5. Bertatap muka, lagi?

66.8K 4K 217
                                    

semalam setelah kak Satria meninggalkan rumah kami, kuhabiskan malamku untuk menangis, hingga tanpa sadar aku telah tertidur dan kini pagi telah menyapa ku.

Menyadarkanku untuk kembali bersiap karena peperangan sudah siap menyambutku. kubersihkan sisa-sisa keributan semalam, lalu aku bergegas menuju kamar untuk membersihkan diri.

kubersihkan diriku, lalu kupandangi wajahku yang terlihat lebih segar tapi tetap saja kantung mata yang menghitam dan juga mata yang memerah tidak bisa menyembunyikan fakta menandakan bahwa hariku dan malamku kulewati dengan menyedihkan

tapi tak akan kubiarkan wanita itu mengetahui bahwa kehadirannya melemahkanku dan mempengaruhiku, akan kutunjukkan versi terbaik dari seroang kinanti. kupoleskan make up untuk menutupi kantong mataku dan mempercantik diriku.

dress putih bermotif bunga yang menjadi pilihankku, dengan lengan sesiku aku meyakini bahwa aku bisa menipu wanita itu bahwa kehadirannya tidak berpengaruh sedikitpun kepadaku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

dress putih bermotif bunga yang menjadi pilihankku, dengan lengan sesiku aku meyakini bahwa aku bisa menipu wanita itu bahwa kehadirannya tidak berpengaruh sedikitpun kepadaku. kuhampiri mami dan papi yang sudah duduk di ruang keluarga.

Aku tatap papi dan mami lalu kugenggam tangan mereka, aku ingin kami saling menguatkan dan juga aku ingin mereka tidak khawatir kepadaku. Hingga tak terasa bahwa kini kak satria dan wanita itu telah berdiri di depan pintu dengan tangan wanita ini memeluk lengan suamiku.

aku melihat tangan wanita itu bergetar memandang mami dan papi yang menatap tajam kearah mereka berdua

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

aku melihat tangan wanita itu bergetar memandang mami dan papi yang menatap tajam kearah mereka berdua. kak satria membawa wanita itu mendekat kearah kami bertiga. Dan pandanganku tertuju pada cincin yang melingkar dijari wanita itu, aku semakin mengeratkan pegangan tanganku di lengan papi, hingga papi mengikuti arah pandanganku.

"Pih mih, ini putri." Aku menyadari suara kak Satria sedikit bergetar.

"Sudah berapa bualan usia kehamilanmu?" aku tahu papi meredam amarahnya, aku bisa mndengar suara papi yang sedikit tertahan

"Baru jalan 5 minggu pih." 

"Saya bukan papi kamu. lahirkan bayi itu kami akan mebiayai semuanya, lalu setelah bayi itu lahir serahkan pada kami dan kau pergilah sejauh mungkin. kami akan memberikan imbalan yang tidak akan membuatmu rugi."

"PIH.. aku akan menikahi putri dan kami akan merawat anak kami bersama."

"Silahkan, tapi jangan pernah bawa wanita dan anak itu kerumah saya. kamu boleh menikahinya tapi papi tidak akan mengangapnya sebagai menantu dan cucu papi"

"dimana hatimu? wanita seperti apakah kamu sampai tega menyakiti hati wanita lain? Kudengar mami ikut berbicara menatap wanita ini benci dengan mata yang berkaca-kaca.

"Maaf mih, tapi saya benar-benar jatuh cinta dengan anak mamih."

"jangan panggil aku mamih, aku tidak pernah sudi dipanggil mami oleh wanita seperti kamu."

"MIH... PLEASE MIH, mami bisa marah sama satria, kasihan putri mih dia lagi hamil perasaannya lebih sensitif mih."

"Gampang banget kamu bilang ke mamih supaya jaga perasaan wanita ini, kamu dan wanita ini sudah menyakiti perasaan mantu mami. Mamih semakin yakin kalau dia ini wanita ular."

