerita game itu terganggu misalnya. Game diciptakan dengan alur cerita yang berbeda, dan setiap alur akan membimbing pemain menuju akhir dari cerita game tersebut." jelas Jeno. "Kita bermain game untuk merasakan plot yang dibuat oleh pengembang, membiarkannya tumbuh dan sampai di akhir. Itu layaknya kehidupan, kita terlahir lalu tumbuh dan mengalami banyak masalah untuk diselesaikan. Dengan tujuan akhir adalah kejayaan."

"Jadi... Kita tidak bisa membunuh NPC?" ujar Taeyong pada akhirnya.

Jeno mengangguk pelan, "hanya ketika misi mengharuskan kita membunuh mereka, maka kita bisa melakukannya."

Kedua orang awam itu mengangguk paham, mereka terus berjalan di sepanjang jalan batu, hingga berhenti di depan sebuah pohon paling besar disana.

"Ini adalah pohon kehidupan milik ras elf. Dimana ketika mereka menginjak usia dewasa, mereka akan menerima pembaptisan oleh pohon ini, dan menerima sejumlah kebijaksanaan sebagai bimbingan untuk mereka kedepannya." jelas Haechan.

Taeyong meliriknya, "darimana kau tahu?"

Haechan tersenyum kecil, "saat aku jenuh, biasanya aku selalu mengganggu Jeno untuk menciptakan sesuatu yang baru. Atau mencarikan aku buku-buku fantasi dari seluruh dunia, jadi aku cukup mengenal beberapa mahkluk mitos seperti elf."

Taeyong, "..." apakah semua orang jenius seperti ini? Hei dia benar-benar iri!

Jeno melirik saudaranya, "abaikan anak ini, permintaannya selalu aneh setiap kali dia sedang bosan. Terkadang aku tidak tahu harus apa jika dia berada dalam fase itu.."

Dua orang lainnya saling pandang, sepasang saudara itu benar-benar aneh!

"Lalu... Misi kita adalah...?" ujar Doyoung setelah beberapa detik tertegun.

"Kita bisa mendapatkan misi dari aula misi, itu terletak di Selatan pohon ini." jawab Jeno.

"Jadi kita pergi kesana?" tanya Taeyong.

Jeno mengangguk, "sebaiknya kita ambil misi kecil dulu, lalu cari akomodasi untuk beberapa minggu kedepan."

"Baiklah..." Taeyong mengangguk setuju.

Mereka berempat berjalan ke Selatan, tempat aula misi berada. Di sepanjang jalan, mereka menemukan banyak pemain yang lalu lalang disekitar jalanan itu. Mereka hanya mengangguk atau tersenyum kecil sebagai sapaan kepada pemain lain yang lewat.

Tidak satupun yang mereka kenal ada disini, semuanya orang asing. Dan orang-orang ini tidak tahu bahwa mereka terjebak didalam game ini, yang mereka tahu adalah mereka tengah bermain game dan menikmati pemandangan visual yang disajikan oleh efek nyata dari versi holografik.

Keempatnya merasa menyesal dan menyayangkan hal ini. Mungkin pepatah 'penampilan bisa menipu' memang benar, para pemain ini tertipu oleh keindahan yang disajikan untuk mereka namun mereka tidak menyadari bahwa ada bahaya tersembunyi yang ada dibaliknya.

____________

To be continued

Maaf ya aku telat hehe

Neo City : The Game Is Called DionysusWhere stories live. Discover now