38. Satria Vs Andhika

68.5K 2.9K 154
                                    

Bagas melihat kakaknya berjalan memasuki rumah, bertepatan dengan dirinya akan menemui Andhika di cafe.

Bagas marah dengan kakaknya yang dengan bodohnya masih saja memikirkan perasaan orang lain diatas perasaannya sendiri.

Kinanti bisa melihat tatapan marah dan kecewa pada Andik nya, bahkan Bagas hanya melewati dirinya.

Kinanti memegang tangan Bagas dengan erat, Kinanti membutuhkan bahu untuk menangis saat ini. 

"Ada apa kak? Aku ingin pergi."

Kinanti terisak dan semakin mengeratkan pegangannya pada lengan Bagas, berharap Bagas mau memeluknya dan mendengarkan keluh kesahnya. 

"Aku harus  pergi menemui laki-laki yang kakak sia-siakan."

Mendengar perkataan Bagas membuat pegangan Kinanti mengendur sehingga Bagas langsung melangkah menjauhi Kinanti.

Bukannya Bagas tidak kasihan dengan Kinanti, tapi Bagas ingin kakaknya sadar jika apa yang dilakukan kakaknya sangat bodoh. Bagas berharap Kinanti segera tersadar sebelum semuanya terlambat.

Bagas menghampiri Andhika yang sudah lebih dulu sampai di cafe terlebih dahulu, Bagas bisa melihat jika keadaan Andhika tidak baik.

Bagas bisa melihat kantung mata yang menghitam dan pandangan mata Andhika lurus menatap kearah jendela dengan linglung. 

Bagas mengetuk pelan meja yang ada di depan Andhika untuk menyadarkan Andhika dari lamunannya, hal itu membuat Andhika sedikit terkejut. Bagas segera menundukkan dirinya di hadapan Andhika.

"Pesanlah sesuatu terlebih dahulu." 

Bagas hanya mengangguk dan memanggil pelayan untuk memesan sesuatu, sebelum dirinya dan Andhika memulai obrolan yang tentunya akan menguras emosi.

Tak ada obrolan yang terjadi sampai seorang pelayan mengantarkan pesanan Bagas, baru setelah pelayan tersebut sudah meninggalkan meja mereka Andhika berdehem untuk memulai obrolannya.

Bagas bisa melihat jika Andhika merogoh saku celana bahan milik Andhika, dan mengeluarkan sesuatu dari dalam sana. 

Sekarang Bagas mengetahui barang apa yang diambil oleh Andhika dari saku celananya, sebuah cincin di sodorkan oleh Andhika di hadapannya.

"Aku ingin menitipkan ini untuk Kinanti."

Bagas mengernyitkan dahinya bukankah cincin ini adalah cincin untuk melamar Kakaknya, bukankah seharusnya Andhika memberikannya sendiri bukan melalui dirinya.

"Kenapa tidak kau berikan sendiri kepada kak Kinanti bang?" Bagas tahu jika Kakaknya sudah melakukan kesalahan yang fatal malam kemarin. Tapi Bagas juga ingin Andhika berjuang untuk mendapatkan kakaknya kembali.

"Tidak bisa, aku akan pergi besok lusa. Cincin ini aku beli untuk Kinanti jadi terserah nya mau menjual, membuangnya atau apapun itu."

Bagas terkejut dengan keputusan Andhika, bukankah berarti Andhika akan menyerah kepada kakaknya. 

"Apakah tidak bisa kau pikirkan lagi bang? Kak Kinanti juga belum menjawab lamaranmu? mungkin saja semalam Kak Kinanti sedang terkejut?" Bagas mencoba untuk meyakinkan kembali Andhika.

Andhika tersenyum mendengar penuturan Bagas, tapi tekatnya sudah bulat. Mungkin tugasnya untuk mendampingi Kinanti memang telah usai dan dia harus mengembalikan Kinanti pada pemiliknya yang asli.

"Ku rasa aku sudah mendapat jawabannya saat di rumah sakit kemarin." Andhika menyeruput kopi yang telah dia pesan saat menunggu kedatangan Bagas.

Bagas hanya bisa menghela nafas, dirinya tidak bisa memaksa keputusan Andhika apalagi ini murni dari kebodohan kakaknya. 

Blutiger (complete√)Where stories live. Discover now