"MIH, mami hanya belum mengenal putri lebih jauh, putri wanita yang baik mih."

"Papi sudah bilang, sampai kapanpun papi tidak akan menerima wanita ini sebagai menantu papih. "

Papi berdiri dan memelukku "Sampai kapanpun kamu adalah menantu dan juga anak papi dan mamih, tidak ada yang bisa merebut posisi itu dari kamu. wanita ini tidak ada apa-apanya dibandingkan kamu."

"Mamih sama papi pulang dulu ya nan, jaga diri baik-baik nan. maafin anak mami yang tidak tahu bersyukur ini ya nan. mami menangkup kedua pipiku dan juga mencium dahiku.

sepeninggal mami dan papi, kini hanya tinggal kami bertiga yang hanya berdiam diri. Dengan aku yang duduk dikursi dan kedua orang tersebut berdiri didepanku. 

Tak ada niatan untukku mempersilahkan kedua orang ini duduk. kupandangi wanita di hadapanku dengan tatapan menilai dari atas sampai bawah, tak lupa senyum meremehkan aku berikan untuk wanita dihadapanku.

"Mbak kinan, maaf aku tidak bermaksud menyakiti hati mbak kinan. tapi aku benar-benar mencintai mas satria. aku juga sedang mengandung buah cinta kami"

"aku tidak perduli kau sedang mengandung atau tidak, karena dimataku kau hanyalah sampah yang tidak sengaja dipungut oleh suamiku. dan tugasku adalah menghilangkan sampah itu dari suamiku."

"jaga perkataanmu nan, jangan sampai aku kehilangan kontrol diriku sendiri akibat ulahmu?"

"kenapa kak? kakak ingin menamparku? bukankah kakak sudah pernah menamparku, rasanya tidak sebanding degan luka yang kakak buat di hatiku."

kak satria hanya diam, aku tahu perkataanku membungkam segala pembelaan yang ingin kak satria berikan untuk wanita pujaannya.

"mbak kinanti, aku tidak keberatan jika aku harus menjadi istri kedua, aku hanya perlu kak satria berada disampingku."

Tak tahu malukah wanita dihadapanku ini mengatakan keinginannya menjadi istri kedua dari suamiku tanpa rasa malu. 

Aku memandanginya dan tawaku lepas karena sungguh lucu sekali wanita ini mengatakan kesanggupannya menjadi yang kedua. 

Dia tidak mempermasalahkannya tapi tak berfikirkah wanita ini jika aku yang sangat keberatan dengan usulannya ini. Karena samapi kapanpun aku tidak ingin berbagi.

"kak sungguh unik wanitamu ini, tanpa rasa malu meminta utuk jadi yang kedua. Beginakah kau memikat suamiku? dengan melucuti pakaianmu sendiri dan melemparkan diri secara cuma-cuma dihadapan suamiku?"

"sudah cukup nan, habis sudah kesabaranku mendengar kata-katamu yang semakin lama semakin tidak terkontrol. aku akan pergi"

"silahkan kak, bawa wanitamu pergi dari rumah kita, aku tak sudi berbagi rumah dengan dia."

Kulihat wanita ini mengeluarkan air matanya dan menangis sesenggukkan sehingga membuat kak satria memelukknya dan menenangkannya.

"Keluar dari rumah ini, saya masih mempunyai tv untuk melihat drama murahan saya tidak perlu melihat pertunjukan langsung dari kalian berdua."

kututup pintu rumahku dengan keras saat mereka berdua bahkan baru satu langkah dari pintu rumahku. Jika lebih lama aku melihat mereka berdua aku tidak jamin aku bisa menahan amarahku dengan tidak menjambak ataupun menampar wanita itu. Aku masih mengontrol emosiku mengingat wanita itu sedang mengandung nyawa yang tidak berdosa.





****

Tengkyuu yang udah mau ngeluangin waktu buat baca cerita absurdku ini ❤

Blutiger (complete√)Where stories live. Discover now