27. Tanpa judul

57.4K 3.8K 441
                                    

Mereka berempat sudah sampai di kediaman rumah orang tua Kinanti, Andhika ikut masuk karena dia ingin menjelaskan kepada orang tua Kinanti perihal perasaannya yang dia ungkapkan kepada Kinanti di pers konferensi tadi.

Baru Andhika melangkah memasuki rumah Kinanti dia mendapatkan pelukan dari Bagas alias adik Kinanti. 

"Bang wah salut gue sama elo, wah hebat lo dengan berani ngungkapin perasaan lo ke Kakak gue" Bagas mengatakannya dengan menepuk-nepuk punggung Andhika dengan cukup keras.

Bagas melepaskan pelukannya dan menunjukkan dua jempolnya kepada Andhika yang di balas oleh Andhika dengan menggaruk tengkuknya sendiri bingung dan salah tingkah dengan ke frontalan adik Kinanti. 

Kini bisa dilihat kepala Bagas terantuk kedepan setelah mendapat toyoran di kepalanya oleh Kinanti, Kinanti sendiri merasa adiknya sungguh harus diperiksakan otaknya di Rumah Sakit jiwa karena kelihatannya otak adiknya sedikit geser.

"Aish kenapa kakak selalu memukul kepalaku."

"Karena gue rasa lo harus diperiksa ke dokter jiwa deh dek, sapa tahu ada yang salah."

"Gue ini bukan gila kak tapi pinter, gue tuh suka aja kakak gue lepas dari benalu dapet permata. Dan supaya noh buaya tahu lo tuh berharga dan lo gak nyesel pisah sama dia."

Kinanti akan kembali menonyor kepala adiknya sebelum Ayah Kinanti membuka suara dan menghentikan kegiatan Kinanti.

"Sudah, malu sama tamu. Ayo nak Dhika duduk dulu."

Kinanti meringis bagaimana ia bisa lupa dengan kehadiran Andhika, karena beginilah Kinanti ia akan kembali menjadi putri kecil ayahnya yang bisa melakukan apapun dengan segala kekonyolannya bersama dengan adiknya.

"Begini pak, saya minta maaf karena sudah membuat bapak dan ibu terkejut dengan apa yang saya katakan tadi."

Andhika memberi jeda sebelum melanjutkan perkataannya "Tidak ada kebohongan pada apa yang saya katakan tadi pak mengenai perasaan saya kepada Kinanti"

Ayah Kinanti mengela nafas panjang, Ayah Kinanti terkejut dengan pengakuan Andhika tapi ia juga tidak bisa menyalahkan perasaan Andhika yang tumbuh, karena Ayah Kinanti paham jika Cinta adalah anugrah yang dititipkan oleh Tuhan kepada umatnya. 

Tapi ayah Kinanti juga merasa harus memberikan batasan atau warning kepada Andhika karena juga mengingat status Kinanti yang masih menjadi istri Satria tidak benar jika berdekatan dengan lelaki lain terlepas dengan perilaku Satria.

"Kamu tahu kan Kinanti masih jadi istri orang? terlepas dari sikap Satria, Kinanti masih punya kewajiban untuk menjaga kehormatannya."

Andhika memahami maksud dari ayah Kinanti, tentu saja ia sadar dengan posisinya dan posisi Kinanti. Tapi disini Andhika tidak juga memaksakan perasaannya karena yang Andhika inginkan adalah membantu Kinanti membalaskan rasa sakitnya. 

Tentang perasaannya akan ia pikirkan nanti, Andhika juga paham jika Kinanti dan orang tuanya butuh waktu untuk menyembukan diri hingga siap menerima orang baru, entah dirinya atau sosok baru yang akan hadir nantinya.

"Memang benar pak saya mencintai putri bapak, saya juga sudah mengatakannya kepada Kinannti. Saya disini hanya ingin membantu Kinanti pak, itupun jika bapak memberikan izin kepada saya."

Pada akhirnya Ayah Kinanti menyerahkan semua keputusan pada Anaknya, ia yakin Kinanti sudah dewasa dan bisa menentukan keputusan dengan segala pertimbangan. Ayah Kinanti memang khawatir jika mungkin saja Andhika sama saja dengan Satria tetapi tugasnya sebagai seorang ayah hanya bisa mengawasi.

Dan melihat semuua hal yang sudah Andhika lakukan kepada Kinanti selama ini, menumbuhkan rasa percaya kepada Andhika meski hanya sedikit.

Kini hanya tinggal Andhika dan Kinanti yang berada di ruang tamu, semua orang pergi meninggalkan mereka untuk memberikan waktu dua orang tersebut membuat keputusan tanpa campur tangan mereka.

************

Satria membuka pintu saat di dengarnya suara bel pada pintunya, namun Satria terkejut saat ia membuka pintu wajahnya langsung disambut dengan pukulan yang cukup keras hingga membuatnya terjatuh.

Satria mendongak untuk melihat siapa yang memukulnya, sekarang ia bisa melihat ekspresi marah dari ayahnya dan tatapan kekecewaan dari ibunya. 

Putri yang melihat Satria terjerembab ke tanah menghampiri satria dan membantunya untuk berdiri, meski takut melihat kehadiran dari orang tua satria. 

Putri berharap kedua orang tua satria mau merestui hubungan mereka setelah melihat perutnya membesar dan fakta satria adalah anak semata wayang mereka.

"Mulai dari sekarang kamu bukan anak papih. Jangan pernah muncul di hadapan papih."

Satria terkejut mendengar perkataan papihnya, satria tahu orang tuanya sangat marah dan kecewa dengan tindakannya namun Satria tidak menyangka jika orang tuanya benar-benar tidak mau mengakuinya lagi.

Satria bersimpuh di hadapan orang tuanya berusaha memohon ampun dengan membujuk papih dan mamihnya, berharap orang tuanya luluh. 

"Bukan kepada mami dan papi kamu bersimpuh sat, seharusnya kamu melakukannya di hadapan Kinanti dan kedua orang tuanya. Mamih merasa menjadi ibu yang gagal mendidik anaknya melihatmu mencoba melimpahkan semua kesalahan pada Kinanti."

"Satria tidak punya pilihan lain mih, karena orang-orang menyudutkan Satria dan juga Putri, Satria khawatir nanti akan berimbas pada anak kami."

"Papi tidak pernah menyangka anak papi berubah menjadi banci seutuhnya, seharusnya kamu sadar jika itu adalah konsekuensi dari perbuatanmu."

"Karena kamu lebih memilih wanita itu daripada kami dan Kinanti, mami berharap kamu tidak menyesali keputusanmu."

Lalu setelah itu kedua orang Satria meninggalkan Satria, Satria mencoba bangkit ingin mengejar kedua orang tuanya namun ditahan oleh Putri. 

"Nanti kak mereka akan luluh setelah melihat cucunya, biarkan mereka menenangkan hati mereka."

Satria mengangguk dengan usulan Putri, dia akan memberikan waktu untuk kedua orang tuanya menerima kehadiran putri di kehidupannya.

Satria duduk di kursi dengan Putri yang mengobati luka yang disebabkan oleh pukulan Bagas yang belum kering ditambah dengan pukulan dari papinya, sesekali satria meringis menahan perihnya.

"Akhirnya kita bisa segera bersama kak, apalagi sekarang orang-orang banyak yang memihak kita setelah unggahan kakak."

Satria hanya tersenyum menanggapi Putri, Satria merasa was-was dengan hal yang akan terjadi kedepannya. 

Sekarang mungkin ia bisa mencoba melimpahkan semua kesalahan pada Kinanti tapi jika Andhika mulai ikut campur Satria tidak yakin bisa menang. 

Putri menyadari ekspresi Satria yang tidak menunjukkan ekspresi kebahagiaan "Kenapa wajah kakak tidak mencerminkan kebahagiaan sedikitpun saat kita sebentar lagi akan bersama?"

"Aku hanya khawatir..."

Putri menyela ucapan Satria dan berusaha meyakinkan kepada Satria bahwa semuanya akan bai-baik saja.

"Apa yang kakak khawatirkan? Usaha yang kakak bangun juga sudah baik? Sekarang simpati masyarakat juga sudah ada pada kita?"

"Tapi kita juga melibatkan Andhika, kita tidak tahu Andhika akan melakukan serangan balik seperti apa?"

"Kakak tenang saja, Andhika tidak akan merusak citranya hanya demi seorang Kinanti."

Pada akhirnya Satria mencoba untuk meyakinkan dirinya sendiri jika semuanya akan baik-baik saja, Andhika tidak akan mengambil resiko yang mungkin menyebabkan citra perusahaannya memburuk hanya demi seorang Kinanti.

Apalagi selama ini Satria mengenal sosok Andhika adalah orang yang pekerja keras dalam usahanya.

Mereka hanya belum tahu jika dugaan mereka salah besar, karena nyatanya Andhika dan Kinanti sudah melakukan serangan balik.

***"***
Selamat malam🌛
Gimana pada rindu gak? 🤣
Gimana kabar kalian hari ini
Semoga always baik ya ❤
Selamat membaca ❤

Blutiger (complete√)Where stories live. Discover now